Komisi III DPR RI angkat suara terkait keputusan Majelis Hakim
yang merampas aset First Travel untuk negara. Rencananya DPR akan meminta
penjelasan dari Mahkamah Agung (MA) ketika melakukan rapat kerja bersama.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, pertemuan
dengan MA diperkirakan baru terealisasi pada Januari 2020 mendatang. Sebab,
dalam waktu dekat ini anggota DPR akan menjalankan reses.
“Itu kan biasanya secara rutin ada rapat konsul (dengan MA), nah
nanti kita akan pertanyakan. Kenapa pilihannya adalah merampas aset untuk
negara,†kata Arsul di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
Arsul menyampaikan memahami keputusan hakim tersebut. Karena
memang ada pertimbangan kelompok korban yang menolak pelimpahan aset tersebut
karena dinilai terlalu kecil, atau tidak sebanding dengan jumlah korbannya.
“Tapi menurut hemat saya MA harus berani membuat terobosan.
Terobosan yang diperlukan adalah memang di dalam KUHP kita aset hasil kejahatan
boleh dirampas maka oke dirampas oleh negara, tapi untuk distribusi kan kepada
para korban,†imbuhnya.
Sekjen PPP itu menyampaikan, ketika aset tersebut diputuskan
didistribusikan kepada korban, maka kejaksaan sebagai eksekutor bisa meminta
bantuan atau rekomendasi dengan instansi terkait lainnya. Terlebih pada
tuntutan jaksa pun menyebutkan bahwa aset tersebut dikembalikan kepada korban.
“Dari sisi semangat keadilan sebetulnya tuntutan kejaksaan lebih
memenuhi rasa keadilan. Kalau dari sisi putusan, itu lebih kedepankan kepastian
hukum saja. Tapi sisi keadilan terabaikan,†pungkas Arsul.
Seperti diberitakan Radar Depok (Jawa Pos Group), Kepala
Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok, Yudi Triadi mengatakan, keputusan harta FT
menjadi hak Negara, bukan semata-mata tanpa pertimbangan yang matang. Kasus
tersebut tidak merugikan uang negara, tapi hasil keputusan majelis hakim sitaan
barang bukti untuk negara.
Menurutnya, kasus tersebut merupakan pencucian uang yang berasal
dari para korban jamaah First Travel. Uangnya, malah dibelanjakan barang mewah,
seperti mobil, motor dan lainya oleh bos First Travel. “Contohnya, uang dari
nasabah Rp1 miliar dibelanjakan bos First Travel. Nah, kalau nanti (barang)
dijual duitnya punya siapa?†kata dia bertanya.
Maka dari itu, kata kajari, majelis hakim mengeluarkan terobosan
berupa keputusan tersebut. “Dari pada ini uang jadi ribut dan konflik di
masyarakat, akhirnya diputuskan agar uang tersebut diambil negara,†tegas Yudi.(jpc)