25.1 C
Jakarta
Wednesday, June 18, 2025

Kartu Sakti dari Gang Sempit

PROKALTENG.CO – Di Palangka Raya. Gang itu terlalu sempit untuk dilalui motor. Pengendara harus miringkan stangnya, menahan napas, baru bisa lolos. Di ujung gang itulah Latif tinggal. Umurnya 58. Rambut sudah banyak putih. Tapi senyumnya selalu baru.

Setiap pagi ia membuka lapak sayur. Warung kecil dari terpal dan seng. Lebih mirip pos ronda yang kebetulan punya dagangan. Tapi jangan remehkan. Pelanggannya setia. Ada yang antre. Ada yang cuma mampir ngobrol.

Latif hidup sederhana. Tapi satu barang ia jaga seperti harta karun. Kartu BPJS Kesehatan kelas 3. Diselipkan di balik dompet yang kulitnya sudah pecah-pecah. Sudah bertahun-tahun ia pegang kartu itu. Tak pernah telat bayar. Tak pernah alpa sebulan pun. Lalu datanglah hari itu.

Setahun lalu. Latif tumbang. Batu ginjal. Sakitnya luar biasa. Jalan pun harus dibantu. Ia datang ke puskesmas. Dirujuk ke rumah sakit. USG. Tes darah. Lalu tindakan kecil. Batu itu harus keluar.

Baca Juga :  Polisi Dalami Penyebab Kebakaran Rumah di Jalan S Parman Palangka Raya

“Saya cuma bawa KTP dan kartu BPJS,” katanya, sambil tertawa. Tawanya seperti orang yang baru melewati tanjakan panjang dan menang.

Lima hari ia dirawat. Lima hari penuh infus, makanan, obat, dan yang terpenting harapan. Semua gratis. Tidak ada biaya tambahan. Tidak ada keharusan jual motor. Tidak ada telepon pinjam uang ke tetangga.

“Rasanya seperti mukjizat,” ujarnya.

Sejak itu, kartu BPJS itu tak pernah lepas darinya. Bahkan tidur pun tetap ada di dompet. Ia menyebutnya kartu sakti. Bukan karena bisa menyembuhkan. Tapi karena membukakan jalan menuju kesembuhan.

Latif tahu, ada yang bekerja diam-diam di balik kartu itu. Yakni sistem. Gotong royong. Ratusan ribu orang lain yang juga membayar iuran tiap bulan.

Sementara itu, BPJS Kesehatan Palangka Raya tidak hanya duduk di belakang meja. Mereka keliling. Mengecek rumah sakit. Menilai alat. Menilai dokter. Evaluasi ini disebut credentialing.

“Jangan sampai peserta datang, tapi alatnya rusak. Atau dokternya tidak ada,” kata Kepala BPJS Kesehatan Palangka Raya, K Hindro Kusumo.

Baca Juga :  Bentuk Kepedulian, Polda Kalteng Gelar Salat Ghaib untuk 3 Polisi yang Gugur Bertugas di Lampung

Peta rujukan juga sedang diperbarui. Supaya jelas. Kalau dari puskesmas A, harus ke rumah sakit mana. Biar pasien tidak dilempar-lempar.

Mereka tidak bekerja sendiri. Dinas Kesehatan, asosiasi medis, sampai FKTP dari lima kabupaten duduk satu meja. Satu tekad. Pelayanan harus lebih manusiawi. Minimal tidak membuat orang seperti Latif kehilangan harapan.

“Kami sekarang fokus pada alat medis. FKTP tidak boleh kekurangan,” ujar Eddy Kelana dari Dinkes Kalteng. Karena FKTP adalah garda terdepan.

Kartu BPJS itu tidak bercahaya. Tidak mengilat. Tapi bagi Latif, nilainya lebih dari permata.

Ia bukan sekadar selembar plastik. Ia adalah pelindung. Bukti bahwa gotong royong di negeri ini masih hidup. Bukti bahwa meski tak saling kenal, kita tetap saling bantu.

Kartu itu tidak banyak bicara. Tapi ketika dibutuhkan, ia bekerja. Diam-diam. Tapi nyata. (pri)

PROKALTENG.CO – Di Palangka Raya. Gang itu terlalu sempit untuk dilalui motor. Pengendara harus miringkan stangnya, menahan napas, baru bisa lolos. Di ujung gang itulah Latif tinggal. Umurnya 58. Rambut sudah banyak putih. Tapi senyumnya selalu baru.

Setiap pagi ia membuka lapak sayur. Warung kecil dari terpal dan seng. Lebih mirip pos ronda yang kebetulan punya dagangan. Tapi jangan remehkan. Pelanggannya setia. Ada yang antre. Ada yang cuma mampir ngobrol.

Latif hidup sederhana. Tapi satu barang ia jaga seperti harta karun. Kartu BPJS Kesehatan kelas 3. Diselipkan di balik dompet yang kulitnya sudah pecah-pecah. Sudah bertahun-tahun ia pegang kartu itu. Tak pernah telat bayar. Tak pernah alpa sebulan pun. Lalu datanglah hari itu.

Setahun lalu. Latif tumbang. Batu ginjal. Sakitnya luar biasa. Jalan pun harus dibantu. Ia datang ke puskesmas. Dirujuk ke rumah sakit. USG. Tes darah. Lalu tindakan kecil. Batu itu harus keluar.

Baca Juga :  Polisi Dalami Penyebab Kebakaran Rumah di Jalan S Parman Palangka Raya

“Saya cuma bawa KTP dan kartu BPJS,” katanya, sambil tertawa. Tawanya seperti orang yang baru melewati tanjakan panjang dan menang.

Lima hari ia dirawat. Lima hari penuh infus, makanan, obat, dan yang terpenting harapan. Semua gratis. Tidak ada biaya tambahan. Tidak ada keharusan jual motor. Tidak ada telepon pinjam uang ke tetangga.

“Rasanya seperti mukjizat,” ujarnya.

Sejak itu, kartu BPJS itu tak pernah lepas darinya. Bahkan tidur pun tetap ada di dompet. Ia menyebutnya kartu sakti. Bukan karena bisa menyembuhkan. Tapi karena membukakan jalan menuju kesembuhan.

Latif tahu, ada yang bekerja diam-diam di balik kartu itu. Yakni sistem. Gotong royong. Ratusan ribu orang lain yang juga membayar iuran tiap bulan.

Sementara itu, BPJS Kesehatan Palangka Raya tidak hanya duduk di belakang meja. Mereka keliling. Mengecek rumah sakit. Menilai alat. Menilai dokter. Evaluasi ini disebut credentialing.

“Jangan sampai peserta datang, tapi alatnya rusak. Atau dokternya tidak ada,” kata Kepala BPJS Kesehatan Palangka Raya, K Hindro Kusumo.

Baca Juga :  Bentuk Kepedulian, Polda Kalteng Gelar Salat Ghaib untuk 3 Polisi yang Gugur Bertugas di Lampung

Peta rujukan juga sedang diperbarui. Supaya jelas. Kalau dari puskesmas A, harus ke rumah sakit mana. Biar pasien tidak dilempar-lempar.

Mereka tidak bekerja sendiri. Dinas Kesehatan, asosiasi medis, sampai FKTP dari lima kabupaten duduk satu meja. Satu tekad. Pelayanan harus lebih manusiawi. Minimal tidak membuat orang seperti Latif kehilangan harapan.

“Kami sekarang fokus pada alat medis. FKTP tidak boleh kekurangan,” ujar Eddy Kelana dari Dinkes Kalteng. Karena FKTP adalah garda terdepan.

Kartu BPJS itu tidak bercahaya. Tidak mengilat. Tapi bagi Latif, nilainya lebih dari permata.

Ia bukan sekadar selembar plastik. Ia adalah pelindung. Bukti bahwa gotong royong di negeri ini masih hidup. Bukti bahwa meski tak saling kenal, kita tetap saling bantu.

Kartu itu tidak banyak bicara. Tapi ketika dibutuhkan, ia bekerja. Diam-diam. Tapi nyata. (pri)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/