PROKALTENG.CO – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan agar anak 12 tahun ke bawah tidak mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. IDAI juga merekomendasikan agar anak yang memiliki penyakit komorbid tidak mengikuti PTM.
Komorbid adalah penyakit penyerta. Komorbid adalah sebuah istilah dalam dunia kedokteran yang menggambarkan kondisi bahwa ada penyakit lain yang dialami selain dari penyakit utamanya.
“Di bawah satu tahun kita anggap komorbid karena 30 persen ini (anak) meninggal di bawah setahun,” ucap Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr dr Aman Pulungan SpA(K) saat berbincang dengan dokter spesialis penyakit dalam, dr RA Adaninggar SpPD yang disiarkan secara live, Minggu (26/9).
Prof Aman Pulungan membeberkan daftar penyakit komorbid anak yang wajib diwaspadai oleh orang tua, terutama di masa pandemi Covid-19.
Menurut Prof Aman, komorbid anak yakni TBC, obesitas, prematur, mal nutrisi, keganasan, kelainan bawaan, hipertensi, HIV, kelainan genetik, diabetes, penyakit ginjal, penyakit jantung, cerebral palsy, autoimun, dan anemia.
Prof Aman menyarankan kepada orang tua yang tidak tahu apa penyakit komorbid anaknya untuk bertanya kepada dokter.
“Jadi kalau ada anak kita (yang orang tuanya) tidak tahu ada komorbid atau tidak, tetapi sering kita bawa ke dokter, diskusikanlah ke dokter anaknya,” jelas Prof Aman.
Prof Aman mengaku melarang semua pasiennya yang memiliki komorbid, terutama autoimun dan hashimoto untuk tidak ikut PTM.
“Jangan ada orang yang menganggap bahwa IDAI menolak atau melarang tatap muka (PTM). Kami malah mendukung,” tegas Prof Aman.
Untuk mendukung pelaksanaan PTM terbatas, Prof Aman menyarankan agar segera dilakukan vaksinasi anak yang berusia di bawah 12 tahun.
“Kalau mau uji klinis, silahkan. Tapi harus sesegera mungkin dilakukan itu (vaksinasi anak),” jelasnya.
Menurut Prof Aman, angka kelahiran anak rata-rata 5 juta setiap tahun. Mereka ini nantinya pada 20-30 tahun mendatang, akan menjadi orang-orang penting yang menjalankan negara ini.
“Jadi, harus sesegera mungkin membuat mereka beraktivitas. Salah satu dengan PTM dulu. Dan bisa aktivitas-aktivitas lain,” ujar Prof Aman.
Dikatakan Aman, anak-anak memang tidak bisa hanya ada di rumah. Saatnya mereka harus keluar dari rumah.
“Saatnya mereka harus bersosialisasi, tapi tentu dengan ptotokol (kesehatan). Syaratnya bagaimana? Ya mereka juga harus diimunisasi,” tambahnya.
Syarat Masuk Mal dan Masuk Sekolah
Prof Aman heran mengapa syarat masuk mal sangat ketat, sedangkan syarat masuk sekolah sangat mudah.
“Kenapa ibu-ibu masuk ke mal harus diimunisasi? Kenapa anak masuk sekolah tidak wajib imunisasi?,” tanya Prof Aman.
Menurut Prof Aman, sebelum masa pandemi, calon siswa wajib mendapatkan surat keterangan sehat dari dokter. Namun sejak pandemi, syarat itu sudah tidak ada lagi.
“Itu aja saya bilang kenapa tahun aja baru semua orang sibuk minta surat keterangan sehat ke dokter anak atau ke dokter. Kenapa pada saat pademi ini, awal PTM, tidak ada yang minta surat keterangan itu,” kata Prof Aman.
Ia mengingatkan agar pelaksanaan PTM benar-benar diperhatikan dan diawasi secara ketat.
Prof Aman menegaskan screening atau penyaringan masuk sekolah harus ketat. Sekolah yang tidak layak tidak boleh melaksanakan PTM.
Selain sekolah, screening pada anak dan orang tua juga perlu dilakukan dengan cara 3T; Testing, Tracing dan Treatment.
Dalam proses screening anak sebelum masuk harusnya dokter anak berperan.
Dokter anak yang harus memeriksa anak untuk memastikan apakah dia punya komorbid dan apakah layak untuk ikut PTM.
Sebelum masuk (sekolah), anak harus mengisi format screening yang menyatakan bahwa dia tidak pernah keluar kota dan tidak ada orang kena Covid di rumahnya.
Selain itu, orang tua juga harus aktif memantau anaknya yang mengikuti PTM di sekolah.
Menurut Prof Aman, SOP PTM harus jelas. Jika ada anak sakit bagaimana mitigasinya, bagaimana alurnya? Kalau sakit dibawa ke mana? Tracingnya gimana? Ke mana orang tua membawa anaknya? Itu semua harus jelas.