NANGA BULIK, PROKALTENG.CO -Di tengah cibiran dan prasangka yang kerap menimpa institusi kepolisian, tersimpan kisah-kisah pengabdian yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya adalah kisah AKBP Adrian Noor, seorang perwira polisi di Polres Lamandau, Kalimantan Tengah Kisahnya bukan sekadar tentang naik pangkat dan penghargaan, melainkan tentang dedikasi, kejujuran, dan pengabdian yang tulus kepada masyarakat dan negara.
Di mata sebagian masyarakat, polisi itu hanya profesi yang berkecimpung di wilayah korupsi, narkoba dan segala bentuk kejahatan yang terlindungi atas nama hukum. Seolah mencibir; Meski mengaku penegak hukum tapi justru pelanggar hukum, selamanya pelanggar hukum. Semuanya pelanggar hukum.
Ketika polisi memberikan edukasi secara lemah lembut, para pencibir mengerutkan dahi dan menggeleng kepala tak setuju. Ah itu hanya pencitraan.
Ketika polisi mengenakan seragam kebesaran berwarna coklat, para pencibir bertanya “Apakah kalian benar telah menjadi aparat penegak hukum? Terpana dengan hiruk pikuk sejumlah kasus hukum yang melibatkan oknum kepolisian.”
Ketika polisi bertindak tegas menjalankan aturan, para pencibir bilang ; Ah paling itu tajam ke bawah, tumpul ke atas.
AKBP M.Noor Dia adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang dengan setia menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dia adalah bukti nyata bahwa kejujuran dan pengabdian sejati masih ada. Ia cerminan dari sumpah yang telah diucapkan, sumpah yang diikat oleh rasa cinta tanah air dan tanggung jawab moral yang mendalam.
Langkahnya kini telah gontai, tak gagah lagi. Namun, wajahnya masih terukir garis-garis perjuangan, matanya menyimpan sejuta kisah pilu dan gemilang, serta tangannya yang keriput menjadi saksi bertahun-tahun berjuang di bawah terik matahari.
Dia telah menyaksikan kehancuran dan kebangkitan, duka dan tawa serta kejahatan dan keadilan. Namun, di tengah badai itu, dia tetap teguh berdiri, setia pada sumpahnya, setia pada negaranya.
Namanya, Adrian Noor. Meniti karir dari pangkat Sersan Dua (Serda) — Serda adalah pangkat Bintara terendah dalam struktur kepangkatan kemilititeran Indonesia –, Adrian Noor kini berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Pangkat penghargaan yang dia dapat dari pengabdian. Ya, Penghargaan Bintang Bhayangkara Nararya.
Prosesnya panjang, dia harus terlebih dahulu mendapatkan penghargaan Satya Lencana atas pengabdian 8 Tahun. Selanjutnya, harus mendapatkan Satya Lencana kedua, atas pengabdian 16 Tahun. Terakhir, mendapatkan Satya Lencana ketiga atas pengabdian 24 Tahun. Dalam rentang waktu tersebut, tidak boleh ada cela setitik pun, untuk mendapat penghargaan Bintang Bhayangkara Nararya.
58 tahun silam, tepatnya 4 Juni 1967 di Kandangan Kalimantan Selatan, lelaki yang kini mengemban amanah menjadi Kabag Log Polres Lamandau ini, lahir ke dunia.
Dilahirkan dari keluarga sederhana, Adrian Noor menjelma menjadi pribadi yang bersahaja. Orangtuanya bekerja sebagai polisi kelas bawah, yang penghasilannya tak seberapa. Apalagi, beban orangtuanya begitu berat karena harus menghidupi anak-anak mereka yang berjumlah 6 orang.
“Saya anak kedua dari enam bersaudara. Ya dulu cukup sulit karena orang tua juga hanya polisi biasa masuk dari Tantama, pensiunnya juga berpangkat Serka,” ujar Adrian Noor saat menceritakan masa lalunya, kepada Wartawan Jum’at sore (27/6) di Nanga Bulik.
Sejak kecil, Adrian Noor bercita-cita menjadi guru. Profesi yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, cita-cita hanya sekedar cita-cita. Nasib memaksa dia untuk menghentikan mimpinya. Setelah lulus SMA, keterbatasan keuangan orang tuanya membuat Adrian Noor tak bisa mengenyam bangku pendidikan tinggi.
Sang ayah menyarankan untuk ikut seleksi polisi Bintara. Alasannya jelas, supaya cepat dapat pekerjaan yang ada penghasilannya. Meski sadar, jadi polisi tak juga bisa memiliki penghasilan tinggi.
Gaji pertama yang dia terima hanya Rp45 ribu. Tentu gajinya itu terbilang pas-pasan. Pas gajian, pas habis. Karena harus bayar hutang sana sini demi menutupi resiko hidup. Apalah daya, dia juga harus menjadi tulang punggung keluarga. Meski anak kedua, dia menjadi anak yang pertama dalam berpenghasilan.
Tak bisa dimungkiri, masalah ekonomi selalu membayangi setiap abdi negara. Apalagi sejak menikah dan memiliki 2 buah hati. Kebutuhan kian banyak, pemasukan tak bertambah banyak.
Namun, disamping suami yang kuat, ada istri yang hebat. Sang istri, ternyata hobi masak. Ya, tentu kemampuan memasaknya dimaksimalkan. Jualan makanan jadi pilihannya. Dari situ pula, keluarga Adrian Noor bisa bertahan. Bahkan, hingga kini bisa menyekolahkan kedua anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Bertugas di wilayah Kalimantan, tentu tak mudah. Apalagi, lebih dari separuh dalam kariernya, bertugas di daerah pelosok. Selain letak geografis, menegakkan hukum di lingkungan masyarakat yang sangat kental dengan adat budaya tentu menjadi tantangan tersendiri. Jika ada masalah, koordinasi sulit karena akses jalan yang rusak parah. Apalagi saat hujan, dijamin mandi lumpur. Normalnya tak kurang dari 10 jam perjalanan untuk setiap koordinasi. Jika hujan, ‘wassalam’ alias tamat riwayat.
Pun demikian, memberi pemahaman kepada masyarakat tentang hukum positif tidaklah mudah. Selain keterbatasan tingkat pendidikan, masyarakat di wilayah pelosok masih memegang teguh hukum adat.
Namun, dia tak patah arang. Karena sejatinya, setiap orang akan membukakan pintu bagi yang mereka kenal. Berbaurlah dia. Tak ada sekat, tak ada pangkat, tak ada jabatan. Dekat dengan masyarakat adalah kuncinya. Memang tak mudah, tapi itu tugas sesungguhnya seorang abdi negara. Melayani masyarakat.
Dia selalu yakin bahwa tugas utama penegak hukum bukan menumpas penjahat, tapi menekan tindak kejahatan supaya tidak tumbuh di lingkungan masyarakat.
Dia bukan hanya mengejar pelanggar hukum, tapi juga merangkul masyarakat. Menebar kebaikan, mengajarkan generasi muda tentang bahaya narkoba, membimbing mereka agar tak terjerat segala bentuk kejahatan.
Soal kejujuran, dia bak sebuah benteng kokoh yang tak tergoyahkan. Ia menolak suap, melapor kejahatan meski nyawanya terancam! Dia yakin bahwa kejujuran bukan sekadar kata-kata, tapi tindakan nyata yang menggetarkan hati.
“Polisi bukan sekedar profesi, tapi jalan untuk mengabdi. Saya yakin, setiap perbuatan baik yang dilakukan akan berbuah kebaikan pula. Saya hanya berupaya memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat,” ujar Adrian Noor dengan sorot mata berkaca-kaca.
Baginya, manusia adalah manusia. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Kepercayaan terhadap institusi Polri tak tumbuh dari pencitraan, tapi tumbuh dengan pupuk bermerk bukti nyata dan tindakan baik. Mengaku baik tidak lebih baik dari berkelakuan baik.
Oknum polisi pelanggar hukum selalu ada, tapi tidak semua. Masih banyak yang setia pada sumpahnya, melayani masyarakat. Mengabdi untuk negara.
Tak bisa dimungkiri, dari rahim orang-orang seperti AKBP Adrian Noor, institusi Polri bak disulap lahir agung. Dari peluh keringat dia, Polres Lamandau jadi menggeliat. Anggotanya saling bahu membahu untuk membangun peradaban hukum khas Indonesia di Kabupaten Lamandau.
Menyongsong purna tugas, mungkin seragam coklatnya kian lusuh, pun badannya renta termakan usia, namun Adrian Noor diciptakan Tuhan untuk menunjukan bahwa setiap harapan, perjuangan serta tak membeda-bedakan sesama pasti berakhir indah. Kehidupan manis dipetik dari setiap pohon yang ditanam dengan ketekunan, kesabaran dan kerjakeras.
Kalaupun di kehidupan mendatang Polres Lamandau hanya diisi aparat penegak hukum yang biasa-biasa saja tanpa gemerlap cap tanda jasa dan penghargaan, setidaknya Polres Lamandau pernah memberikan sebuah harapan bagi masyarakat Bumi Bahaum Bakuba yang awalnya diperkirakan tidak mungkin terwujud. (bib)