PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO โ Berdasarkan data yang dihimpun oleh Walhi Kalimantan Tengah. Sejak awal Oktober 2024 terdapat 5 kabupaten di Kalimantan Tengah dilanda banjir yaitu Barito Utara, Murung Raya, Barito Selatan, Kapuas, dan Pulang Pisau.
Lima kabupaten tersebut juga merupakan wilayah yang berulang kali dilanda banjir sejak tahun 2019. Bahkan setiap tahunnya, kondisi banjir pada lima wilayah tersebut semakin memburuk, hal ini ditandai dengan semakin luasnya titik lokasi banjir yang terjadi.
Merespon kondisi yang sedang terjadi, Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Bayu Herinata memberikan sikap kritis. Menurutnya, faktor terjadinya banjir yang terjadi saat ini di Kalimantan Tengah disebabkan perubahan kondisi tutupan lahan semakin memburuk. Selain itu tingkat perubahan kondisi tutupan lahan tersebut beriringan dengan semakin luasnya penguasaan lahan oleh Investasi skala besar.
โBerdasarkan hasil analisis data oleh kami juga menunjukan adanya kenaikan luasan tutupan lahan pada 5 klasifikasi peruntukan tutupan lahan pada periode 2019-2022 yaitu Tutupan Perkebunan Sawit meningkat seluas 123.766 ha, Hutan Tanaman meningkat seluas 12.649 ha, dan Pertambangan seluas 40.691 ha. Kenaikan tutupan lahan dapat diindikasikan sebagai Deforestasi yang diduga diakibatkan oleh pengalihfungsian lahan menjadi aktivitas industri Ekstraktif. Aktivitas industri ekstraktif ini diindikasikan sebagai penyebab massifnya kerusakan lingkungan yang berujung rentannya beberapa kabupaten terjadi banjirโ, katanya pada Jumat, (24/10/2024).
Menurutnya. Pemerintah saat ini belum juga menunjukan sikap yang jelas terutama dalam membuat kebijakan mitigasi bencana. Padahal bencana banjir di Kalimantan Tengah sudah terjadi selama 5 tahun ini.
โPemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang benar-benar untuk keselamatan rakyat, jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan terus tidak tepat sasaran. Segerakan evaluasi kebijakan tata kelola sumber daya alam di Kalteng dan segera evaluasi tata ruang untuk memperjelas posisi kerentanan bencana di Kalteng,โ tambahnya.
Pihaknya melihat, hal tersebut menjadi ancaman adanya perubahan tutupan lahan dan meningkatnya angka deforestasi, sehingga harus jadi pertimbangan mengapa kebijakan mitigasi bencana mesti beriringan dengan kondisi tata kelola lingkungan hidup.
โPemerintah harus tegas, segera laksanakan audit lingkungan dan jangan menunggu bencana datang baru ada respon. Kalimantan Tengah butuh segera kebijakan mitigasi bencana yang terukur serta tepat sasaran untuk mewujudkan keadilan ekologis, bukan hanya sekedar bantuan sosial dalam bentuk sembako saja. Dimana bentuk penyikapan tersebut patut disebut dengan istilah respon yang latah,โ tutupnya.(jef)