33.4 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Varian Delta dan Anak-Anak Kita

PENINGKATAN kasus Covid-19 sepanjang Juni 2021 tidak terlepas dari merebaknya varian Delta di tanah air. Bukti sekuens genetik dari UGM dan ITD Unair mempertegas akan hal ini. Sebagian besar virus yang diperoleh dari penderita yang berasal dari Pulau Madura, misalnya, jelas berupa varian Delta.

Varian ini diidentifikasi kali pertama di India saat peningkatan kasus besar-besaran beberapa waktu lalu. Dibandingkan pendahulunya, varian Delta mampu menyebar lebih cepat. Kenaikan kasus di India, Indonesia, dan sebagian besar negara lain di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Eropa Barat, adalah bukti yang sangat nyata.

Pada saat varian Delta merajalela, dijumpai pula peningkatan signifikan penderita usia anak atau di bawah 18 tahun. Laporan senada ternyata datang dari berbagai kota besar di Jawa yang menjadi episenter gelombang di bulan Juni 2021. Seharusnya proporsi penderita anak relatif kecil dan cenderung tidak berat.

Situasi menjadi lebih menggemparkan karena dalam waktu yang sama UI merilis pada jurnal kedokteran internasional temuan di RS mereka yang menunjukkan kematian penderita anak yang tinggi. Tak heran kemudian muncul pernyataan bahwa penderita anak di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Tentu saja kematian penderita anak di Indonesia juga diklaim sebagai yang terbanyak di dunia. Angka penderita anak yang diumumkan secara resmi di tanah air sebenarnya sekitar 12 persen. Ada beberapa negara yang mempunyai proporsi setingkat, namun secara umum proporsi tersebut biasanya di bawah 5 persen.

Sebenarnya, sejauh ini bukti yang didapat para ahli hanya memastikan bahwa varian Delta mampu menyebar lebih cepat. Virus ini membuat ikatan dengan sel lebih efisien. Penelusuran melalui rekaman CCTV di Sydney menunjukkan bahwa transmisi virus sudah bisa terjadi hanya dari kontak selama beberapa detik pada jarak sekitar setengah meter saja. Penularan menjadi begitu mudah dan terbukti sekuens genetik virus di orang yang berbeda ternyata identik.

Baca Juga :  Bandara: Konektivitas Memperkuat Bangsa

Para ahli belum dapat memastikan apakah virus ini lebih mematikan. Yang banyak terjadi di negara kita dan India adalah peningkatan tajam kasus yang membuat pelayanan kesehatan sangat direpotkan. Sebagian pasien tidak bisa ditangani dengan baik dan mungkin harus berakhir dengan kematian. Saat pasien sedang sangat tinggi, dokter dan tenaga kesehatan lain wajib membuat prioritas pasien mana yang akan diselamatkan. Dengan sendirinya jumlah kematian akan menjadi lebih tinggi pula.

Para ahli juga belum berani memastikan apakah varian Delta lebih menyukai menyerang anak. Yang terjadi di seluruh dunia adalah peningkatan jumlah kasus, termasuk pada kelompok usia muda. Secara absolut, jumlah kelompok anak yang sakit menjadi sangat besar. Karena di negara maju pada umumnya sudah banyak kelompok usia lebih tua yang menerima vaksin, sangat wajar bila kelompok yang banyak terserang adalah mereka yang berusia lebih di bawah yang memang belum merupakan sasaran vaksinasi saat ini.

Alasan lainnya adalah sebagian besar negara maju sudah pula memulai kegiatan sekolah. Pengumpulan orang dalam jumlah besar, termasuk di sarana pendidikan, sangat berpotensi menaikkan jumlah kasus dengan cepat. Di Inggris, setelah situasi yang relatif tenang sejak Maret, saat sekolah kembali dibuka, minggu ini mereka menyaksikan peningkatan signifikan jumlah kasus di kalangan usia sekolah, terutama di tingkat SMP dan SMA.

Sementara itu, tingginya kematian anak di Indonesia dapat dijelaskan dari tingkat kesehatan anak yang sebelum dan selama pandemi memang relatif di bawah tingkat kesehatan anak di negara maju. Banyak anak di Indonesia yang mempunyai penyakit, baik berupa infeksi, kelainan bawaan, maupun penyakit lainnya. Hampir semua anak yang tertular Covid-19 dan meninggal adalah mereka yang berasal dari kelompok ini.

Anak sehat yang hanya terinfeksi virus SARS-CoV-2, sama dengan di negara lain, lebih banyak yang bisa diselamatkan. Bagi anak berpenyakit TB atau bergizi buruk, infeksi tambahan Covid-19 bisa sangat mematikan.

Baca Juga :  Diet Karbon dan Paradigma Baru Pangan Masa Depan

Sekalipun varian Delta tidak secara langsung memilih pasien anak, ide untuk membuka sekolah yang seharusnya dilakukan di tanah air di bulan Juli 2021 sangat pantas ditunda. WHO sudah memberikan beberapa kriteria sebelum sekolah bisa dimulai kembali, antara lain berwujud angka kejadian sakit secara umum, tingkat penularan, jumlah tes yang dilakukan, serta kemampuan penelusuran kontak. Hal ini untuk meminimalkan risiko anak tertular. Pernyataan resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia mengacu pada maklumat WHO tersebut.

Satu lagi yang juga penting adalah status imunisasi seluruh orang dewasa di sekolah yang bersangkutan. Para ahli menilai kemampuan anak menularkan penyakit Covid-19 tidaklah sebesar peran orang yang lebih tua. Sangat wajar bila para calon penular inilah yang divaksin. Tentu hingga akhir Juni 2021, di Indonesia belum ada juga vaksin yang bisa dipakai untuk anak dan diterima secara internasional.

Di bulan Juli ini, kita akan memperingati Hari Anak Nasional. Kiranya pantas bahwa kita memberikan perlindungan ekstra bagi anak selama pandemi. Kita wajib menghindarkan mereka dari segala mara bahaya yang siap menerkam. Merekalah penerus dan masa depan bangsa.

Sebagaimana gelombang sebelumnya, di sebuah lokasi, peningkatan kasus hanya akan terjadi 1–3 bulan dan kemudian menurun kembali. Jika suasana sudah relatif tenang, apalagi jika diiringi gerakan imunisasi massal yang menarget 1–2 juta orang per hari seperti di Amerika Serikat, wacana memulai kegiatan sekolah secara offline pantas diangkat kembali. Perubahan rencana di tengah situasi pandemi jelas tidak dapat dihindari dan akan sering dihadapi. Justru di situlah ujian bagi kita yang sebenarnya. (*)

 

Dominicus Husada, Anggota tim vaksin Covid-19 Universitas Airlangga, konsultan infeksi anak FK Unair/RSUD dr Soetomo Surabaya

PENINGKATAN kasus Covid-19 sepanjang Juni 2021 tidak terlepas dari merebaknya varian Delta di tanah air. Bukti sekuens genetik dari UGM dan ITD Unair mempertegas akan hal ini. Sebagian besar virus yang diperoleh dari penderita yang berasal dari Pulau Madura, misalnya, jelas berupa varian Delta.

Varian ini diidentifikasi kali pertama di India saat peningkatan kasus besar-besaran beberapa waktu lalu. Dibandingkan pendahulunya, varian Delta mampu menyebar lebih cepat. Kenaikan kasus di India, Indonesia, dan sebagian besar negara lain di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Eropa Barat, adalah bukti yang sangat nyata.

Pada saat varian Delta merajalela, dijumpai pula peningkatan signifikan penderita usia anak atau di bawah 18 tahun. Laporan senada ternyata datang dari berbagai kota besar di Jawa yang menjadi episenter gelombang di bulan Juni 2021. Seharusnya proporsi penderita anak relatif kecil dan cenderung tidak berat.

Situasi menjadi lebih menggemparkan karena dalam waktu yang sama UI merilis pada jurnal kedokteran internasional temuan di RS mereka yang menunjukkan kematian penderita anak yang tinggi. Tak heran kemudian muncul pernyataan bahwa penderita anak di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Tentu saja kematian penderita anak di Indonesia juga diklaim sebagai yang terbanyak di dunia. Angka penderita anak yang diumumkan secara resmi di tanah air sebenarnya sekitar 12 persen. Ada beberapa negara yang mempunyai proporsi setingkat, namun secara umum proporsi tersebut biasanya di bawah 5 persen.

Sebenarnya, sejauh ini bukti yang didapat para ahli hanya memastikan bahwa varian Delta mampu menyebar lebih cepat. Virus ini membuat ikatan dengan sel lebih efisien. Penelusuran melalui rekaman CCTV di Sydney menunjukkan bahwa transmisi virus sudah bisa terjadi hanya dari kontak selama beberapa detik pada jarak sekitar setengah meter saja. Penularan menjadi begitu mudah dan terbukti sekuens genetik virus di orang yang berbeda ternyata identik.

Baca Juga :  Bandara: Konektivitas Memperkuat Bangsa

Para ahli belum dapat memastikan apakah virus ini lebih mematikan. Yang banyak terjadi di negara kita dan India adalah peningkatan tajam kasus yang membuat pelayanan kesehatan sangat direpotkan. Sebagian pasien tidak bisa ditangani dengan baik dan mungkin harus berakhir dengan kematian. Saat pasien sedang sangat tinggi, dokter dan tenaga kesehatan lain wajib membuat prioritas pasien mana yang akan diselamatkan. Dengan sendirinya jumlah kematian akan menjadi lebih tinggi pula.

Para ahli juga belum berani memastikan apakah varian Delta lebih menyukai menyerang anak. Yang terjadi di seluruh dunia adalah peningkatan jumlah kasus, termasuk pada kelompok usia muda. Secara absolut, jumlah kelompok anak yang sakit menjadi sangat besar. Karena di negara maju pada umumnya sudah banyak kelompok usia lebih tua yang menerima vaksin, sangat wajar bila kelompok yang banyak terserang adalah mereka yang berusia lebih di bawah yang memang belum merupakan sasaran vaksinasi saat ini.

Alasan lainnya adalah sebagian besar negara maju sudah pula memulai kegiatan sekolah. Pengumpulan orang dalam jumlah besar, termasuk di sarana pendidikan, sangat berpotensi menaikkan jumlah kasus dengan cepat. Di Inggris, setelah situasi yang relatif tenang sejak Maret, saat sekolah kembali dibuka, minggu ini mereka menyaksikan peningkatan signifikan jumlah kasus di kalangan usia sekolah, terutama di tingkat SMP dan SMA.

Sementara itu, tingginya kematian anak di Indonesia dapat dijelaskan dari tingkat kesehatan anak yang sebelum dan selama pandemi memang relatif di bawah tingkat kesehatan anak di negara maju. Banyak anak di Indonesia yang mempunyai penyakit, baik berupa infeksi, kelainan bawaan, maupun penyakit lainnya. Hampir semua anak yang tertular Covid-19 dan meninggal adalah mereka yang berasal dari kelompok ini.

Anak sehat yang hanya terinfeksi virus SARS-CoV-2, sama dengan di negara lain, lebih banyak yang bisa diselamatkan. Bagi anak berpenyakit TB atau bergizi buruk, infeksi tambahan Covid-19 bisa sangat mematikan.

Baca Juga :  Diet Karbon dan Paradigma Baru Pangan Masa Depan

Sekalipun varian Delta tidak secara langsung memilih pasien anak, ide untuk membuka sekolah yang seharusnya dilakukan di tanah air di bulan Juli 2021 sangat pantas ditunda. WHO sudah memberikan beberapa kriteria sebelum sekolah bisa dimulai kembali, antara lain berwujud angka kejadian sakit secara umum, tingkat penularan, jumlah tes yang dilakukan, serta kemampuan penelusuran kontak. Hal ini untuk meminimalkan risiko anak tertular. Pernyataan resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia mengacu pada maklumat WHO tersebut.

Satu lagi yang juga penting adalah status imunisasi seluruh orang dewasa di sekolah yang bersangkutan. Para ahli menilai kemampuan anak menularkan penyakit Covid-19 tidaklah sebesar peran orang yang lebih tua. Sangat wajar bila para calon penular inilah yang divaksin. Tentu hingga akhir Juni 2021, di Indonesia belum ada juga vaksin yang bisa dipakai untuk anak dan diterima secara internasional.

Di bulan Juli ini, kita akan memperingati Hari Anak Nasional. Kiranya pantas bahwa kita memberikan perlindungan ekstra bagi anak selama pandemi. Kita wajib menghindarkan mereka dari segala mara bahaya yang siap menerkam. Merekalah penerus dan masa depan bangsa.

Sebagaimana gelombang sebelumnya, di sebuah lokasi, peningkatan kasus hanya akan terjadi 1–3 bulan dan kemudian menurun kembali. Jika suasana sudah relatif tenang, apalagi jika diiringi gerakan imunisasi massal yang menarget 1–2 juta orang per hari seperti di Amerika Serikat, wacana memulai kegiatan sekolah secara offline pantas diangkat kembali. Perubahan rencana di tengah situasi pandemi jelas tidak dapat dihindari dan akan sering dihadapi. Justru di situlah ujian bagi kita yang sebenarnya. (*)

 

Dominicus Husada, Anggota tim vaksin Covid-19 Universitas Airlangga, konsultan infeksi anak FK Unair/RSUD dr Soetomo Surabaya

Terpopuler

Artikel Terbaru