PROKALTENG.CO– Gregorius Ronald Tannur hanya tertunduk diam saat tim kejaksaan membawanya ke Kejati Jatim. Dia mengenakan rompi merah tahanan bernomor 56.
Dua tangannya terborgol. Tak ada lagi senyum kepuasan seperti saat dia divonis bebas oleh tiga hakim PN Surabaya pada 24 Juli 2024.
Tim jaksa kemarin (27/10) membekuk Ronald Tannur di rumahnya di perumahan elite kawasan Surabaya Timur. Pria 32 tahun itu dieksekusi tanpa perlawanan ketika sedang bersantai di lantai 2 rumahnya. Terpidana kasus kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tersebut dijebloskan ke Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, untuk menjalani hukuman 5 tahun penjara sebagaimana putusan kasasi.
”Kami melaksanakan eksekusi setelah Kejaksaan Agung mengeluarkan rilis bahwa jaksa bisa mengeksekusi terpidana tanpa menunggu petikan putusan MA,” kata Kepala Kejati Jawa Timur Mia Amiati di kantornya kemarin.
Mia menambahkan, eksekusi itu berdasar putusan kasasi MA yang menyatakan Ronald terbukti bersalah melanggar pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan hingga menyebabkan kematian. Meski begitu, Mia mengaku kecewa terhadap putusan kasasi tersebut. Sebab, jaksa meyakini bahwa Ronald terbukti membunuh Dini, bukan hanya menganiaya. Keyakinan jaksa itu telah dituangkan dalam tuntutan yang menyatakan Ronald terbukti melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Ketika itu, jaksa menuntut Ronald pidana 12 tahun penjara.
Dia melanjutkan, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan kasasi. Itu dilakukan jika jaksa memiliki novum atau bukti baru yang sebelumnya tidak pernah diajukan dalam persidangan. ”Alat bukti yang kami miliki, mulai CCTV hingga semua petunjuk, sudah kami ungkap dan tuangkan dalam tuntutan,” tuturnya.
Majelis hakim MA yang memutus kasasi Ronald juga terindikasi menerima suap. Itu diketahui setelah Kejaksaan Agung menangkap Zarof Ricar, makelar kasus yang diduga diperintah Lisa Rachmat, pengacara Ronald, untuk menyuap majelis hakim MA.
Mia mengatakan, apabila hasil penyidikan Kejaksaan Agung membuktikan majelis hakim kasasi menerima suap saat memutus perkara Ronald, bukti itu bisa dijadikan novum untuk mengajukan PK. ”Kami akan minta petunjuk pimpinan. Kami harus punya alat bukti yang jelas dan meyakinkan majelis pada tingkat PK,” katanya.
Dari Jakarta, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar membenarkan soal Ronald Tannur yang diamankan kemarin. Anak politikus Edward Tannur tersebut dijemput pukul 14.40 WIB.
”Langkah itu sebagai pelaksanaan putusan Mahkamah Agung,” terangnya.
Mengenai perkembangan kasus mantan pejabat MA Zarof Ricar, Harli mengatakan bahwa pihaknya masih terus mengumpulkan bukti. Keterangan para saksi akan didalami Kejagung. Disinggung soal apakah bakal memanggil beberapa hakim, Harli tak menjawab pasti. ”Soal kapan dan siapa-siapa saksinya, penyidik yang lebih paham,” katanya.
Zarof diketahui mempunyai kekayaan fantastis. Setidaknya, itu terlihat dari sitaan yang dibawa tim penyidik Kejagung. Dia menyimpan uang hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di rumahnya. Angka itu berbanding terbalik dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) miliknya yang disampaikan pada Maret 2022 atau sebelum dirinya pensiun. Saat itu, harta Zarof tercatat ”hanya” Rp 51,4 miliar.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Kejagung dalam perkara Zarof. Itu juga sekaligus menjadi tamparan bagi MA terkait kondisi hakim di Indonesia.
”Kami berharap di bawah MA yang baru ini, integritas peradilan, dalam hal ini hakim, bisa ditegakkan,” katanya.
Terkait dengan kasus Zarof, Kurnia meminta Kejagung segera mengusut potensi lain tak sekadar suap. Namun, juga ada gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus itu perlu pendalaman oleh Kejagung. Sebab, yang bersangkutan tidak mungkin menjadi aktor tunggal.
Pada bagian lain, kuasa hukum Zarof Ricar, Handika Honggowongso, menyatakan bahwa pihaknya sedang menyusun upaya pembelaan. ”Kami sedang menyiapkan langkah-langkah pembelaan yang dimungkinkan oleh hukum untuk menangani perkara tersebut,” ujarnya.
Handika meminta semua pihak tak berspekulasi mengenai kliennya. Dia meminta asas praduga tak bersalah tetap dikedepankan. Sebab, saat ini berkembang isu negatif tentang rusaknya kredibilitas jajaran hakim agung di MA. (gas/elo/c7/oni/jpg)