PENDIDIKAN pada masa
pandemi covid-19 memberikan problematika terhadap penyesuaian kurikulum. Selama
ini, belum ada penyesuaian terhadap kurikulum pendidikan. Respons Kemendikbud
terkesan lambat dalam merespon Kurikulum ini.
Hal tersebut dipaparan Komisioner Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti dalam diskusi webinar tentang pelaksanaan
pendidikan di era new normal yang digelar Lembaga Penelitian dari Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Rabu (17/6).
Diskusi itu menghadirkan narasumber Retno
Listyarti, Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ahmad
Rizali, Ketua Bidang Pendidikan Nahdlatul Ulama (NU) Circle, Agus Mulyana,
Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung.
“Contohnya
adalah kurikulum sekolah darurat, bahkan baru satu bulan pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh ini, saya langsung bilang bahwa dalam situasi normal
pun kurikulum 2013 tidak tercapai, apalagi sekarang,†ujar Retno.
Hal ini
menurut Retno, menjadi tantangan sekaligus peluang
untuk memperbaiki kurikulum pendidikan di Indonesia. Terlebih, kurikulum
Indonesia saat ini masih bersifat kaku dan berpatokan pada angka. Sehingga,
kurikulum ini harus dibuat sesuai dengan kondisi dan situasi sekarang.
Kurikulum
fleksibel ini bisa dalam bentuk penyederhanaan kurikulum. Komisioner KPAI ini
menyarankan jam belajar untuk diperpendek dan pemerintah tentu harus
menyediakan kurikulum yang diperpendek. Jika bicara esensi, penyederhanaan
kurikulum menjadi penting.
Retno juga
menjelaskan, bahwa saat ini, sekolah dasar sudah menyederhanakan kurikulumnya,
dari 60 menjadi 32 kompetensi dasar. Sedangkan, SMP dan SMA masih dirancang
oleh pihak terkait.
Selain
kurikulum, kompetensi siswa juga harus dikembangkan. Retno menekankan bahwa di
era pandemik ini, ketika vaksin dan obat belum ditemukan, yang utama adalah
kompetensi bertahan hidup dibandingkan akademik. Kompetensi bertahan hidup ini
penting karena saat ini, yang terpenting adalah adaptasi terhadap pandemi
covid-19 ini.
Sementara Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Agus Mulyana, juga mengatakan, penyesuaian
dan fleksibelitas kurikulum ini dibutuhkan agar siswa bisa leluasa untuk belajar dalam
situasi New Normal.
“Pengembangan kurikulum
harus fleksibel dan jangan aturannya yang ketat, disesuaikan dengan kondisi New
Normal baru,†kata Agus Mulyana.
Kemampuan ini
lebih dijelaskan oleh Agus Mulyana. Dia mengatakan bahwa kemampuan saat ini
yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk memverifikasi fakta, mengolah materi
yang relevan, dan juga mengevaluasi informasi. Sehingga, siswa bisa
meningkatkan kemampuannya dalam berpikir analitis dan kritis, dan juga
kreativitas meskipun dalam pembelajaran jarak jauh.
Secara praksis,
Ketua Bidang Pendidikan NU Circle, Ahmad Rizali mencontohkannya dengan
pelajaran matematika. “Jika ada soal matematika bisa diselesaikan dengan
berbagai cara dan berbagai dimensi. Misalnya dengan angka bisa, gambar bisa,
dan lain-lain,†ujar Ahmad.
Kurikulum,
kompetensi siswa, ini menjadi sesuatu
hal penting dalam menghadapi pembukaan sekolah dan ini adalah bentuk merespons
kenormalan baru. Kenormalan baru sudah
semestinya merespons pula penyesuaian terhadap kurikulum pendidikan.