25.9 C
Jakarta
Sunday, April 13, 2025

Konflik Manusia vs Buaya Meningkat, Bahkan Ada Korban Meninggal

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Selama Tahun 2024 kejadian konflik antara manusia dan buaya ada empat kasus meningkat dari tahun 2023 dan 2022 yang hanya satu kasus.

Hal ini disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

“Selama tahun 2024 kami mencatat ada empat kejadian konflik antara manusia dan buaya, jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, bahkan dari empat kasus tersebut ada korban meninggal dunia pasca serangan buaya,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah, Jumat (3/1).

Dirinya mengatakan Konflik pertama terjadi pada bulan April 2024 di Sungai Mentaya Desa Satiruk Kecamatan Pulau Hanaut. Konflik kedua terjadi pada Bulan Mei 2024 di Sungai Lenggana Desa Bapanggang Raya Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Konflik ketiga terjadi bulan Oktober 2024 lalu di Sungai Parebok Desa Parebok Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, menyebabkan korban meninggal dunia. Dan kejadian yang ke empat di Sungai Cempaga Desa Cempaka Mulia Timur, Kecamatan Cempaga.

Baca Juga :  Buaya Liar Muncul di Sungai Sebamban, Polisi Gandeng BKSDA Antisipasi Ancaman

“Berdasarkan data itu pula diketahui bahwa konflik antara manusia dan buaya rata-rata terjadi saat warga beraktivitas di sungai ketika suasana sudah gelap, baik itu petang, malam maupun subuh. Dan tidak tak hanya mendapat laporan serangan buaya terhadap manusia, tetapi juga hewan ternak dan peliharaan milik warga,” ujar Muriansyah.

Dirinya juga menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya konflik antara manusia dan buaya, di wilayah Kabupaten Kotim yang berada di bawah pengawasan pihaknya, yaitu bermula dari kerusakan habitat buaya akibat alih fungsi lahan atau kawasan dan sebagainya yang kemudian berdampak pada pakan alaminya, sehingga satwa tersebut mencari wilayah baru untuk mencari makan dan sampai ke perairan pemukiman.

“Dari temuan kami di lapangan selama ini ada tiga hal yang membuat semakin sering laporan buaya yang masuk ke pemukiman hingga serangan terhadap ternak maupun manusia. yaitu masih banyak warga yang bermukim di bantaran sungai yang memelihara dan membangun kandang ternak di sekitar, bahkan di atas sungai, membuang bangkai binatang ke sungai dan kebiasaan membuang sampah rumah tangga ke sungai,” kata Muriansyah.

Baca Juga :  Gubernur: Bundaran Besar sebagai Gerbang dan Cerminan Wajah Kalteng

Menurutnya pihaknya selalu berusaha untuk mengingatkan dan mengedukasi warga agar selalu waspada saat beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari karena jarak pandang terbatas.

Selain itu juga terus mengedukasi terkait tiga hal tersebut Sampah rumah tangga dapat menjadi makanan bagi sejumlah satwa, seperti monyet dan biawak yang merupakan pakan alami dari buaya, sehingga secara tidak langsung membuang sampah ke sungai bisa mengundang kedatangan predator tersebut.

Karena kejadian selama 2024 dapat menjadi perhatian bagi warga agar dapat meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai dan menghindari tindakan yang dapat mengundang kedatangan buaya.

“Selama beberapa pekan terakhir ada laporan terkait kemunculan buaya meningkat seiring dengan musim hujan yang identik dengan musim kawin dan musim bertelur buaya. Pada kondisi seperti ini buaya cenderung lebih agresif, sehingga potensi terjadinya konflik semakin meningkat,” pungkasnya. (bah/ans)

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Selama Tahun 2024 kejadian konflik antara manusia dan buaya ada empat kasus meningkat dari tahun 2023 dan 2022 yang hanya satu kasus.

Hal ini disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

“Selama tahun 2024 kami mencatat ada empat kejadian konflik antara manusia dan buaya, jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, bahkan dari empat kasus tersebut ada korban meninggal dunia pasca serangan buaya,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah, Jumat (3/1).

Dirinya mengatakan Konflik pertama terjadi pada bulan April 2024 di Sungai Mentaya Desa Satiruk Kecamatan Pulau Hanaut. Konflik kedua terjadi pada Bulan Mei 2024 di Sungai Lenggana Desa Bapanggang Raya Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Konflik ketiga terjadi bulan Oktober 2024 lalu di Sungai Parebok Desa Parebok Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, menyebabkan korban meninggal dunia. Dan kejadian yang ke empat di Sungai Cempaga Desa Cempaka Mulia Timur, Kecamatan Cempaga.

Baca Juga :  Buaya Liar Muncul di Sungai Sebamban, Polisi Gandeng BKSDA Antisipasi Ancaman

“Berdasarkan data itu pula diketahui bahwa konflik antara manusia dan buaya rata-rata terjadi saat warga beraktivitas di sungai ketika suasana sudah gelap, baik itu petang, malam maupun subuh. Dan tidak tak hanya mendapat laporan serangan buaya terhadap manusia, tetapi juga hewan ternak dan peliharaan milik warga,” ujar Muriansyah.

Dirinya juga menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya konflik antara manusia dan buaya, di wilayah Kabupaten Kotim yang berada di bawah pengawasan pihaknya, yaitu bermula dari kerusakan habitat buaya akibat alih fungsi lahan atau kawasan dan sebagainya yang kemudian berdampak pada pakan alaminya, sehingga satwa tersebut mencari wilayah baru untuk mencari makan dan sampai ke perairan pemukiman.

“Dari temuan kami di lapangan selama ini ada tiga hal yang membuat semakin sering laporan buaya yang masuk ke pemukiman hingga serangan terhadap ternak maupun manusia. yaitu masih banyak warga yang bermukim di bantaran sungai yang memelihara dan membangun kandang ternak di sekitar, bahkan di atas sungai, membuang bangkai binatang ke sungai dan kebiasaan membuang sampah rumah tangga ke sungai,” kata Muriansyah.

Baca Juga :  Gubernur: Bundaran Besar sebagai Gerbang dan Cerminan Wajah Kalteng

Menurutnya pihaknya selalu berusaha untuk mengingatkan dan mengedukasi warga agar selalu waspada saat beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari karena jarak pandang terbatas.

Selain itu juga terus mengedukasi terkait tiga hal tersebut Sampah rumah tangga dapat menjadi makanan bagi sejumlah satwa, seperti monyet dan biawak yang merupakan pakan alami dari buaya, sehingga secara tidak langsung membuang sampah ke sungai bisa mengundang kedatangan predator tersebut.

Karena kejadian selama 2024 dapat menjadi perhatian bagi warga agar dapat meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai dan menghindari tindakan yang dapat mengundang kedatangan buaya.

“Selama beberapa pekan terakhir ada laporan terkait kemunculan buaya meningkat seiring dengan musim hujan yang identik dengan musim kawin dan musim bertelur buaya. Pada kondisi seperti ini buaya cenderung lebih agresif, sehingga potensi terjadinya konflik semakin meningkat,” pungkasnya. (bah/ans)

Terpopuler

Artikel Terbaru