Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang mencakup tiga klaster, di antaranya suap pengurusan jabatan, suap proyek pembangunan RSUD Ponorogo, dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Penetapan tersangka dilakukan usai KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Jumat (7/11).
Selain Sugiri, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma, dan pihak swasta Sucipto.
“KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11) dini hari.
Klaster pertama, berkaitan dengan adanya dugaan suap untuk mempertahankan jabatan Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM). Diduga, Yunus memberikan uang kepada Bupati Sugiri Sancoko (SUG) agar tidak diganti dari jabatannya.
Melalui koordinasi dengan Sekda Ponorogo Agus Pramono (AGP), Yunus menyerahkan uang secara bertahap. Penyerahan uang itu dilakukan pada Februari 2025, sejumlah Rp 400 juta diserahkan kepada Sugiri melalui ajudannya.
Selanjutnya, pada April–Agustus 2025 senilai Rp 325 juta diserahkan kepada Agus Pramono. Kemudian, pada November 2025 sejumlah Rp 500 juta kembali diberikan kepada Sugiri melalui kerabatnya, Ninik (NNK).
Total uang yang diberikan Yunus mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian Rp 900 juta untuk Sugiri dan Rp 325 juta untuk Agus Pramono.
Klaster Kedua berkaitan dengan dugaan suap proyek RSUD dr. Harjono Ponorogo tahun 2024 senilai Rp 14 miliar. Diduga, Sucipto (SC), pihak swasta rekanan RSUD, memberikan fee proyek 10 persen atau Rp 1,4 miliar kepada Yunus Mahatma.
Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Sugiri melalui Singgih (SGH), ajudan bupati, dan Ely Widodo (ELW), adik Sugiri.
Sementara klaster ketiga, Sugiri diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 300 juta selama periode 2023–2025. Penerimaan gratifikasi itu berkaitan jabatannya sebagai Bupati.
Adapun, rincian penerimaan itu yakni, Rp 225 juta dari Yunus Mahatma dan Rp 75 juta dari pihak swasta bernama Eko (EK) pada Oktober 2025.
Adapun, keempat tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Sucipto dan Yunus Mahatma, juga dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.(jpc)
