26.7 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Inilah Dampak Kabut Asap di Kalteng Terhadap Perekonomian 2019

PALANGKA RAYASecara umum pada tahun 2019,
Kalimantan Tengah mengalami kabut asap sejak akhir Juli. Tebalnya kabut asap sempat mereda pada
akhir Agustus seiring dengan turunnya hujan, namun kembali meningkat pada awal September.

Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia mengungkapkan, kabut
asap tersebut telah memberikan
pengaruh terhadap sejumlah aktivitas perekonomian di Kota Palangka Raya Kalteng secara umum, seperti
berkurangnya jam kerja ASN di sejumlah Pemda, berkurangnya aktivitas lalu
lintas masyarakat yang terpantau di jalan, berkurangnya aktivitas jual beli,
dan terganggunya aktivitas penerbangan pesawat udara.

Beberapa penerbangan dari dan ke
Palangka Raya pun mengalami
keterlambatan, dan pengalihan melalui Banjarmasin. Bahkan aktivitas di Bandara Tjilik Riwut
sempat nyaris terhenti pada 15-17 September, dimana menurut informasi dari
Angkasa Pura II Bandara Tjilik Riwut, hanya terdapat 2-4 penerbangan dari 24
penerbangan dari dan ke Palangka Raya pada tiga hari tersebut.

“Jika dilihat dari kinerja sektor ekonomi utama Kalimantan Tengah,
kabut asap memberikan dampak terhadap produksi dan aktivitas pekerja meskipun
masih relatif terbatas,” kata
Rihando melalui rilisnya yang diterima kaltengpos.co, Minggu (6/10/2019)
.

Dari sektor pertanian tanaman
perkebunan, menurut informasi dari sejumlah pelaku usaha kelapa sawit,
terjadinya kabut asap menyebabkan beberapa perusahaan harus mengalihkan
sejumlah SDM-nya untuk ikut memadamkan titik api di sekitar perkebunan agar
tidak masuk ke dalam kebun perusahaan. Disamping itu, hari kerja pegawai juga
mengalami penurunan, karena banyaknya pegawai yang sakit dan tidak masuk karena
kabut asap. “Hal ini
menyebabkan terdapat buah matang yang tidak ataupun telat untuk dipanen, dan
berdampak terhadap turunnya tonase produksi,” ujarnya.

Kabut asap juga mengganggu
kelangsungan hidup hewan penyerbuk. Hal ini
berpotensi memberikan dampak terhadap banyak bunga betina sawit yang tidak
terpolinasi dengan baik, dan dapat mempengaruhi produksi pada bulan-bulan
berikutnya.

Baca Juga :  Ekspor Non Migas Kalteng 2020 Turun 16,27 Persen

Sementara dari sektor pertanian tanaman
bahan makanan, lanjut dia, menurut informasi dari
Dinas terkait, produksi beras mengalami gangguan sejak terjadinya bencana asap.
Sejak kualitas udara semakin memburuk beberapa minggu terakhir, produksi beras
harian tercatat menurun. Untuk tanaman hortikultura, produksi juga terganggu,
terutama komoditas bawang merah, cabai besar, dan cabai rawit. Akibat asap,
tanaman tidak tumbuh dengan baik, daun-daunnya menjadi mengering dan keriting.
Selain itu, asap yang menutupi sinar matahari membuat tanaman-tanaman ini kekurangan
suplai sinar matahari, sehingga lebih rentan terserang OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman).

Dari sektor jasa kesehatan,
terjadi permintaan alat-alat kesehatan yang meningkat tajam sejak bencana asap
terjadi, seperti masker, oksigen murni, dan multivitamin, namun demikian
harganya cenderung stabil dan terjaga. Hal ini disebabkan oleh harga barang
yang sudah ditetapkan dari apotek pusat bagi apotek ritel cabang, dan adanya
penetapan harga eceran tertinggi untuk beberapa jenis obat dan multivitamin.

Selain itu, berdasarkan
pemantauan, ditemukan pula pedagang yang justru memberi diskon pada masker dan
tabung oksigen murni, dengan potongan harga atau promo pemberian masker gratis
setelah pembelian masker/tabung oksigen dalam jumlah tertentu. Pedagang mengutarakan
keinginannya untuk tidak terlalu mencari untung dari kejadian bencana asap yang menyusahkan masyarakat. Diperkirakan bahwa
dalam waktu dekat, tidak ada kenaikan harga atas barang-barang dimaksud.

Dari sektor perdagangan, hotel,
dan restoran (PHR), menurut informasi dari sejumlah hotel yang ada di Palangka
Raya, kabut asap berdampak terhadap penurunan penjualan sekitar 25% untuk
pemesanan individual, dan 50% untuk pemesanan grup dibandingkan dengan kondisi
normal di bulan-bulan sebelumnya.

Untuk sektor perdagangan
(departement store), terjadinya kabut asap justru berdampak positif terhadap
pertumbuhan penjualan. Dari sisi traffic
customer
juga mengalami peningkatan.

Baca Juga :  Ponpes Miliki Potensi Besar Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional

“Meningkatnya traffic customer ini disinyalir merupakan perilaku masyarakat yang melakukan
kunjungan ke toko untuk mendapatkan udara yang lebih segar dengan ketersediaan air conditioner di toko. Sementara dari
sisi inventori tidak terdapat hambatan dalam pengiriman barang via laut baik
dari Jakarta maupun Surabaya,”
bebernya
.

Berdasarkan informasi dari
responden survei Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), terdapat
penurunan pengunjung yang datang ke pasar tradisional dan berdampak pada
penurunan pendapatan penjual sekitar 20-30%. Disamping itu, terjadinya gangguan
kabut asap menghambat pendistribusian sejumlah komoditas ke Kota Palangka Raya,
dan secara teori hal ini dapat berdampak terhadap kenaikan harga.

Namun di saat yang bersamaan, kabut asap memberikan dampak
berkurangnya permintaan, yang tercermin dari menurunnya jumlah masyarakat yang
datang ke pasar tradisional. Hal tersebut menyebabkan pedagang tidak dapat
menaikkan harga barang. Berdasarkan pantauan di lapangan, stok komoditas
kebutuhan pokok masyarakat saat ini masih dalam level yang cukup dengan harga
yang relatif stabil.

Terjaganya harga kebutuhan pokok
masyarakat, sebut Rihandi,
tercermin pada deflasi yang terjadi di Kalimantan Tengah secara bulanan (month to month) pada bulan Juli,
Agustus, dan September.

Deflasi pada tiga bulan tersebut
berturut-turut adalah sebesar -0,25%, -0,29%, dan -0,07% (mtm). Deflasi
didorong oleh kelompok komoditas harga pangan bergejolak (volatile food) yang mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,71%,
-0,70%, dan -1,03% (mtm) pada bulan Juli, Agustus, dan September. Deflasi yang
terjadi pada kelompok volatile food
pada tiga bulan terakhir dimana terjadinya kabut asap mengkonfirmasi bahwa
harga kebutuhan pokok relatif terjaga atau bahkan cenderung menurun. Penurunan
harga ini sejalan dengan pola musiman, dimana terjadi normalisasi harga pasca
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) hingga 3-4 bulan setelah Idul Fitri. (nto)

PALANGKA RAYASecara umum pada tahun 2019,
Kalimantan Tengah mengalami kabut asap sejak akhir Juli. Tebalnya kabut asap sempat mereda pada
akhir Agustus seiring dengan turunnya hujan, namun kembali meningkat pada awal September.

Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia mengungkapkan, kabut
asap tersebut telah memberikan
pengaruh terhadap sejumlah aktivitas perekonomian di Kota Palangka Raya Kalteng secara umum, seperti
berkurangnya jam kerja ASN di sejumlah Pemda, berkurangnya aktivitas lalu
lintas masyarakat yang terpantau di jalan, berkurangnya aktivitas jual beli,
dan terganggunya aktivitas penerbangan pesawat udara.

Beberapa penerbangan dari dan ke
Palangka Raya pun mengalami
keterlambatan, dan pengalihan melalui Banjarmasin. Bahkan aktivitas di Bandara Tjilik Riwut
sempat nyaris terhenti pada 15-17 September, dimana menurut informasi dari
Angkasa Pura II Bandara Tjilik Riwut, hanya terdapat 2-4 penerbangan dari 24
penerbangan dari dan ke Palangka Raya pada tiga hari tersebut.

“Jika dilihat dari kinerja sektor ekonomi utama Kalimantan Tengah,
kabut asap memberikan dampak terhadap produksi dan aktivitas pekerja meskipun
masih relatif terbatas,” kata
Rihando melalui rilisnya yang diterima kaltengpos.co, Minggu (6/10/2019)
.

Dari sektor pertanian tanaman
perkebunan, menurut informasi dari sejumlah pelaku usaha kelapa sawit,
terjadinya kabut asap menyebabkan beberapa perusahaan harus mengalihkan
sejumlah SDM-nya untuk ikut memadamkan titik api di sekitar perkebunan agar
tidak masuk ke dalam kebun perusahaan. Disamping itu, hari kerja pegawai juga
mengalami penurunan, karena banyaknya pegawai yang sakit dan tidak masuk karena
kabut asap. “Hal ini
menyebabkan terdapat buah matang yang tidak ataupun telat untuk dipanen, dan
berdampak terhadap turunnya tonase produksi,” ujarnya.

Kabut asap juga mengganggu
kelangsungan hidup hewan penyerbuk. Hal ini
berpotensi memberikan dampak terhadap banyak bunga betina sawit yang tidak
terpolinasi dengan baik, dan dapat mempengaruhi produksi pada bulan-bulan
berikutnya.

Baca Juga :  Ekspor Non Migas Kalteng 2020 Turun 16,27 Persen

Sementara dari sektor pertanian tanaman
bahan makanan, lanjut dia, menurut informasi dari
Dinas terkait, produksi beras mengalami gangguan sejak terjadinya bencana asap.
Sejak kualitas udara semakin memburuk beberapa minggu terakhir, produksi beras
harian tercatat menurun. Untuk tanaman hortikultura, produksi juga terganggu,
terutama komoditas bawang merah, cabai besar, dan cabai rawit. Akibat asap,
tanaman tidak tumbuh dengan baik, daun-daunnya menjadi mengering dan keriting.
Selain itu, asap yang menutupi sinar matahari membuat tanaman-tanaman ini kekurangan
suplai sinar matahari, sehingga lebih rentan terserang OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman).

Dari sektor jasa kesehatan,
terjadi permintaan alat-alat kesehatan yang meningkat tajam sejak bencana asap
terjadi, seperti masker, oksigen murni, dan multivitamin, namun demikian
harganya cenderung stabil dan terjaga. Hal ini disebabkan oleh harga barang
yang sudah ditetapkan dari apotek pusat bagi apotek ritel cabang, dan adanya
penetapan harga eceran tertinggi untuk beberapa jenis obat dan multivitamin.

Selain itu, berdasarkan
pemantauan, ditemukan pula pedagang yang justru memberi diskon pada masker dan
tabung oksigen murni, dengan potongan harga atau promo pemberian masker gratis
setelah pembelian masker/tabung oksigen dalam jumlah tertentu. Pedagang mengutarakan
keinginannya untuk tidak terlalu mencari untung dari kejadian bencana asap yang menyusahkan masyarakat. Diperkirakan bahwa
dalam waktu dekat, tidak ada kenaikan harga atas barang-barang dimaksud.

Dari sektor perdagangan, hotel,
dan restoran (PHR), menurut informasi dari sejumlah hotel yang ada di Palangka
Raya, kabut asap berdampak terhadap penurunan penjualan sekitar 25% untuk
pemesanan individual, dan 50% untuk pemesanan grup dibandingkan dengan kondisi
normal di bulan-bulan sebelumnya.

Untuk sektor perdagangan
(departement store), terjadinya kabut asap justru berdampak positif terhadap
pertumbuhan penjualan. Dari sisi traffic
customer
juga mengalami peningkatan.

Baca Juga :  Ponpes Miliki Potensi Besar Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional

“Meningkatnya traffic customer ini disinyalir merupakan perilaku masyarakat yang melakukan
kunjungan ke toko untuk mendapatkan udara yang lebih segar dengan ketersediaan air conditioner di toko. Sementara dari
sisi inventori tidak terdapat hambatan dalam pengiriman barang via laut baik
dari Jakarta maupun Surabaya,”
bebernya
.

Berdasarkan informasi dari
responden survei Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), terdapat
penurunan pengunjung yang datang ke pasar tradisional dan berdampak pada
penurunan pendapatan penjual sekitar 20-30%. Disamping itu, terjadinya gangguan
kabut asap menghambat pendistribusian sejumlah komoditas ke Kota Palangka Raya,
dan secara teori hal ini dapat berdampak terhadap kenaikan harga.

Namun di saat yang bersamaan, kabut asap memberikan dampak
berkurangnya permintaan, yang tercermin dari menurunnya jumlah masyarakat yang
datang ke pasar tradisional. Hal tersebut menyebabkan pedagang tidak dapat
menaikkan harga barang. Berdasarkan pantauan di lapangan, stok komoditas
kebutuhan pokok masyarakat saat ini masih dalam level yang cukup dengan harga
yang relatif stabil.

Terjaganya harga kebutuhan pokok
masyarakat, sebut Rihandi,
tercermin pada deflasi yang terjadi di Kalimantan Tengah secara bulanan (month to month) pada bulan Juli,
Agustus, dan September.

Deflasi pada tiga bulan tersebut
berturut-turut adalah sebesar -0,25%, -0,29%, dan -0,07% (mtm). Deflasi
didorong oleh kelompok komoditas harga pangan bergejolak (volatile food) yang mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,71%,
-0,70%, dan -1,03% (mtm) pada bulan Juli, Agustus, dan September. Deflasi yang
terjadi pada kelompok volatile food
pada tiga bulan terakhir dimana terjadinya kabut asap mengkonfirmasi bahwa
harga kebutuhan pokok relatif terjaga atau bahkan cenderung menurun. Penurunan
harga ini sejalan dengan pola musiman, dimana terjadi normalisasi harga pasca
Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) hingga 3-4 bulan setelah Idul Fitri. (nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru