KABUPATEN Kotabaru mayoritas masyarakatnya adalah nelayan. Keberagaman suku, agama dan budaya, membuat daerah ini seringkali disebut sebuah Nusantara kecil.
Masyarakat di sana pun hidup berdampingan, rukun, dan damai tanpa ada yang mendominasi serta merasa paling hebat satu sama lain.
Diantara sukunya yaitu, Suku Banjar, Dayak, Bugis, Makassar, Mandar, Bajau, Jawa, Batak, Bali, Lombok, Sunda, Tionghoa dan masih banyak lagi lainnya.
Hanya saja, perjuangan Nelayan di Bumi Sa-Ijaan penuh lika-liku. Berikut perjuangan nelayan di Kotabaru:
- Bertemu Hewan Laut Ganas
Bagi seorang nelayan dan pelaut sejati bertemu dengan penghuni laut ganas sudah menjadi risiko yang tidak bisa ditolak.
Namun dalam mempersiapkan ini tentu ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar.
Salah seorang nelayan Kotabaru, Hamdani mengatakan, selain risiko ombak dan bertabrakan, mereka juga tak jarang bertemu dengan mamalia ganas dan makhluk gaib.
- Sangat Rentan Konflik
Nelayan Kotabaru sangat rentan konflik, baik antar sesama nelayan di daerah ini maupun dengan nelayan dari luar Kalsel.
Bahkan, pernah suatu kejadian pada 2023 nelayan kecil di Kotabaru sampai berbuat nekat membakar Kapal Cantrang asal Jawa.
Cerita ini memang tidak banyak yang menggubris, karena saat itu kondisinya genting demi menjaga kelompok nelayan lain bereaksi
Tahun lalu, nelayan Kalsel di Kotabaru juga berbuat nekat karena geram dengan masuknya kapal-kapal cantrang dari luar Kalsel. Sekelompok nelayan di Pulau Laut Barat, pada waktu itu sampai membakar kapal cantrang milik nelayan dari Jateng.
- Pertaruhkan Nyawa
Selain Konflik, nelayan di Kotabaru harus mempertaruhkan nyawa. Tak sedikit ada yang meninggal saat melaut. Ada yang ditemukan ada juga yang tidak ditemukan.
Cerita ini sering terdengar di Kotabaru bahkan dalam satu tahun tidak hanya dua bahkan bisa lima korban. Kabar ini menghantui nelayan, tapi apa boleh buat ini sudah menjadi risiko yang harus dihadapi demi memberikan penghidupan untuk keluarga.
Mereka harus bertarung nyawa, menantang ombak, badai, hujan, mesin rusak dan bahkan tertabrak dengan kapal yang lebih besar di laut.
- Singgah dan Menetap di Kotabaru
Nelayan di pesisir Kotabaru bisa dikatakan banyak dari perantauan. Baik dari Sulsel dan Sulbar. Sukunya Bugis, Makassar dan Mandar. Dari Suku Banjar tidak terlalu banyak dibandingkan tiga suku asal Sulawesi ini.
Mengenai asal usulnya siapa yang pertama datang ini juga bisa dikaitkan dengan Kerajaan Kusan di Tanah Bumbu yang dulunya juga masuk wilayah Kotabaru, sebelum adanya pemekaran di tahun 2004.
Namun seiring berjalannya waktu, hampir rata-rata nelayan khususnya yang tinggal di dekat pusat kota seperti di Desa Hilir, Desa Rampa dan Desa Semayap mereka dulunya adalah pendatang. Baik orang tuanya maupun nenek moyangnya yang dari Sulawesi.
- Cari Ikan Makin Sulit
Dari cerita nelayan kenapa banyak merantau ke Kotabaru, rupanya di daerah ini punya daya tarik yang luar biasa. Yaitu, melimpahnya ikan, udang dan ekosistem laut lainnya yang bisa dijual.
Pada tahun 80-an, nelayan di Kotabaru khususnya yang dekat dengan pusat kota sangat sukses. Banyak yang mempunyai kapal nelayan besar.
Sangking banyaknya dulu tempatnya parkir penuh dari pesisir Desa Rampa, kawasan Siring Laut sampai ke Desa Hilir semuanya penuh dengan kapal.
Namun seiring berjalannya waktu di tahun 2015 ke atas nelayan menggunakan kapal besar mulai berkurang. Banyak yang bangkrut dan menjual kapal-kapalnya.
Alasannya masalah penghasilan yang kian tahun semakin kurang. Yang biasanya hanya sekitar laut dekat pesisir saja sudah banyak dapat ikan, tetapi sekarang sangat menyedihkan kadang pulang tidak bawa hasil.
- Sejak Kecil Sudah Disuruh ke Laut
Kisah seperti ini mungkin sudah tidak asing di kota yang berjuluk Bumi Sa-Ijaan. Anak kecil sudah diajarkan ke laut menjadi nelayan menggunakan perahu balapan.
Pemandangan anak kecil ikut orang ke laut di Kotabaru sudah biasa, paling banyak di Desa Rampa. Yang luar biasanya, ini bukan hanya cerita zaman dulu, sekarang juga masih berlangsung.
Hamdani, salah satu nelayan di Desa Rampa yang sekarang umurnya 40 tahun mengaku sedari kecil menjadi nelayan karena sudah menjadi kebiasaan dan tuntutan hidup.(jpg)