27.5 C
Jakarta
Friday, November 1, 2024

Dorong Kesejahteraan di Perbatasan, DPD Uji Shahih RUU Wilayah Negara

Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) mengambil momentum untuk menguatkan kebijakan pembangunan kawasan
perbatasan melalui inisiatif pengusulan RUU Wilayah Negara.

Sebab, dalam pandangan
DPD, UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, meskipun sudah memberikan
penegasan teritori wilayah negara Indonesia, namun secara nyata belum memberi
perhatian pada aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.

Karena itu,
pembangunan wilayah perbatasan harus diprioritaskan pemerintah, sebabselain
sebagai garda depan dan harga diri bangsa, juga menjadi cermin kedaulatan
negara.

“Kita bersyukur bahwa
pemerintah sekarang memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan Indonesia
Timur dan wilayah-wilayah perbatasan, baik laut maupun darat. Ini harus kita
sambut dengan memberikan payung hukum dalam bentuk undang-undang lebih kuat
nantinya,” ujar Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani dalam sambutannya di Uji
Sahih RUU Wilayah Negara di  hotel Swiss-Belhotel Maleosan, Manado.
Sulawesi Utara. 

Menurut Benny, luasnya
wilayah Indonesia dan strategisnya posisi Indonesia mendatangkan berkah
sekaligus ancaman. Karena itu, Pemerintah wajib menjaga teritori wilayah
perbatasan dari maraknya aktivitas kejahatan trans-nasional.

Seperti,
penyelundupan, perompakan, penangkapan ikan ilegal, terorisme, narkoba dan
lain-lain. Oleh karenanya, menjadi kewajiban para penyelenggara negara untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanah pembukaan UUD NRI 1945.

Sementara itu, dalam
sambutan tertulisnya, Gubernur Sulawesi Utara yang disampaikan Asistensi I
Pemprov Sulut Edison Humiang menyampaikan, membangun wilayah perbatasan harus
menggunakan pendekatan di luar konteks normal. Maksudnya, tidak dalam hitungan
untung rugi dan investasi namun diletakkan dalam kerangka kedaulatan dan
kesejahteraan masyarakat perbatasan.

Baca Juga :  5 Tahun ke Depan, Jokowi Fokus Bangun SDM Unggul

Di Sulut sendiri, kata
Edison, ada dua Kabupaten yang bertetangga langsung dengan Filipina, yakni
Miangas dan Marore. Karena itu, kebijakan program, kegiatan dan rencana
pembangunan wilayah negara, khususnya perbatasan.

“Jadi harus mampu
meng-cover setiap aspek kebutuhan daerah perbatasan sesuai dengan karakteristik
daerah otonom itu sendiri,” ujarnya. 

Hadir sebagai
narasumber dalam forum uji sahih RUU Wilayah Negara Dr. Basilio Arraujo, ketua
Tim Ahli RUU Wilayah Negara, pembicara dari Kepala BPP Sulawesi Utara, Dr.
Jemmy Gagola, M.Si, ME, dari Kemendari, Drs. Alvius Dailami, M.Si, dan dua
pakar masing-masing Dr. Flora Pricilia Kalalo, SH, MH, pakar hukum laut
Universitas Sam Ratulangi dan Irfan Basri, S.IP, pemerhati wilayah perbatasan.

DPD memandang
keberlakuan UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang meskipun sudah
mengatur penegasan teritori wilayah Negara, namun absen dalam substansi
pengelolaan perbatasan dan ini menjadi titik lemah dari UU Wilayah Negara.

Oleh karenanya, DPD
mengambil momentum ini, dengan kewenangan legislasi dimiliki, DPD menginisiasi
Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara untuk mengganti UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara, dengan menguatkan substansi pengelolaan perbatasan didalamnya,
hal ini seiring dan sejalan dengan Nawacita ke-3 Presiden “Membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan”

Baca Juga :  Wiranto Gugat Mantan Bendahara Hanura Rp44 Miliar

Penggantian UU 43
tahun 2008 ini akan menjadi momentum menguatkan kewenangan Pemerintah Daerah
dalam mengembangkan daerah perbatasan, dimana dalam UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, daerah justru memiliki peran yang minimal dalam
mengelola perbatasa. Padahal wilayah perbatasan sejatinya ada di daerah.

Akibat lemahnya
kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola perbatasan, serta penanganan
masalah keamanan di batas wilayah negara yang masih parsial dan sektoral makin
menjadi dasar penguat DPD untuk memberikan perhatian serius pada masalah
wilayah negara, terutama di wilayah-wilayah perbatasan RI. Reformasi dilakukan
hendaknya mulai dari penyusunan produk hukum yang lebih rinci dan memberikan
keberpihakan kepada daerah perbatasan, melalui penguatan substansi UU No. 43
Tahun 2008. 

Sehingga menjadikan
perbatasan sebagai halaman depan atau beranda negara bukan hanya sebagai jargon
politik semata, tetapi dapat benar-benar terlaksana, sebagaimana telah
diamanatkan cita-cita pendiri bangsa Indonesia. (jpn)

 

Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) mengambil momentum untuk menguatkan kebijakan pembangunan kawasan
perbatasan melalui inisiatif pengusulan RUU Wilayah Negara.

Sebab, dalam pandangan
DPD, UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, meskipun sudah memberikan
penegasan teritori wilayah negara Indonesia, namun secara nyata belum memberi
perhatian pada aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.

Karena itu,
pembangunan wilayah perbatasan harus diprioritaskan pemerintah, sebabselain
sebagai garda depan dan harga diri bangsa, juga menjadi cermin kedaulatan
negara.

“Kita bersyukur bahwa
pemerintah sekarang memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan Indonesia
Timur dan wilayah-wilayah perbatasan, baik laut maupun darat. Ini harus kita
sambut dengan memberikan payung hukum dalam bentuk undang-undang lebih kuat
nantinya,” ujar Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani dalam sambutannya di Uji
Sahih RUU Wilayah Negara di  hotel Swiss-Belhotel Maleosan, Manado.
Sulawesi Utara. 

Menurut Benny, luasnya
wilayah Indonesia dan strategisnya posisi Indonesia mendatangkan berkah
sekaligus ancaman. Karena itu, Pemerintah wajib menjaga teritori wilayah
perbatasan dari maraknya aktivitas kejahatan trans-nasional.

Seperti,
penyelundupan, perompakan, penangkapan ikan ilegal, terorisme, narkoba dan
lain-lain. Oleh karenanya, menjadi kewajiban para penyelenggara negara untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanah pembukaan UUD NRI 1945.

Sementara itu, dalam
sambutan tertulisnya, Gubernur Sulawesi Utara yang disampaikan Asistensi I
Pemprov Sulut Edison Humiang menyampaikan, membangun wilayah perbatasan harus
menggunakan pendekatan di luar konteks normal. Maksudnya, tidak dalam hitungan
untung rugi dan investasi namun diletakkan dalam kerangka kedaulatan dan
kesejahteraan masyarakat perbatasan.

Baca Juga :  5 Tahun ke Depan, Jokowi Fokus Bangun SDM Unggul

Di Sulut sendiri, kata
Edison, ada dua Kabupaten yang bertetangga langsung dengan Filipina, yakni
Miangas dan Marore. Karena itu, kebijakan program, kegiatan dan rencana
pembangunan wilayah negara, khususnya perbatasan.

“Jadi harus mampu
meng-cover setiap aspek kebutuhan daerah perbatasan sesuai dengan karakteristik
daerah otonom itu sendiri,” ujarnya. 

Hadir sebagai
narasumber dalam forum uji sahih RUU Wilayah Negara Dr. Basilio Arraujo, ketua
Tim Ahli RUU Wilayah Negara, pembicara dari Kepala BPP Sulawesi Utara, Dr.
Jemmy Gagola, M.Si, ME, dari Kemendari, Drs. Alvius Dailami, M.Si, dan dua
pakar masing-masing Dr. Flora Pricilia Kalalo, SH, MH, pakar hukum laut
Universitas Sam Ratulangi dan Irfan Basri, S.IP, pemerhati wilayah perbatasan.

DPD memandang
keberlakuan UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang meskipun sudah
mengatur penegasan teritori wilayah Negara, namun absen dalam substansi
pengelolaan perbatasan dan ini menjadi titik lemah dari UU Wilayah Negara.

Oleh karenanya, DPD
mengambil momentum ini, dengan kewenangan legislasi dimiliki, DPD menginisiasi
Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara untuk mengganti UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara, dengan menguatkan substansi pengelolaan perbatasan didalamnya,
hal ini seiring dan sejalan dengan Nawacita ke-3 Presiden “Membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan”

Baca Juga :  Wiranto Gugat Mantan Bendahara Hanura Rp44 Miliar

Penggantian UU 43
tahun 2008 ini akan menjadi momentum menguatkan kewenangan Pemerintah Daerah
dalam mengembangkan daerah perbatasan, dimana dalam UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, daerah justru memiliki peran yang minimal dalam
mengelola perbatasa. Padahal wilayah perbatasan sejatinya ada di daerah.

Akibat lemahnya
kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola perbatasan, serta penanganan
masalah keamanan di batas wilayah negara yang masih parsial dan sektoral makin
menjadi dasar penguat DPD untuk memberikan perhatian serius pada masalah
wilayah negara, terutama di wilayah-wilayah perbatasan RI. Reformasi dilakukan
hendaknya mulai dari penyusunan produk hukum yang lebih rinci dan memberikan
keberpihakan kepada daerah perbatasan, melalui penguatan substansi UU No. 43
Tahun 2008. 

Sehingga menjadikan
perbatasan sebagai halaman depan atau beranda negara bukan hanya sebagai jargon
politik semata, tetapi dapat benar-benar terlaksana, sebagaimana telah
diamanatkan cita-cita pendiri bangsa Indonesia. (jpn)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru