26.1 C
Jakarta
Wednesday, April 2, 2025

Kasus Asusila Marak, Disdik Kotim Bentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Maraknya kasus asusila yang melibatkan pelajar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) membuat pemerintah daerah setempat bertindak.

Dinas Pendidikan (Disdik) Kotim mengambil langkah untuk menanggulangi maraknya kasus asusila dan kekerasan yang menimpa pelajar di wilayah ini. Pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di setiap satuan pendidikan menjadi salah satu upaya yang tengah dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi peserta didik.

Kepala Dinas Pendidikan Kotim, Muhammad Irfansyah, menjelaskan bahwa pembentukan TPPK ini sejalan dengan aturan yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Tim tersebut bertugas mencegah berbagai bentuk kekerasan di lingkungan sekolah, termasuk tindakan asusila yang kerap terjadi, baik secara fisik maupun verbal.

“Saat ini program TPPK sedang dalam tahap pembentukan. Setelah itu, anggota tim akan menjalani pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pencegahan kekerasan di sekolah,” ujarnya, Kamis (23/1).

Baca Juga :  Masih Banyak Produk Hukum DAD yang Kurang dan Perlu Dievaluasi

Ia menambahkan, untuk menangani kasus kekerasan yang sudah terjadi, diperlukan keterlibatan ahli seperti psikolog dan dokter. Sementara itu, upaya pencegahan dapat dilakukan oleh kepala sekolah dan guru dengan mengoptimalkan pengawasan, terutama pada situasi yang rawan seperti jam kosong dan saat siswa meninggalkan area sekolah.

“Kekerasan sering terjadi pada jam kosong atau saat pulang sekolah, khususnya dalam radius 500 meter di luar sekolah, karena pengawasan sudah berkurang. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan strategi pencegahan sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing,” jelasnya.

Irfansyah juga menegaskan pentingnya edukasi kepada siswa tentang batasan perilaku dan pemahaman mengenai organ tubuh yang harus dilindungi. Hal ini melibatkan peran aktif guru dan orang tua untuk memberikan pengertian sejak dini tentang keamanan pribadi.

Baca Juga :  Jika Diperlukan, Penambahan Armada Dapat Dilakukan untuk Memenuhi Kuota Pemudik

“Anak-anak harus diberikan pemahaman tentang bagian tubuh mereka, agar mereka tahu batasan mana saja yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh orang lain. Pemahaman ini penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan para guru untuk berhati-hati dalam bersikap. Terutama saat menangani siswa yang sakit atau pingsan. Irfansyah menyarankan agar guru yang membantu siswa harus memiliki jenis kelamin yang sama untuk menghindari salah tafsir.

“Jika ada siswa perempuan yang pingsan, maka guru perempuan yang sebaiknya membantu. Meskipun niat kita baik, terkadang ada perbedaan interpretasi yang bisa muncul,” imbuhnya. (sli/ens/kpg)

SAMPIT, PROKALTENG.CO – Maraknya kasus asusila yang melibatkan pelajar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) membuat pemerintah daerah setempat bertindak.

Dinas Pendidikan (Disdik) Kotim mengambil langkah untuk menanggulangi maraknya kasus asusila dan kekerasan yang menimpa pelajar di wilayah ini. Pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di setiap satuan pendidikan menjadi salah satu upaya yang tengah dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi peserta didik.

Kepala Dinas Pendidikan Kotim, Muhammad Irfansyah, menjelaskan bahwa pembentukan TPPK ini sejalan dengan aturan yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Tim tersebut bertugas mencegah berbagai bentuk kekerasan di lingkungan sekolah, termasuk tindakan asusila yang kerap terjadi, baik secara fisik maupun verbal.

“Saat ini program TPPK sedang dalam tahap pembentukan. Setelah itu, anggota tim akan menjalani pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pencegahan kekerasan di sekolah,” ujarnya, Kamis (23/1).

Baca Juga :  Masih Banyak Produk Hukum DAD yang Kurang dan Perlu Dievaluasi

Ia menambahkan, untuk menangani kasus kekerasan yang sudah terjadi, diperlukan keterlibatan ahli seperti psikolog dan dokter. Sementara itu, upaya pencegahan dapat dilakukan oleh kepala sekolah dan guru dengan mengoptimalkan pengawasan, terutama pada situasi yang rawan seperti jam kosong dan saat siswa meninggalkan area sekolah.

“Kekerasan sering terjadi pada jam kosong atau saat pulang sekolah, khususnya dalam radius 500 meter di luar sekolah, karena pengawasan sudah berkurang. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan strategi pencegahan sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing,” jelasnya.

Irfansyah juga menegaskan pentingnya edukasi kepada siswa tentang batasan perilaku dan pemahaman mengenai organ tubuh yang harus dilindungi. Hal ini melibatkan peran aktif guru dan orang tua untuk memberikan pengertian sejak dini tentang keamanan pribadi.

Baca Juga :  Jika Diperlukan, Penambahan Armada Dapat Dilakukan untuk Memenuhi Kuota Pemudik

“Anak-anak harus diberikan pemahaman tentang bagian tubuh mereka, agar mereka tahu batasan mana saja yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh orang lain. Pemahaman ini penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan para guru untuk berhati-hati dalam bersikap. Terutama saat menangani siswa yang sakit atau pingsan. Irfansyah menyarankan agar guru yang membantu siswa harus memiliki jenis kelamin yang sama untuk menghindari salah tafsir.

“Jika ada siswa perempuan yang pingsan, maka guru perempuan yang sebaiknya membantu. Meskipun niat kita baik, terkadang ada perbedaan interpretasi yang bisa muncul,” imbuhnya. (sli/ens/kpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru