PROKALTENG.CO-Prabumulih, Sumatera Selatan, menjadi perbincangan publik di media sosial, setelah pencopotan Kepala SMP Negeri 1, Roni Ardiansyah, viral di media sosial. Kejadian ini bukan sekadar mutasi jabatan biasa, melainkan menyentuh isu sensitif: bagaimana kekuasaan orang tua murid bisa ikut campur dalam dunia pendidikan.
Roni diduga dicopot usai menegur seorang siswa yang kedapatan membawa mobil ke sekolah, padahal aturan jelas melarang penggunaan kendaraan bermotor bagi pelajar SMP.
Sialnya, siswa tersebut ternyata anak dari Wali Kota Prabumulih, Arlan. Sang murid disebut-sebut tidak terima dengan teguran itu, lalu mengadu kepada orang tuanya.
Tidak lama berselang, Roni dipindahkan dari jabatannya. Bahkan satpam sekolah yang ikut berperan menegur pun mengalami nasib serupa.
Momen haru perpisahan Roni dengan para siswa terekam dalam sebuah video yang beredar luas. Dalam tayangan itu, ia tampak menangis saat disalami satu per satu oleh muridnya.
Video yang kemudian viral tersebut memicu gelombang simpati sekaligus kritik keras terhadap praktik ‘raja kecil’ yang kerap terjadi di daerah.
Di media sosial, ribuan warganet meluapkan kekecewaan mereka. Banyak yang menilai Roni seharusnya mendapat perlindungan, bukan hukuman, karena apa yang ia lakukan merupakan bagian dari tugas mendidik.
Ada pula yang menyoroti sikap pejabat lokal yang dianggap menunjukkan arogansi kekuasaan, hingga menjadikan sekolah bukan lagi ruang belajar disiplin melainkan tempat di mana privilese bisa menghapus kesalahan.
“Kasihan guru-guru, jadi takut menegakkan aturan,” tulis seorang pengguna, sementara yang lain menyebut kasus ini memberi contoh buruk bagi moral generasi muda: bahwa kekuasaan bisa dipakai untuk melawan aturan.
Fenomena ini bukan hal baru. Di berbagai wilayah Indonesia, cerita serupa kerap muncul: guru ditekan, kepala sekolah dimutasi, bahkan aturan sekolah dilanggar hanya karena status sosial atau jabatan orang tua murid.
Campur tangan semacam ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah pendidikan masih bisa berdiri tegak sebagai ruang mendidik karakter tanpa intervensi kekuasaan?
Kasus Prabumulih kini menjadi cermin betapa rapuhnya posisi tenaga pendidik ketika berhadapan dengan pengaruh politik lokal. Alih-alih dilindungi, sikap tegas seorang kepala sekolah justru berujung hukuman.(jpg)
