Sloter mesti memahami dampak permainan judi slot online. Selain bikin kantong kering, juga bisa menjadi pemicu rumah tangga rungkad atau hancur. Hal ini terlihat dari fenomena yang terjadi di Banjarbaru. Dari ratusan perceraian di kota ini, ada sebagian yang diakibatkan oleh pertengkaran akibat judi online.
“Itu terungkap dalam alasan perceraian di persidangan pada tahun ini, ada yang cerai akibat maraknya judi online,” kata Hakim Pengadilan Agama (PA) Banjarbaru, Martina Purna Nisa, dilansir dari kalsel.prokal.co, Senin (2/10).
Ia mengungkapkan, penyebab perceraian tertinggi di PA Banjarbaru adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Hal itu dilatarbelakangi berbagai pemicu seperti ekonomi, KDRT, orang ketiga atau perselingkuhan dan lain sebagainya.
Nisa menegaskan, salah satu pasangan yang kecanduan judi online juga menjadi salah satu faktor pemicu perselisihan dan pertengkaran terus menerus. “Demikian pula dengan pinjaman online (pinjol) juga didapati dalam alasan perceraian tahun ini,” ungkapnya.
Namun sayang, saat ditanya jumlah perkara perceraian akibat judi online, Nisa mengaku tidak bisa menyebutkan berapa persentasenya. “Tidak bisa terdata secara rinci, karena hakimnya beda-beda,” ujarnya.
Meski demikian, ia memastikan bahwa perceraian diakibatkan oleh judi online memang ada dan diakui oleh pasangan yang mengajukan cerai ke PA Banjarbaru.
Sebab berdasarkan hasil sejumlah sidang yang Nisa pimpin, penyebab perceraian akibat judi ini dikarenakan terjadinya keterpurukan ekonomi. “Misal stres karena pengangguran, sehingga mencoba peruntungan instan melalui judi dan akhirnya ketagihan. Tapi tetap tidak menghasilkan,” bebernya.
Kemudian, penyebab lain yang membuat pasangan terjerat judi online lantaran kemudahan akses untuk mendapatkan hal tersebut. “Iklannya ada di mana-mana dan sangat mudah ditemukan melalui media sosial,” ujarnya.
Lantas, apakah perceraian yang diajukan tersebut langsung dikabulkan? Nisa menekankan bahwa sikap PA selalu kembali fokus ke permasalahan perdata perceraian dan mengupayakan damai melalui prosedur beracara sebagaimana mestinya.
“Seperti mediasi, penasihatan di setiap sesi persidangan dan bila memungkinkan untuk damai diminta agar tidak mengulangi lagi melalui kesepakatan para pihak,” ujarnya. Meski begitu, tren kasus perceraian di Kota Banjarbaru dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Pasalnya, pada 2021 kasus perceraian yang masuk ke meja PA Banjarbaru sebanyak 532 kasus. 451 diantaranya akibat perselisihan dan pertengkaran.
Kemudian pada 2022 ada 604 kasus perceraian, 530 akibat perselisihan dan pertengkaran. Lalu hingga akhir September 2023 ini, jumlah perceraian di Kota Banjarbaru sudah 400 kasus. 376 di antaranya juga diakibatkan oleh perselisihan dan pertengkaran.(zkr/mr-159/ind)