26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Hari Anak Nasional, Polda Kalteng Ungkap Kasus Kekerasan Terhadap Anak

PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.CO – 23 Juli merupakan peringatan Hari
Anak Nasional (HAN). Namun tampaknya, belum semua anak di Tanah Air, termasuk
di Bumi Tambun Bungai betul-betul bisa menikmati indahnya masa anak-anak. Karena
sebagian dari mereka terpaksa harus menjalani kelamnya masa itu.

Hal tersebut setidaknya terlihat
dari kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak dan perempuan selama periode
Januari-Juli 2020 di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan dibanding periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Kasus-kasus itu baik merupakan tindak
kejahatan seksual hingga kekerasan.

Direktur Reserse Kriminal Umum
Polda Kalteng Kombes Pol Budi Hariyanto melalui Kasubdit IV Renakta AKBP H. Furqon
Budiman dan Panit 1 Renakta Ipda Fedrick Liano mengungkapkan, pada periode
Januari – Juli 2020, setidaknya ada 41 kasus melibatkan anak dan perempuan yang
ditangani Polda Kalteng dan jajaran.

“Hingga semester pertama 2020,
ada 41 kasus yang ditangani Ditreskrimum melalui Subdit IV Renakta dan polres
jajaran Polda Kalteng. Jumlah ini cenderung meningkat kalau dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya,” kata AKBP H. Furqon Budiman, Jumat (24/7).

Masih tingginya kasus kekerasan
yang melibatkan anak dan perempuan ini, sebut AKBP H Furqon Budiman, cukup
memprihatinkan. Terutama kasus kekerasan terhadap anak yang masih tergolong
tertinggi. “Kalau melihat data kasus kekerasan terhadap anak ini, rata-rata
adalah kekerasan seksual (persetubuhan), pencabulan hingga eksploitasi seksual.
Dan mirisnya, setiap bulan kasusnya selalu ada,” ujarnya.

Furqon juga menegaskan, dalam
menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, terutama kasus
kekerasan seksual maupun pencabulan, pihaknya selain melakukan tindakan tegas
terhadap pelaku, juga berupaya melakukan pendampingan serta rehabilitasi para
korban yang bekerja sama dengan instansi terkait lainnya.

Baca Juga :  Cegah Potensi Tindak Kejahatan, Satlantas Rutin Patroli Malam Hari

Ke-41 kasus tersebut, rinci Furqon,
terbagi dalam tiga kategori, yakni kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap
perempuan dan kasus anak berhadapan dengan hukum.

“Kasus paling banyak ditemukan adalah
kasus kekerasan terhadap anak ada 19 kasus, kekerasan terhadap perempuan 10
kasus dan anak berhadapan dengan hukum ada 12 kasus,” jelas dia.

Dari kasus-kasus yang ditangani
Subdit IV Renakta itu, lanjutnya, sebagian besar telah P21, dan lainnya masih dalam
penyidikan.

Panit 1 Subdit IV Renakta Ipda Fedric
Liano menambahkan, ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada terjadinya kasus
kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan yang cenderung masih tinggi. Salah
satunya, akibat dari kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua
kepada anak-anak mereka, terutama anak perempuan yang kerap kali menjadi korban
pencabulan.

Dia memperkirakan tingginya angka
kasus kekerasan seksual diduga juga karena pengaruh teknologi yang tanpa filter, sehingga memudahkan
seseorang mengakses konten pornografi. “Sebagai langkah antisipasi, kami terus
meningkatkan sosialisasi dan memperkuat pemahaman serta edukasi khususnya
kepada para orangtua agar meningkatkan pengawasan dan perhatian kepada
anak-anaknya,” sebut mantan Kapolsek Sanaman Mantikei itu.

Sementara itu, kasus terbaru yang
ditangani Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Kalteng pada bulan Juli 2020,
ada dua kasus kekerasan seksual dan pencabulan melibatkan anak dan perempuan.

Pertama adalah kasus kekerasan
seksual terhadap anak perempuan berusia 3,5 tahun dengan pelaku adalah kakak
tiri korban. Dan kedua, kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang
oknum ustaz terhadap sejumlah perempuan.

Baca Juga :  Lansia Ditemukan Tak Bernyawa di Blok Penjualan Babi Pasar Mini

Kedua kasus tersebut terjadi di
Kota Palangka Raya dan dua pelaku telah diamankan.

Sebelumnya, Ketua Komnas
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait saat berada di Palangka Raya, Rabu
(22/7) juga mengungkapkan, laporan kasus kekerasan terhadap anak meningkat
selama pandemi Covid-19, sebagian besar merupakan kekerasan seksual.

“Ironisnya pelaku kejahatan seksual
justru berada di rumah yang sama dengan anak, oleh orang-orang terdekat
korban,” kata Arist saat menghadiri rilis kasus kekerasan seksual terhadap anak
dan perempuan di Mapolda Kalteng.

Menurut Arist, meningkatnya
kekerasan pada anak di rumah bisa jadi dipicu oleh intensitas bertemunya anak
dengan orang-orang terdekat akibat pembatasan sosial selama pandemi.

Sayangnya, tidak semua rumah
adalah tempat yang aman bagi anak dan orang-orang dekat justru telah beberapa
kali terbukti menjadi pelaku kekerasan alih-alih melindungi anak.

Di sisi lain, kasus-kasus yang
mengemuka dia nilai belum menggambarkan fenomena sesungguhnya dari kekerasan
yang dialami anak-anak Indonesia.

Tidak seluruh kasus kekerasan
pada anak telah dilaporkan atau dideteksi karena sebagian besar terjadi di
rumah. “Ini seperti fenomena gunung es, hanya nampak yang muncul di permukaan.
Tetapi sebetulnya ada lebih banyak kasus yang terjadi,” kata dia.

Komnas PA meminta pemerintah
bekerja lebih keras memastikan bahwa anak-anak terlindungi dengan baik dan para
korban mendapat haknya untuk dipulihkan dan dilindungi secara hukum.

“Butuh peran masyarakat juga
supaya betul-betul semua menyadari bahwa kejahatan pada anak perlu ditempatkan
sebagai extraordinary crime,” lanjut
Arist.

PALANGKA RAYA, KALTENGPOS.CO – 23 Juli merupakan peringatan Hari
Anak Nasional (HAN). Namun tampaknya, belum semua anak di Tanah Air, termasuk
di Bumi Tambun Bungai betul-betul bisa menikmati indahnya masa anak-anak. Karena
sebagian dari mereka terpaksa harus menjalani kelamnya masa itu.

Hal tersebut setidaknya terlihat
dari kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak dan perempuan selama periode
Januari-Juli 2020 di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan dibanding periode
yang sama pada tahun sebelumnya. Kasus-kasus itu baik merupakan tindak
kejahatan seksual hingga kekerasan.

Direktur Reserse Kriminal Umum
Polda Kalteng Kombes Pol Budi Hariyanto melalui Kasubdit IV Renakta AKBP H. Furqon
Budiman dan Panit 1 Renakta Ipda Fedrick Liano mengungkapkan, pada periode
Januari – Juli 2020, setidaknya ada 41 kasus melibatkan anak dan perempuan yang
ditangani Polda Kalteng dan jajaran.

“Hingga semester pertama 2020,
ada 41 kasus yang ditangani Ditreskrimum melalui Subdit IV Renakta dan polres
jajaran Polda Kalteng. Jumlah ini cenderung meningkat kalau dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya,” kata AKBP H. Furqon Budiman, Jumat (24/7).

Masih tingginya kasus kekerasan
yang melibatkan anak dan perempuan ini, sebut AKBP H Furqon Budiman, cukup
memprihatinkan. Terutama kasus kekerasan terhadap anak yang masih tergolong
tertinggi. “Kalau melihat data kasus kekerasan terhadap anak ini, rata-rata
adalah kekerasan seksual (persetubuhan), pencabulan hingga eksploitasi seksual.
Dan mirisnya, setiap bulan kasusnya selalu ada,” ujarnya.

Furqon juga menegaskan, dalam
menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, terutama kasus
kekerasan seksual maupun pencabulan, pihaknya selain melakukan tindakan tegas
terhadap pelaku, juga berupaya melakukan pendampingan serta rehabilitasi para
korban yang bekerja sama dengan instansi terkait lainnya.

Baca Juga :  Cegah Potensi Tindak Kejahatan, Satlantas Rutin Patroli Malam Hari

Ke-41 kasus tersebut, rinci Furqon,
terbagi dalam tiga kategori, yakni kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap
perempuan dan kasus anak berhadapan dengan hukum.

“Kasus paling banyak ditemukan adalah
kasus kekerasan terhadap anak ada 19 kasus, kekerasan terhadap perempuan 10
kasus dan anak berhadapan dengan hukum ada 12 kasus,” jelas dia.

Dari kasus-kasus yang ditangani
Subdit IV Renakta itu, lanjutnya, sebagian besar telah P21, dan lainnya masih dalam
penyidikan.

Panit 1 Subdit IV Renakta Ipda Fedric
Liano menambahkan, ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada terjadinya kasus
kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan yang cenderung masih tinggi. Salah
satunya, akibat dari kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua
kepada anak-anak mereka, terutama anak perempuan yang kerap kali menjadi korban
pencabulan.

Dia memperkirakan tingginya angka
kasus kekerasan seksual diduga juga karena pengaruh teknologi yang tanpa filter, sehingga memudahkan
seseorang mengakses konten pornografi. “Sebagai langkah antisipasi, kami terus
meningkatkan sosialisasi dan memperkuat pemahaman serta edukasi khususnya
kepada para orangtua agar meningkatkan pengawasan dan perhatian kepada
anak-anaknya,” sebut mantan Kapolsek Sanaman Mantikei itu.

Sementara itu, kasus terbaru yang
ditangani Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Kalteng pada bulan Juli 2020,
ada dua kasus kekerasan seksual dan pencabulan melibatkan anak dan perempuan.

Pertama adalah kasus kekerasan
seksual terhadap anak perempuan berusia 3,5 tahun dengan pelaku adalah kakak
tiri korban. Dan kedua, kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang
oknum ustaz terhadap sejumlah perempuan.

Baca Juga :  Lansia Ditemukan Tak Bernyawa di Blok Penjualan Babi Pasar Mini

Kedua kasus tersebut terjadi di
Kota Palangka Raya dan dua pelaku telah diamankan.

Sebelumnya, Ketua Komnas
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait saat berada di Palangka Raya, Rabu
(22/7) juga mengungkapkan, laporan kasus kekerasan terhadap anak meningkat
selama pandemi Covid-19, sebagian besar merupakan kekerasan seksual.

“Ironisnya pelaku kejahatan seksual
justru berada di rumah yang sama dengan anak, oleh orang-orang terdekat
korban,” kata Arist saat menghadiri rilis kasus kekerasan seksual terhadap anak
dan perempuan di Mapolda Kalteng.

Menurut Arist, meningkatnya
kekerasan pada anak di rumah bisa jadi dipicu oleh intensitas bertemunya anak
dengan orang-orang terdekat akibat pembatasan sosial selama pandemi.

Sayangnya, tidak semua rumah
adalah tempat yang aman bagi anak dan orang-orang dekat justru telah beberapa
kali terbukti menjadi pelaku kekerasan alih-alih melindungi anak.

Di sisi lain, kasus-kasus yang
mengemuka dia nilai belum menggambarkan fenomena sesungguhnya dari kekerasan
yang dialami anak-anak Indonesia.

Tidak seluruh kasus kekerasan
pada anak telah dilaporkan atau dideteksi karena sebagian besar terjadi di
rumah. “Ini seperti fenomena gunung es, hanya nampak yang muncul di permukaan.
Tetapi sebetulnya ada lebih banyak kasus yang terjadi,” kata dia.

Komnas PA meminta pemerintah
bekerja lebih keras memastikan bahwa anak-anak terlindungi dengan baik dan para
korban mendapat haknya untuk dipulihkan dan dilindungi secara hukum.

“Butuh peran masyarakat juga
supaya betul-betul semua menyadari bahwa kejahatan pada anak perlu ditempatkan
sebagai extraordinary crime,” lanjut
Arist.

Terpopuler

Artikel Terbaru