Site icon Prokalteng

Sengketa Tanah, Warga Hiu Putih Berencana Laporkan Hakim PTUN ke KY

Sengketa Tanah, Warga Hiu Putih Berencana Laporkan Hakim PTUN ke KY

Konferensi pers dari Kuasa Hukum Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI Ari Yunus Hendrawan (paling kiri), Ismail, (tengah) dan perwakilan Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI, Virgo (FOTO : HAFIDZ/PROKALTENG.CO)

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO– Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI yang menjadi tergugat intervensi II, menolak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangkaraya. Yang memenangkan penggugat Hj Musrifah atas Sertifikat Hak Milik (SHM) dari tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangkaraya. Kuasa hukum Warga Ari Yunus Hendrawan. Terkait sengketa tanah, warga Hiu Putih berencana melaporkan hakim PTUN Palangkaraya ke Komisi Yudisial (KY).

“Apakah hakim ini memutuskan dengan karakter benar atau tidak. Dngan integritas benar atau tidak. Kami minta komisi yudisial untuk mereview hakim-hakimnya mengadili dalam perkara ini,” ujarnya saat jumpa pers, Sabtu (22/7).

Kuasa hukum Warga Warga Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI lainnya, Ismail mengungkapkan, alasan sertifikat penggugat terbit terlebih dahulu dibanding warga milik Hiu Putih.

“Memang alasannya memang tahun 2008 (punya penggugat,red) punya warga 2013 dan 2014. Namun demikian harus dilihat dulu prosedur dan prosesnya. Terutama kalau dilihat alasannya. Menurut keterangan dari saksi dari pertanahan itu dari SKT, ternyata di fakta persidangan bukan SKT, tapi SK izin pembukaan dari Wali Kota (milik penggugat,red) ,” ujarnya.

Meski demikian,sambung Ismail. Dalam SK izin pembukaan dari Wali Kota ada diktum yang menyatakan. Bahwa setelah 3 tahun sejak terbitnya dan tidak dikuasai dan digarap sesuai dengan peruntukannya, maka dengan sendirinya dinyatakan batal dan Kembali ke negara.

“Kalau demikian, penguasaan oleh warga pada tahun 1991 sampai 2003, berarti kan sah. Karena SK itu sudah melampaui waktu. Kalau SK dari wali kota punya penggugat itu tahun 1990, karenan tidak digarap dan tidak dikuasai tahun 1993 sudah berakhir, dengan demikian penguasaan oleh warga menjadi sah,” bebernya.

“Pengukuran yang Namanya tanah, itu harus ada pengukuran sebelum terbit sertifikat. Pada tahun 2010 sudah ada sengketa, ada complain, kemudian di mediasi oleh Polres, keputusannya harus diukur ulang. Faktanya pa RT dan lurah tidak pernah tahu ada pengukuran. Artinya tidak ada pengukuran,” terangnya.

Dia menjelaskan, dalam penerbitan sertifikat ada asas kontradiktur delimitasi. Dimana batas-batas  harus sudah ditentukan. “Para pihak yang berkepentingan harus diundang untuk menyaksikan pada saat pengukuran.  Kalau ada proses sertifikat yang tidak melalui atau melanggar asas  ini maka sertifikat itu dapat kita batalkan,” ungkapnya.

Sementara itu, perwakilan warga Hiu Putih Jalan Hiu Putih VIII, VIII A, VIII B dan XI menjelaskan, proses penerbitan sertifikat dalam program prona banyak kejanggalan dimunculkan oleh Hj Musrifah penggugat.

“Program prona di Hiu Putih VIII sampai IX tidak ada jatah prona untuk lokasi tersebut menurut keterangan saksi mantan lurah saat itu. Namun terbit 32 sertifikat dalam satu keluarga dan satu hamparan kurang lebih 6 hektar dimiliki dalam satu lingkup keluarga,” bebernya.

Ia berpendapat banyak fakta persidangan yang diabaikan oleh Majelis Hakim. Bahkan menurutnya, keterangan saksi dari penggugat banyak yang tidak cocok dengan alat bukti di persidangan. Proses administrasi penerbitan serttifikat disebut Virgo tidak normal.

“Mestinya proses program prona menurut jatah setiap kelurahan dan diketahuii oleh ketua rt lurah dan tidak bisa dimonopoli oleh satu keluarga. Tu sangat terbatas jatahnya. Sementara tergugat 1 BPN dalam perkara ini tidak menghadirkan saksi dan ini lantaran tidak menghadirkan saksi fakta bagian dari pemicu kekalahan ini. Sementara majelis, meminta supaya dihadirkan saksi, namun kenyataan tidak dihadirkan,” bebernya.

“Tergugat intervensi 2 yakni warga hiu putih keterangan saksi tergugat intervensi 2 cocok dengan alat bukti persidangan dan sesuai dengan yang dimunculkan. Proses administrasi penerbitan sertifikat warga normal sesuai prosedur yang ada. 2 secara mandiri 10 sertifikat melalui program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) dari tahun 2013 sampai 2015,” sambungnya.

Pihaknya menduga sumber pemicu konflik sengketa ini adalah peta bidang yang muncul dua versi. Sehingga pihaknya menolak keras dikatakan sengketa tersebut terjadi tumpang tindih.

“Kami menanti komitmen Menteri ATR BPN mengevaluasi asn BPN yang aktif dan maupun sudah purna tugas namun terkait dengan persoalan sengketa tanah yang bermunculan hingga sekarang,” tandasnya.(hfz/ind)

Exit mobile version