DI ZAMAN ketika korupsi dianggap sekadar ‘kesalahan teknis’, dan integritas dianggap keterampilan langka, hari ini saya bersyukur menjadi saksi sesuatu yang begitu berharga tentang seorang kolega, Novel Baswedan, menerima UMY Award 2025 sebagai Tokoh Inspiratif Anti-Korupsi. Di dunia yang makin bising oleh kepura-puraan, suara kebaikan itu ternyata sayup-sayup masih bisa terdengar.
Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada UMY Yogyakarta. Terima kasih karena masih mau mengingat di saat banyak pihak pura-pura lupa bahwa ada tokoh-tokoh seperti Novel yang tetap memilih berdiri melawan korupsi, bahkan ketika negara yang seharusnya melindunginya justru tampak tidak serius memberantasnya. Di tengah gemuruh tepuk tangan palsu untuk para juara dunia basa-basi, UMY memilih memberikan penghormatan untuk perjuangan sejati. Itu langkah yang tidak kecil.
Dalam forum itu, bahkan NB begitu kami memanggilnya menyampaikan dengan getir namun penuh harap bahwa di luar sana masih banyak pejuang anti-korupsi dan HAM yang berjuang dalam sunyi, tanpa panggung, tanpa publikasi, bahkan sering tanpa perlindungan. Semoga penghargaan ini menjadi jendela agar mereka juga kelak mendapatkan perhatian, dukungan, dan rasa hormat yang layak.
NB juga berbicara soal kepedulian. Sebuah sikap sederhana yang entah sejak kapan menjadi barang mewah. Banyak orang hari ini, bahkan yang gelarnya panjang melebihi nama keluarganya, tidak merasa ada masalah dengan ketidakadilan di sekitarnya. Padahal, mengenali masalah itu adalah anugerah. Karena hanya yang peduli yang mampu melihat luka, dan hanya yang melihat luka yang bisa merawat dunia ini.
Novel mengingatkan mungkin lebih kepada diri saya dan dirinya sendiri, bahwa kadang kepedulian membuat hidup lebih sulit. Kadang penuh risiko. Tapi sebagai muslim, kami meyakini: setiap kebaikan kembali untuk diri sendiri, Allah itu seperti prasangka hamba-Nya, dan tidak ada satu pun manusia yang bisa mendatangkan manfaat atau mudharat, kecuali dengan izin Allah. Karena itu, kita terus melangkah. Meski kecil. Meski sendiri. Meski dunia tampak tidak peduli.
Novel, dengan keteguhan hatinya, mengajarkan satu pelajaran penting bahwa, keberanian untuk tetap berintegritas jauh lebih berharga daripada seribu penghargaan kosong. Bahwa dalam dunia yang berlomba menjadi lupa, memilih untuk terus peduli adalah bentuk tertinggi dari keberanian.
Hari ini saya menangis dalam hati, bukan karena sedih, tapi karena haru. Bahwa di tengah reruntuhan harapan, masih ada yang mau berdiri, membawa cahaya kecil, dan menolak menyerah.
Semoga Allah menjaga langkahmu, Novel. Semoga kita semua yang masih tersisa sedikit rasa malu bisa belajar darimu untuk tidak sekadar hidup, tapi benar-benar hidup.
Sekali lagi terima kasih kepada UMY Yogyakarta yang masih mau membuka mata dan hati, untuk mengenang bahwa di negeri ini masih ada orang-orang yang bertahan, meski tanpa sorotan gemerlap. Melalui UMY Award 2025, kita semua diingatkan bahwa. perjuangan, meskipun sepi, tidak pernah sia-sia.
Novel bukan hanya menerima penghargaan hari ini. Ia menghadirkan kembali keyakinan kita, bahwa di antara gelombang ketidakpedulian, di antara arus kuat kompromi moral, masih ada manusia yang memilih jujur meski lebih sulit, memilih peduli meski lebih berisiko.
Semoga penghormatan ini bukan hanya selebrasi sesaat, melainkan menjadi undangan bagi kita semua untuk kembali mempercayai pentingnya kepedulian, kembali berani berjuang, dan kembali yakin bahwa setiap langkah kecil untuk menjaga integritas adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk dunia.
Novel, dengan keteguhannya, tidak hanya menerima penghargaan hari ini. Ia menghadirkan kembali pertanyaan penting untuk kita semua:
Apakah kita masih punya keberanian untuk peduli?
Apakah kita masih sanggup mempertahankan integritas, bahkan saat tidak ada seorang pun yang menyaksikan?
Novel menunjukkan kepada kita bahwa keberanian sejati bukan soal banyaknya pujian yang diterima. Bukan soal berapa banyak orang yang mengelilingi kita. Tetapi tentang kemampuan untuk tetap berbuat baik, tetap memegang prinsip, tetap menjaga integritas, bahkan ketika rasanya seluruh dunia sedang berjalan ke arah yang berlawanan.
Semoga kita belajar. Semoga kita sadar. Bahwa di tengah dunia yang kian nyaman dengan kompromi moral, memilih jalan lurus bukan hanya mungkin, tetapi niscaya. Bahwa dalam gelapnya malam zaman ini, satu cahaya kecil jauh lebih berarti daripada ribuan lilin palsu.
Dan semoga, seperti Novel, kita semua dengan segala keterbatasan dan kekurangan tetap berusaha menjadi bagian dari mereka yang bertahan.
Tahniah Mas, untuk konsistensinya. Terus Bergerak!
*) Nanang Farid Syam, Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK