Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief
Budiman dicecar 10 pertanyaan saat menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Arief diberondong pertanyaan seputar informasi
tentang tersangka pemberi suap proses pergantian antarwaktu (PAW), Harun
Masiku.
Menurutnya, penyidik KPK menelisik ada atau
tidaknya hubungan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dengan Harun Masiku.
“Hari ini 10 pertanyaan. Lebih mendalami terkait apakah saya punya hubungan
dengan Wahyu, dan Harun Masiku,†kata Arief di Gedung Merah Putih KPK, Jalan
Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (28/2).
Kepada penyidik KPK, Arief menyatakan sama
sekali tidak pernah mengenal Harun Masiku. Kendati demikian, Arief mengaku
Harun Masiku pernah menjumpainya di gedung KPU.
Saat itu, Harun menyampaikan surat uji
materi terkait peratutan KPU soal penetapan anggota DPR terpilih. “Saya
jelaskan bahwa saya nggak kenal, tetapi dia pernah datang ke kantor, sampaikan
surat judicial review,†ucap Arief.
Arief menyampaikan, soal permohonan PAW, pihaknya
tetap berpegang teguh terhadap peraturan KPU. Sehingga, Harun Masiku tak bisa
menggantikan anggota DPR RI terpilih Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.
KPU berpandangan, yang pantas menggantikan
Nazaruddin Kiemas adalah Rezky Aprilia sebagai calon legislatif dari PDIP yang
memiliki suara terbanyak setelah Nazaruddin. Namun PDIP, berdasarkan fatwa MA,
tetap mengajukan Harun untuk menggantikan Nazaruddin.
“Saya sampaikan nggak bisa ditindaklannjuti
karena memang tidak sesuai dengan ketentuan UUD,†jelas Arief.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang
sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio
Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang
kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio
Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900
juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU
sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama
Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio
yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12
Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang
Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, Harun Masiku dan Saeful sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan melanggar pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau
b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)