PALANGKARAYA,
KALTENGPOS.CO– Sidang perkara pidana
korupsi proyek pekerjaan pembuatan sumur bor di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) Kalteng yang mendudukan mantan
pejabat PPK II sebagai terdakwa Arianto kembali dilanjutkan. Sidang dengan
agenda mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu digelar
di Pengadilan Negeri Tipikor Palangka Raya, Kamis (3/9).
Pada persidangan kali
ini, ada tiga orang saksi yang dihadirkan JPU dri Kejaksaan Negeri (Kejari)
Palangka Raya. Ketiganya adalah Fahyuni Noor, Markuat dan Hairudin. Mereka
merupakan ketua kelompok dari Masyarakat Peduli Api (MPA) di Desa Bahaur Hilir,
Desa Talio Hulu dan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau.
Dalam kesaksiannya di
depan majelis hakim yang di pimpin ketua
majelis, Irfanul hakim, ketiganya sama sama mengakui mengetahui adanya kegiatan
pembangunan sumur bor di desa mereka pada tahun 2018 lalu. Sebagian di antara
para saksi ini bahkan mengakui MPA yang mereka pimpin ikut terlibat mengerjakan
pembuatan sumur bor tersebut.
Seperti kesaksian
Hairudin yang merupakan Ketua MPA Desa
Jabiren mengatakan, kelompok MPA yang
dipimpinnya ikut mengerjakan proyek
pembuatan sumur bor sebanyak 50 titik di tahun 2018 tersebut.
“Bapak tahunya dari
mana pekerjaan pembuatan sumur bor ini,dapat dari mana,” tanya jaksa Imran
Adigunakepada Hairudin.
“Dari Dinas Lingkungan
Hidup,†kata Saksi Hairudin menjawab pertanyaan jaksa.
“Jadi bapak tahunya
dari dinas lingkungan hidup,” tegas Imran mengulang jawaban Hairudin yang
di jawab dengan anggukan oleh ketua MPA desa jabiren ini.
Sementara Fahyuni Noor
Ketua MPA Desa Bahaur Hilir, juga
mengaku ditawari pekerjaan
pembuatan sumur bor sebanyak 50 titik. Adapun upah untuk pembuatan untuk satu
titik sumur bor yang ditawarkan kepada mereka sebesar satu juta rupiah per titik sumur bor. Namun
di karenakan faktor kedalaman gambut yang cukup tebal di daerah tersebut,
sehingga pihak MPA beranggapan upah
tersebut belum mencukupi hingga tawaran Pekerjaan tersebut mereka tolak.
Akhirnya pembuatan sumur bor sebanyak 50 titik di Desa Bahaur Hilir dilakukan oleh pihak ketiga ,atas nama MPA
Bahaur Hilir dalam dokumen
administrasinya.
Sementara Markuat
Ketua MPA Talio Hilir dalam
keterangannya mengatakan bahwa pembangunan sumur bor di desa talio sebanyak 50
titik mulanya sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak ketiga.
“Tetapi karena tidak
selesai sepenuhnya , sedangkan waktu batas untuk penyelesaian sumur bor sudah
mepet masyarakat baru diajak ikut serta dalam kegiatan pembangunan sumur bor
itu.†Kata Markuat yang juga kepala Desa ( kades) di Desa Talio Hilir tersebut.
Jika pada sidang
sebelumnya, para ketua MPA yang dihadirkan JPU sebagai saksi memunculkan nama
Wiwin sebagai pihak yang menawarkan proyek pekerjaan sumur bor tersebut kepada
pihak MPA. Maka berdasarkan fakta sidang kali ini, nama Agus Salim dan David di
sebut sebut oleh para saksi sebagai pihak yang menawarkan proyek pekerjaan
pembuatan sumur bor di tahun 2018 tersebut kepada mereka.
Khususnya terkait nama
David ini, para saksi mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak saja bertindak
sebagai pihak yang menawarkan pekerjaan, tetapi juga ikut melakukan pekerjaan
pembuatan sumur bor tersebut. Khususnya pembuatan sumur bor di Desa Bahaur
hilir dan Talio Hilir.
Dia juga disebut oleh
para saksi ini, berperan penuh
dalam menyiapkan seluruh dokumen proposal
proyek pekerjaan sumur bor di
desa mereka untuk di ajukan ke
pihak DLH provinsi Kalteng, laporan
laporan pekerjaan dan juga dalam
pembuatan kelengkapan dokumen
administrasi waktu pencairan dana proyek
tersebut.
“Termasuk waktu
pembuatan rekening atas nama MPA di Bank BRI, pak David ikut juga,” terang
saksi Fahyuni Noor yang dibenarkan oleh
kedua saksi lainnya.
Baik Fahyuni Noor,
Hairudin dan Markuat mengakui sendiri, mereka ikut menandatangani semua dokumen administrasi dan
laporan yang di siapkan oleh David ini. Walaupun kemudian di dalam sidang ini
ada diantaranya yang berkilah dan
mengaku tidak mengetahui dengan
pasti bahkan membaca lengkap isi
dari dokumen serta laporan yang di buat oleh David tersebut.
Sikap dari para ketua
MPA ini yang dengan sembarangan mau
membubuh tanda tangan mereka di atas dokumen proposal, laporan pekerjaan
bahkan rekening pencairan dana proyek
dana pembangunan sumur bor yang di sebut mereka dibuat oleh David ini,
dipersalahkan oleh penasihat hukum Terdakwa Arianto yakni Rahmadi G. Lentam.
“Kenapa ketua MPA mau menandatangani semua dokumen yang di buat
David itu? siapa yang seharusnya bertanggung jawab kalau sudah seperti
ini?” ucap Rahmadi.
Menurut Rahmadi ,
seharusnya para saksi ini juga harus diminta bertanggung jawaban atas tanda
tangan yang mereka bubuhkan di atas dokumen, dan laporan tersebut.
Ketua majelis hakim
Irfanul hakim juga sempat memberi teguran kepada para saksi atas perbuatan
mereka ini.
“Anda tahu gak arti
tanda tangan anda di dalam laporan
dokumen itu,itu arti nya anda membenarkan isi laporan di dadalam dokumen itu,â€
tegur hakim Irfanul ,kepada para saksi, sebelum dirinya menutup sidang Perkara
korupsi itu.
Rencananya sidang
perkara sumur bor ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis pekan depan dengan agenda masih mendengarkan
keterangan saksi dari JPU. Diketahui dalam agenda
sidang kali ini,JPU berencana menghadirkan empat orang saksi untuk di hadikan
di depan sidang pengadilan.
Namun satu orang saksi
atas nama Wiwin ,yang namanya di sebut sebut sebagai salah seorang pihak ketiga
yang menawarkan proyek pekerjaan pembuatan sumur Bor, ternyata tidak memenuhi
panggilan sidang.
Pihak Kejaksaan Negeri
Palangka Raya berencana akan mengirimkan kembali surat panggilan kedua kepada
Wiwin untuk hadir di persidangan
berikutnya.
“Kalau sampai panggilan berikut nya yang bersangkutan tetap tidak hadir , maka kita akan menempuh jalur
hukum,mungkin pemanggilan paksa atau langkah lainnya,” terang salah satu
anggota tim Penuntut Umum, Imran Adiguna usai sidang tersebut kepada wartawan.