PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI yang menjadi tergugat intervensi II, menolak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangkaraya, yang memenangkan penggugat Hj Musrifah atas Sertifikat Hak Milik (SHM) dari tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangkaraya.
Kuasa hukum Warga Ari Yunus Hendrawan, berencana lapor ke Presiden Republik Indonesia. melalui Kantor Staff Presiden yang dipimpin oleh Moeldoko. Untuk meminta agar mengecek apakah ada mafia tanah atau tidak.
Selain itu, pihaknya mengambil upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Banjarmasin dan melaporkan ke Satgas Mafia Tanah.
“Kami menduga, bahwa ini sudah terjadi praktek peradilan yang kurang tepat. Oleh Sebab itu upaya biasa kami akan lakukan upaya hukum banding. Dengan tegas dan ada upaya yang luar biasa.
Pada saat ini kami akan bersama dengan warga untuk melaporkan ke satgas mafia tanah, agar satgas mafia tanah turun langsung ke lapangan,” ujarnya kepada awak media dalam jumpa pers di Jalan Hiu Putih, Sabtu (22/7).
Pihaknya pun juga akan melaporkan perkara yang menimpa kliennya ke Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), agar megevaluasi pejabat yang ditempatkan.
Sementara, itu kuasa hukum Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI lainnya, Ismail, mengungkap Kejanggalan terkait pernyataan tumpang tindih pada sertifikat kliennya. Jika alasan yang digunakan akibat kerusakan sistem dari perubahan layer biru ke warna, maka kejadian kerusakan sistem tak hanya terjadi di Palangkaraya.
“Mungkin di seluruh Indonesia jika ini menjadi gangguan maka seluruh Indonesia pada tahun 2014 akan tumpang tindih semua. Tapi fakta yang kita temukan,berita-berita yang muncul dan pernyataan dari kementerian tidak ada pada 2014 itu,” tambahnya.
Di tempat yang sama, perwakilan Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI, Virgo mengungkapkan, kejanggalan terhadap putusan PTUN Palangkaraya yang memenangkan penggugat. Dirinya merasa dipaksakan objek tanah menjadi tumpang tindih.
“Karena di fakta persidangan ada beberapa hal yang muncul. Bahwa tidak menunjukan tumpang tindih, karena ada muncul peta bidang yang berbeda dalam dua versi, dan kami menolak hal itu.
Dalam penguasan warga sebelum SKT terbit, mereka sudah menguasai objek yang dimaksud, sampai SKT terbit 2005, bahkan di 2005 warga sudah membayar pajak, kewajiban warga sebagai pemilik objek pajak, bahkan mereka melaksanakan kewajibannya sampai sekarang,” bebernya.
Dia menerangkan, alamat penggugat yang muncul di fakta persidangan berbeda dari objek yang dimiliki warga. Penggugat punya alamat di Jalan Hiu Putih VIII ujung dalam RT.00, RW, 00. “Sementara warga memiliki alamat yang jelas. Namun di peta bidang dipaksakan di lokasi atau objek yang dikuasai warga,” tandasnya.(Hfz/ind)