LAMANDAU, PROKALTENG.CO – Polemik belum beroperasinya Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau Pamsimas di Desa Tamiang, Kecamatan Bulik Kabupaten Lamandau berlanjut. Pasalnya, proyek penyediaan air bersih yang dibangun pada tahun 2020 tersebut, hingga kini bisa dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar, sehingga terkesan mubajir.
Padahal, untuk satu program Pamsimas di tiap desa bisa menelan anggaran hingga Rp245 Juta dengan jumlah program pembangunan mencapai 10 (paket) program Pamsimas dalam satu kabupaten setiap tahunnya.
Kurangnya perencanaan yang matang, diduga menjaga akar permasalahan terbengkalainya pengadaan proyek air bersih ini hingga terkesan mubajir dan membuang anggaran.
“Pamsimas di Desa Tamiang itu pelaksanaannya tahun 2020, dan itu memang program APBN dari pemerintah pusat yang dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat KKM Desa Tamiang, yang artinya sepenuhnya di kerjakan oleh warga masyarakat desa itu sendiri,” ujar Kasi Pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman dan Air Minum Dinas PUPR Lamandau, Pebta Purnawan, saat dikonfirmasi awak media, Senin (20/09).
Menurutnya, program Pamsimas sendiri, pembangunannya bukan kewenangan PUPR di kabupaten. Hanya saja dinas terkait dalam hal ini PUPR di Kabupaten Lamandau yang menjadi lokasi pembangunan Pamsimas mengetahui adanya program tersebut.
Program Pamsimas berada di bawah pengawasan Direktorat Cipta Karya, Kementerian PUPR RI, melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menjadi fasilitator untuk pendampingan masyarakat di desa-desa.
Pebta menjelaskan, pembiayaan program Pamsimas berasal dari tiga sumber yakni dari APBN, sharing Dana Desa, dan partisipasi masyarakat melalui gotong royong atau sumbangan tenaga.
“Yang dari APBN sudah disalurkan untuk membeli bahan material bangunan dan selesai digunakan sebagaimana yang sudah direncanakan, termasuk juga dari Dana Desa yang digunakan untuk mendukung biaya operasionalnya sudah digunakan sesuai dengan porsinya, tapi ada yang tidak terlaksana ini adalah yang partisipasi masyarakatnya,” jelasnya.
Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah berupa gotong royong, bukan dengan uang, dan barang, tapi dengan sumbangan tenaga, inilah yang menjadi masalah belum beroperasinya Pamsimas di Desa Tamiang, lantaran belum sempat selesai.
“Padahal tiga bagian ini merupakan satu kesatuan, dan apabila salah satu tidak terlaksana maka akan mengganggu kelancaran program Pamsimas tersebut, meskipun pembangunan menanara dan tandon air sudah selesai dibangun,” tukasnya.
Pebta menerangkan, jadi untuk partisipasi masyarakat itu, harusnya untuk memasang pipa air dengan cara gotong royong masyarakat. “Mungkin kerena kesibukan masyarakat sehingga gotong royong ini belum bisa terlaksana, inilah yang menjadi kendala. Sebenarnya bagian pekerjaan yang belum di selesaikan hanya tinggal sedikit saja, seandainya masyarakat bisa melakukan itu secara gotong royong, mungkin sebentar saja sudah bisa selesai,”imbuhnya.
Ditambahkannya, karena Pamsimas ini program yang sepenuhnya swakelola dilakukan oleh kelompok masyarakat, dan mereka tidak dibayar (upah) hanya gotong royong, artinya cepat atau lambat pengerjaannya kembali kepada masyarakat di desanya masing-masing.