27.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Haedar Nashir: Kader Muhammadiyah Tak Boleh Memiliki Pandangan Miopik

PROKALTENG.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan,
kader Muhammadiyah tidak boleh memiliki pandangan Miopik. Aktivisme pada
tingkat organisasi otonom (Ortom) adalah bagian dari membangun kematangan
sebagai kader.

Melalui pengkaderan formal,
Haedar percaya bahwa dikemudian hari para pelaku akan bisa memaknai proses yang
telah dilewati.

“Meskipun jenjang
pengkaderan dilakukan dengan rileks karena mengunakan media sosial, tapi
substansi dan tujuan yang ingin dicapai tidak boleh dikesampingkan. Mengapai
tujuan tersebut, tambah Haedar, dibutuhkan sikap disiplin. Karena disiplin
merupakan bagian dari semangat Al Ashr, itulah yang harus dimiliki oleh para
kader,” tutur Haedar Nashir.

Ia menegaskan hal itu, di depan
Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan peserta Taruna
Melati Utama (TMU). Diamanatkan supaya dalam berorganisasi pada tingkat ortom
bukan hanya dijadikan sebagai tempat menyerap materi, tetapi juga harus ada
pelibatan rasa-irfani.

Menurut Haedar Nashir, dalam
ber-IPM dan ber-Muhammadiyah, terdapat tiga hal yang perlu menjadi modal
sekaligus landasan pemikiran dan sikap serta orientasi tindakan kader. Satu,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan tentang Islam. Dalam dunia Islam, tauhid
sama. Tetapi pandang tentang Islam dan model penghayatan, serta pengamalannya
itu beragam.

Baca Juga :  Tingkat Vaksinasi di 15 Provinsi dan 308 Kabupaten Masih Rendah

“Islamnya satu, tetapi pemahaman
dan pengamalannya beragam. Ada hal-hal di mana tentu terdapat banyak kesamaan
dan titik temu dalam memahami Islam. Tetapi ada hal yang berbeda, apalagi yang
bersifat ijtihad,” kata Haedar.

Karena itu jika sudah menjadi IPM
dan anggota Muhammadiyah, maka pemahaman keislamannya harus benar,
komprehensif, dan kaffah dalam makna dan aspeknya dalam memahami Islam.

Islam dalam kerangka pemahaman
Muhammadiyah adalah agama yang diturunkan Allah mulai dari nabi awal sampai
nabi akhir zaman, dan agama yang dibawah oleh Nabi akhir zaman itu terkandung
dalam Al Qur’an dan Sunnah yang maqbullah. Yang berisi dengan perintah,
larangan, dan petunjuk untuk keselamatan dunia dan akhirat.

“Terakhir wahyu itu terkandung
dan diturunkan dalam bentuk Al Qur’an. Maka Al Qur’an adalah kitab suci yang
final, sempurna dan mengkoreksi kitab-kitab Islam sebelumnya.” Imbuhnya

Al Qur’an sebagai Kitab Suci
agama Islam itu komprehensif, meyangkut ibadah, akhlak, dan muamalah
duniawiyah. Termasuk jika Muhammadiyah merujuk kepada Sunnah, maka harus
mencapai kriteria yang sudah makbullah baik matan maupun sanad-nya. Maknanya,
sebagai kader Muhammadiyah dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah harus jelas,
mendalam, dan tidak parsial.

Baca Juga :  Survei LSI: Periode Kedua Jokowi Masyarakat Makin Serba Ketakutan

“Kader-kader IPM harus belajar Al
Qur’an secara komprehensif dan mendalam, juga belajar Sunnah Nabi secara
komprehensif dan mendalam,” kata Haedar Nashir.

Sementara, cara memahami kedua
entitas tersebut kata Haedar, adalah dengan bayani, burhani, dan irfani. Secara
bayani adalah memahami Al-Qur’an melalui teks, artinya ayat satu dipahami
dengan ayat lain. Dan burhani adalah memahami ayat dengan pendekatan akal, ilmu
pengetahuan, dan konteks.

Serta, pendekatan irfani adalah
memahami Al Qur’an dengan pendekatan ruhani. Karena aspek Islam itu terdapat
sisi ruhaninya.

Dalam berdakwah Muhammadiyah
memiliki pemahaman amar ma’ruf nahi mungkar. Perlu diingat, karena pemahaman ini
bagian dari dakwah maka harus dilaksanakan dengan bil hikmah wal mauidhatil
khazanah wa jadilhum bi latihi hiya akhsan. Maka amar ma’ruf nahi mungkar tidak
sama dengan jihadi, karenanya berdakwah tidak asal ‘hantam kromo’.

Kedua, pelajari kemuhammadiyahan.
Menurut Haedar, belajar kemuhammadiyahan bagi setiap kader IPM adalah suatu
keharusan. Selain dibelajari, muatan kemuhammadiyah harus dipraktekan dan
menyebarluaskan dakwah tajdid/pembaharuan. Tidak boleh anak-anak IPM memiliki
pemikiran yang konservatif, karena pemikiran-pemikiran Muhammadiyah sudah
sangat maju.

“Kader tidak boleh memiliki
pandangan miopik, karena Muhammadiyah memiliki pandangan modernis-reformis,”
tuturnya

PROKALTENG.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan,
kader Muhammadiyah tidak boleh memiliki pandangan Miopik. Aktivisme pada
tingkat organisasi otonom (Ortom) adalah bagian dari membangun kematangan
sebagai kader.

Melalui pengkaderan formal,
Haedar percaya bahwa dikemudian hari para pelaku akan bisa memaknai proses yang
telah dilewati.

“Meskipun jenjang
pengkaderan dilakukan dengan rileks karena mengunakan media sosial, tapi
substansi dan tujuan yang ingin dicapai tidak boleh dikesampingkan. Mengapai
tujuan tersebut, tambah Haedar, dibutuhkan sikap disiplin. Karena disiplin
merupakan bagian dari semangat Al Ashr, itulah yang harus dimiliki oleh para
kader,” tutur Haedar Nashir.

Ia menegaskan hal itu, di depan
Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan peserta Taruna
Melati Utama (TMU). Diamanatkan supaya dalam berorganisasi pada tingkat ortom
bukan hanya dijadikan sebagai tempat menyerap materi, tetapi juga harus ada
pelibatan rasa-irfani.

Menurut Haedar Nashir, dalam
ber-IPM dan ber-Muhammadiyah, terdapat tiga hal yang perlu menjadi modal
sekaligus landasan pemikiran dan sikap serta orientasi tindakan kader. Satu,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan tentang Islam. Dalam dunia Islam, tauhid
sama. Tetapi pandang tentang Islam dan model penghayatan, serta pengamalannya
itu beragam.

Baca Juga :  Tingkat Vaksinasi di 15 Provinsi dan 308 Kabupaten Masih Rendah

“Islamnya satu, tetapi pemahaman
dan pengamalannya beragam. Ada hal-hal di mana tentu terdapat banyak kesamaan
dan titik temu dalam memahami Islam. Tetapi ada hal yang berbeda, apalagi yang
bersifat ijtihad,” kata Haedar.

Karena itu jika sudah menjadi IPM
dan anggota Muhammadiyah, maka pemahaman keislamannya harus benar,
komprehensif, dan kaffah dalam makna dan aspeknya dalam memahami Islam.

Islam dalam kerangka pemahaman
Muhammadiyah adalah agama yang diturunkan Allah mulai dari nabi awal sampai
nabi akhir zaman, dan agama yang dibawah oleh Nabi akhir zaman itu terkandung
dalam Al Qur’an dan Sunnah yang maqbullah. Yang berisi dengan perintah,
larangan, dan petunjuk untuk keselamatan dunia dan akhirat.

“Terakhir wahyu itu terkandung
dan diturunkan dalam bentuk Al Qur’an. Maka Al Qur’an adalah kitab suci yang
final, sempurna dan mengkoreksi kitab-kitab Islam sebelumnya.” Imbuhnya

Al Qur’an sebagai Kitab Suci
agama Islam itu komprehensif, meyangkut ibadah, akhlak, dan muamalah
duniawiyah. Termasuk jika Muhammadiyah merujuk kepada Sunnah, maka harus
mencapai kriteria yang sudah makbullah baik matan maupun sanad-nya. Maknanya,
sebagai kader Muhammadiyah dalam memahami Al Qur’an dan Sunnah harus jelas,
mendalam, dan tidak parsial.

Baca Juga :  Survei LSI: Periode Kedua Jokowi Masyarakat Makin Serba Ketakutan

“Kader-kader IPM harus belajar Al
Qur’an secara komprehensif dan mendalam, juga belajar Sunnah Nabi secara
komprehensif dan mendalam,” kata Haedar Nashir.

Sementara, cara memahami kedua
entitas tersebut kata Haedar, adalah dengan bayani, burhani, dan irfani. Secara
bayani adalah memahami Al-Qur’an melalui teks, artinya ayat satu dipahami
dengan ayat lain. Dan burhani adalah memahami ayat dengan pendekatan akal, ilmu
pengetahuan, dan konteks.

Serta, pendekatan irfani adalah
memahami Al Qur’an dengan pendekatan ruhani. Karena aspek Islam itu terdapat
sisi ruhaninya.

Dalam berdakwah Muhammadiyah
memiliki pemahaman amar ma’ruf nahi mungkar. Perlu diingat, karena pemahaman ini
bagian dari dakwah maka harus dilaksanakan dengan bil hikmah wal mauidhatil
khazanah wa jadilhum bi latihi hiya akhsan. Maka amar ma’ruf nahi mungkar tidak
sama dengan jihadi, karenanya berdakwah tidak asal ‘hantam kromo’.

Kedua, pelajari kemuhammadiyahan.
Menurut Haedar, belajar kemuhammadiyahan bagi setiap kader IPM adalah suatu
keharusan. Selain dibelajari, muatan kemuhammadiyah harus dipraktekan dan
menyebarluaskan dakwah tajdid/pembaharuan. Tidak boleh anak-anak IPM memiliki
pemikiran yang konservatif, karena pemikiran-pemikiran Muhammadiyah sudah
sangat maju.

“Kader tidak boleh memiliki
pandangan miopik, karena Muhammadiyah memiliki pandangan modernis-reformis,”
tuturnya

Terpopuler

Artikel Terbaru