25.1 C
Jakarta
Wednesday, May 14, 2025

Oposisi Tagih Janji Perampingan Birokrasi

Janji Presiden Joko
Widodo untuk menyederhanakan birokrasi dipertanyakan. Di tengah rencana
pemangkasan eselon, Jokowi malah menambah struktur di kementerian dengan
mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) untuk 11 kementerian.

Jumlah tersebut
meningkat dari sebelumnya yang hanya memiliki tiga Wamen. Yakni, wakil menteri
luar negeri, wakil menteri keuangan, dan wakil menteri ESDM. Terlebih, di
antara 12 Wamen yang diputuskan, dominasi dari kalangan elite partai politik
dan relawan cukup kuat. Yakni, 7 orang berbanding 5 orang yang berasal dari
kalangan profesional.

Pengamat politik
Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, sama dengan menteri,
wakil menteri juga jabatan politis. Posisinya kerap diisi untuk mengakomodasi
kepentingan politik. Ujang menilai Jokowi sengaja memperbanyak Wamen untuk
mewadahi kelompok yang tidak masuk kabinet. ”Jatah untuk partai kelas dua.
Makanya ada PSI, ada Perindo, relawan,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin
(25/10).

Dari segi urgensi,
lanjut dia, keberadaan Wamen relatif tidak terlalu penting. Sebab, menteri
sudah dibantu sekretariat jenderal dan Dirjen atau deputi. Namun, bagi
stabilitas pemerintahan, presiden berkepentingan mengakomodasi berbagai
kelompok dan representasi. ”Untuk rakyat nyaris tidak ada. Justru menambah
anggaran yang dikeluarkan. Tapi, bagi Jokowi, ini penting,” imbuhnya.

Pernyataan senada
disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Defny Holidin.
Menurut dia, keputusan presiden akan berpengaruh besar terhadap kecepatan
jalannya roda pemerintahan. ”Saya melihat justru penyelenggaraan pemerintah
akan tidak efektif,” ungkap dia. Apalagi, di antara 12 Wamen, lebih banyak yang
berasal dari parpol, relawan, serta profesional yang terafiliasi dengan parpol.
Fakta itu bertentangan dengan niat mereformasi birokrasi. ”Itu berarti
berlawanan dengan tujuan awal membangun reformasi birokrasi yang terlembagakan,
yang efisien, yang bisa mengoptimalkan fungsi kerja birokrasi,” terangnya.

Keputusan yang diambil
Jokowi, kata dia, memang mirip dengan langkah SBY ketika memulai era kedua
kepemimpinannya. Namun, Defny melihat corak yang tampak dari komposisi Wamen
era Jokowi jauh dari rasionalitas publik. ”Jadi, kita mungkin bisa menerima
posisi Wamen itu kalau memang ada keterbatasan kapasitas birokrasi,” imbuhnya.
Padahal, sudah ada pejabat-pejabat karir yang memiliki kompetensi memadai
seperti Dirjen dan deputi.

Hal lain yang kurang
positif adalah adanya Wamen yang dipasangkan dengan menteri dari parpol. Dia
khawatir nanti lebih banyak penetrasi politik ketimbang kerja nyata. Komposisi
menteri dan Wamen seperti itu, masih kata Defny, bertentangan dengan tujuan
reformasi birokrasi yang ingin mencegah terjadinya politisasi birokrasi.

Baca Juga :  PPATK Akan Telusuri Rekening Pengurus, Partai dan Peserta Pilkada 2020

Keputusan Presiden
Jokowi untuk mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) juga mendapat kritik dari kubu
oposisi, PAN dan PKS. Sekretaris Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan,
reformasi birokrasi yang dijanjikan oleh Jokowi sangat kontraproduktif dengan
banyaknya Wamen. Padahal, papar dia, dalam pidato pelantikan 20 Oktober lalu,
Jokowi menggebu-gebu akan menyederhanakan eselonisasi. Eselon III dan IV akan
dipangkas, menyisakan eselon I dan II. ”Awalnya, saya mengira itu terobosan
besar. Tapi, nyatanya, presiden sendiri yang mengangkat banyak wakil menteri,”
kata Saleh di kompleks parlemen, Senayan, kemarin (25/10).

Menurut dia, kondisi
itu bertentangan dengan janji presiden. Justru dengan banyaknya Wamen, ada
potensi tumpang-tindih kewenangan. Apalagi jika menteri memiliki hubungan yang
tidak harmonis dengan wakilnya. Ujung-ujungnya, menurut Saleh, efektivitas
kerja kabinet bisa terganggu. ”Belum lagi dari sisi anggaran. Nambah pejabat
kan artinya nambah anggaran untuk gaji, dana operasional, dan segala macam,”
paparnya.

Padahal, sambung dia,
DPR tidak menemukan nomenklatur anggaran khusus untuk Wamen di postur APBN
2020. ”Jadi, anggaran Wamen dari mana?” ucap dia.

Saleh menduga
pengangkatan 12 Wamen itu bentuk bagi-bagi jabatan. Jika melihat portofolio
wakil menteri, tutur dia, sebagian besar adalah pihak yang ikut membantu di
Pilpres 2019. Mulai tim sukses hingga fungsionaris parpol pendukung
Jokowi-Ma’ruf.

Pernyataan senada
ditegaskan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Dia mengatakan, keberadaan 12
Wamen tidak sejalan dengan cita-cita membangun birokrasi ramping. ”Reformasi
birokrasi itu, prinsipnya, miskin struktur tapi kaya fungsi,” ucap dia. Dia
menambahkan, presiden harus hati-hati dengan keberadaan Wamen. Menurut dia,
selain tidak sesuai dengan reformasi birokrasi, keberadaan Wamen berpeluang
mengganggu harmoni di lingkaran kabinet. ”Hati-hati lho. Itu bisa menciptakan
dua matahari kembar dalam satu kementerian,” imbuh Mardani.

Peneliti LIPI Siti
Zuhro mengungkapkan, pengangkatan Wamen adalah bentuk politik akomodatif. Bukan
lagi karena faktor kebutuhan, tapi lebih kepada upaya menampung orang-orang
yang berjasa dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Dia menduga Jokowi menemui
kerumitan saat penyusunan kabinet. ”Pak Jokowi berada dalam posisi yang
serbadilematis,” papar Siti Zuhro.

Di sisi lain, lanjut
dia, Jokowi ingin tancap gas dengan upaya membentuk kabinet yang mumpuni.
Namun, di bagian lain, dia direpotkan untuk mengakomodasi kekuatan-kekuatan
tertentu. Mulai parpol pendukung hingga tim sukses selama Pilpres 2019.

Baca Juga :  130.383 Narapidana Dapat Remisi Kemerdekaan Indonesia

Padahal, agar bisa
efektif, menurut Siti Zuhro, birokrasi seharusnya dibikin menjadi lebih
ringkas, lincah, dan tangkas. Tidak justru gemuk. Dia mengajak publik untuk
terus melihat performa kabinet di pemerintahan Jokowi jilid II. ”Minimal, kita
lihat satu tahun ke depan, apakah dengan Wamen kinerja menjadi lebih bagus atau
sebaliknya,” tandas guru besar ilmu politik itu.

Istana Membantah

Sementara itu, Juru
Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman membantah anggapan birokrasi akan
melambat. Sebaliknya, keberadaan Wamen akan membuat pekerjaan lebih
terakselerasi. ”Karena kan presiden pengen cepat kerjanya. Jadi harus dibantu
banyak orang,” ujarnya. Yang terpenting, lanjut dia, pembagian tugas untuk
Wamen harus jelas. Untuk Kementerian Pertahanan, misalnya, visi presiden adalah
mempercepat pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Visi tersebut akan
terbantu dengan adanya Wamen yang memiliki latar belakang industri. ”Keahlian
Pak Trenggono kan di korporasi, pembangunan industri. Jadi, beliau akan bantu
Pak Prabowo dalam industrialisasi pertahanan negara,” imbuhnya.

Hal lain yang ingin
dicapai dengan banyaknya Wamen adalah menambah representasi. Dengan demikian, kabinet
bisa terisi putra-putri terbaik Indonesia. ”Semua pulau besar terwakili ya
sudah ya. Jawa, Sumatera, Kalimantan kan ada putra dayak. Putra Papua sudah
ada, dari Sulawesi Utara iya. Jadi, semuanya sudah lengkap, selesai,” kata dia.

Tugas-Tugas Wamen

Sementara itu, sama
seperti pengumuman menteri Rabu, 23 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
memperkenalkan langsung para wakil menteri (Wamen) kemarin (25/10). Hanya, jika
menteri diperkenalkan di tangga halaman depan Istana Merdeka, pengenalan Wamen
digelar di undakan dalam istana yang ukurannya lebih kecil.

Sambil memperkenalkan,
Jokowi langsung memberi tugas. Kepada Wamenlu Mahendra Siregar, Jokowi meminta
fokus pada diplomasi ekonomi. Khususnya terkait perjanjian perdagangan
antarnegara dan investasi global. ”Misalnya Indonesia-Australia CEPA yang
belum, saya berikan target kepada Pak Wamenlu untuk diselesaikan,” ujarnya.

Untuk Wamenhan Wahyu
Sakti Trenggono, presiden meminta membantu Menhan Prabowo Subianto dalam hal
pengembangan industri strategis pertahanan. Kemudian, untuk Wamenparekraf
Angela Tanoesoedibjo, Jokowi meminta memperkuat promosi pariwisata. ”Pengusaha
yang berpengalaman di bidang media. Pinter dalam promosi-promosi,” kata dia.(jpg)

 

Janji Presiden Joko
Widodo untuk menyederhanakan birokrasi dipertanyakan. Di tengah rencana
pemangkasan eselon, Jokowi malah menambah struktur di kementerian dengan
mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) untuk 11 kementerian.

Jumlah tersebut
meningkat dari sebelumnya yang hanya memiliki tiga Wamen. Yakni, wakil menteri
luar negeri, wakil menteri keuangan, dan wakil menteri ESDM. Terlebih, di
antara 12 Wamen yang diputuskan, dominasi dari kalangan elite partai politik
dan relawan cukup kuat. Yakni, 7 orang berbanding 5 orang yang berasal dari
kalangan profesional.

Pengamat politik
Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, sama dengan menteri,
wakil menteri juga jabatan politis. Posisinya kerap diisi untuk mengakomodasi
kepentingan politik. Ujang menilai Jokowi sengaja memperbanyak Wamen untuk
mewadahi kelompok yang tidak masuk kabinet. ”Jatah untuk partai kelas dua.
Makanya ada PSI, ada Perindo, relawan,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin
(25/10).

Dari segi urgensi,
lanjut dia, keberadaan Wamen relatif tidak terlalu penting. Sebab, menteri
sudah dibantu sekretariat jenderal dan Dirjen atau deputi. Namun, bagi
stabilitas pemerintahan, presiden berkepentingan mengakomodasi berbagai
kelompok dan representasi. ”Untuk rakyat nyaris tidak ada. Justru menambah
anggaran yang dikeluarkan. Tapi, bagi Jokowi, ini penting,” imbuhnya.

Pernyataan senada
disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Defny Holidin.
Menurut dia, keputusan presiden akan berpengaruh besar terhadap kecepatan
jalannya roda pemerintahan. ”Saya melihat justru penyelenggaraan pemerintah
akan tidak efektif,” ungkap dia. Apalagi, di antara 12 Wamen, lebih banyak yang
berasal dari parpol, relawan, serta profesional yang terafiliasi dengan parpol.
Fakta itu bertentangan dengan niat mereformasi birokrasi. ”Itu berarti
berlawanan dengan tujuan awal membangun reformasi birokrasi yang terlembagakan,
yang efisien, yang bisa mengoptimalkan fungsi kerja birokrasi,” terangnya.

Keputusan yang diambil
Jokowi, kata dia, memang mirip dengan langkah SBY ketika memulai era kedua
kepemimpinannya. Namun, Defny melihat corak yang tampak dari komposisi Wamen
era Jokowi jauh dari rasionalitas publik. ”Jadi, kita mungkin bisa menerima
posisi Wamen itu kalau memang ada keterbatasan kapasitas birokrasi,” imbuhnya.
Padahal, sudah ada pejabat-pejabat karir yang memiliki kompetensi memadai
seperti Dirjen dan deputi.

Hal lain yang kurang
positif adalah adanya Wamen yang dipasangkan dengan menteri dari parpol. Dia
khawatir nanti lebih banyak penetrasi politik ketimbang kerja nyata. Komposisi
menteri dan Wamen seperti itu, masih kata Defny, bertentangan dengan tujuan
reformasi birokrasi yang ingin mencegah terjadinya politisasi birokrasi.

Baca Juga :  PPATK Akan Telusuri Rekening Pengurus, Partai dan Peserta Pilkada 2020

Keputusan Presiden
Jokowi untuk mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) juga mendapat kritik dari kubu
oposisi, PAN dan PKS. Sekretaris Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan,
reformasi birokrasi yang dijanjikan oleh Jokowi sangat kontraproduktif dengan
banyaknya Wamen. Padahal, papar dia, dalam pidato pelantikan 20 Oktober lalu,
Jokowi menggebu-gebu akan menyederhanakan eselonisasi. Eselon III dan IV akan
dipangkas, menyisakan eselon I dan II. ”Awalnya, saya mengira itu terobosan
besar. Tapi, nyatanya, presiden sendiri yang mengangkat banyak wakil menteri,”
kata Saleh di kompleks parlemen, Senayan, kemarin (25/10).

Menurut dia, kondisi
itu bertentangan dengan janji presiden. Justru dengan banyaknya Wamen, ada
potensi tumpang-tindih kewenangan. Apalagi jika menteri memiliki hubungan yang
tidak harmonis dengan wakilnya. Ujung-ujungnya, menurut Saleh, efektivitas
kerja kabinet bisa terganggu. ”Belum lagi dari sisi anggaran. Nambah pejabat
kan artinya nambah anggaran untuk gaji, dana operasional, dan segala macam,”
paparnya.

Padahal, sambung dia,
DPR tidak menemukan nomenklatur anggaran khusus untuk Wamen di postur APBN
2020. ”Jadi, anggaran Wamen dari mana?” ucap dia.

Saleh menduga
pengangkatan 12 Wamen itu bentuk bagi-bagi jabatan. Jika melihat portofolio
wakil menteri, tutur dia, sebagian besar adalah pihak yang ikut membantu di
Pilpres 2019. Mulai tim sukses hingga fungsionaris parpol pendukung
Jokowi-Ma’ruf.

Pernyataan senada
ditegaskan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Dia mengatakan, keberadaan 12
Wamen tidak sejalan dengan cita-cita membangun birokrasi ramping. ”Reformasi
birokrasi itu, prinsipnya, miskin struktur tapi kaya fungsi,” ucap dia. Dia
menambahkan, presiden harus hati-hati dengan keberadaan Wamen. Menurut dia,
selain tidak sesuai dengan reformasi birokrasi, keberadaan Wamen berpeluang
mengganggu harmoni di lingkaran kabinet. ”Hati-hati lho. Itu bisa menciptakan
dua matahari kembar dalam satu kementerian,” imbuh Mardani.

Peneliti LIPI Siti
Zuhro mengungkapkan, pengangkatan Wamen adalah bentuk politik akomodatif. Bukan
lagi karena faktor kebutuhan, tapi lebih kepada upaya menampung orang-orang
yang berjasa dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Dia menduga Jokowi menemui
kerumitan saat penyusunan kabinet. ”Pak Jokowi berada dalam posisi yang
serbadilematis,” papar Siti Zuhro.

Di sisi lain, lanjut
dia, Jokowi ingin tancap gas dengan upaya membentuk kabinet yang mumpuni.
Namun, di bagian lain, dia direpotkan untuk mengakomodasi kekuatan-kekuatan
tertentu. Mulai parpol pendukung hingga tim sukses selama Pilpres 2019.

Baca Juga :  130.383 Narapidana Dapat Remisi Kemerdekaan Indonesia

Padahal, agar bisa
efektif, menurut Siti Zuhro, birokrasi seharusnya dibikin menjadi lebih
ringkas, lincah, dan tangkas. Tidak justru gemuk. Dia mengajak publik untuk
terus melihat performa kabinet di pemerintahan Jokowi jilid II. ”Minimal, kita
lihat satu tahun ke depan, apakah dengan Wamen kinerja menjadi lebih bagus atau
sebaliknya,” tandas guru besar ilmu politik itu.

Istana Membantah

Sementara itu, Juru
Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman membantah anggapan birokrasi akan
melambat. Sebaliknya, keberadaan Wamen akan membuat pekerjaan lebih
terakselerasi. ”Karena kan presiden pengen cepat kerjanya. Jadi harus dibantu
banyak orang,” ujarnya. Yang terpenting, lanjut dia, pembagian tugas untuk
Wamen harus jelas. Untuk Kementerian Pertahanan, misalnya, visi presiden adalah
mempercepat pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Visi tersebut akan
terbantu dengan adanya Wamen yang memiliki latar belakang industri. ”Keahlian
Pak Trenggono kan di korporasi, pembangunan industri. Jadi, beliau akan bantu
Pak Prabowo dalam industrialisasi pertahanan negara,” imbuhnya.

Hal lain yang ingin
dicapai dengan banyaknya Wamen adalah menambah representasi. Dengan demikian, kabinet
bisa terisi putra-putri terbaik Indonesia. ”Semua pulau besar terwakili ya
sudah ya. Jawa, Sumatera, Kalimantan kan ada putra dayak. Putra Papua sudah
ada, dari Sulawesi Utara iya. Jadi, semuanya sudah lengkap, selesai,” kata dia.

Tugas-Tugas Wamen

Sementara itu, sama
seperti pengumuman menteri Rabu, 23 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
memperkenalkan langsung para wakil menteri (Wamen) kemarin (25/10). Hanya, jika
menteri diperkenalkan di tangga halaman depan Istana Merdeka, pengenalan Wamen
digelar di undakan dalam istana yang ukurannya lebih kecil.

Sambil memperkenalkan,
Jokowi langsung memberi tugas. Kepada Wamenlu Mahendra Siregar, Jokowi meminta
fokus pada diplomasi ekonomi. Khususnya terkait perjanjian perdagangan
antarnegara dan investasi global. ”Misalnya Indonesia-Australia CEPA yang
belum, saya berikan target kepada Pak Wamenlu untuk diselesaikan,” ujarnya.

Untuk Wamenhan Wahyu
Sakti Trenggono, presiden meminta membantu Menhan Prabowo Subianto dalam hal
pengembangan industri strategis pertahanan. Kemudian, untuk Wamenparekraf
Angela Tanoesoedibjo, Jokowi meminta memperkuat promosi pariwisata. ”Pengusaha
yang berpengalaman di bidang media. Pinter dalam promosi-promosi,” kata dia.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru