27.3 C
Jakarta
Friday, September 20, 2024

Komite I DPD RI: Penyederhanaan Birokrasi Harus Mampu Perbaiki Kinerja

JAKARTA – Komite I DPD RI melihat bahwa
penyederhaan birokrasi belum cukup efektif mengatasi persoalan ASN Indonesia,
meskipun penyederhanaan birokrasi tersebut dalam rangka memperbaiki kinerja
birokrasi dan menyederhanakan rantai birokrasi pada pemerintahan.

Hal tersebut terungkap pada Rapat
Dengar Pendapat Komite I DPD RI dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
membahas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Program RB khususnya
terkait rencana penyederhanaan Birokrasi, di Ruang Rapat Komite I Komplek
Parlemen Senayan Jakarta, Senin (13/1/2020).

Ketua Komite I Agustin Teras
Narang mengungkapkan saat membuka rapat bahwa berbagai upaya dan kebijakan
telah dilaksanakan Pemerintah dalam rangka mewujudkan ASN yang yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

“Penyederhanaan birokrasi yang
digaungkan pemerintah diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang
baik, meski banyak kendala dalam pelaksanaannya.

Masih banyak kendala yang ditemui
di daerah ketika kami reses, di antaranya adalah penerapan sistem merit dan
netralitas ASN. Namun jika penyederhanaan jabatan struktural menjadi dua level
(Eselon I dan Eselon II) sedangkan Eselon III dan IV diganti dengan jabatan
fungsional, dan dengan itu mampu diwujudkan birokrasi yang dinamis dan efisien,
maka akan kami dukung,” ucapnya.

Senada dengan hal itu, Wakil
Ketua Komite I Abdul Kholik mengingatkan kepada KASN bahwa kebijakan
penyederhanaan birokrasi bukanlah hal yang sederhana, perlu pengawasan yang
kuat, mengingat hal yang akan diubah merupakan suatu tatanan yang telah lama
menjadi bagian dalam tata kerja birokrasi di Indonesia.

Baca Juga :  Wah! Sukmawati Sebut Ideologi PKI Adalah Pancasila

“Banyak regulasi yang harus
diubah dan diharmonisasi ulang yang apabila tidak tepat tentunya akan membawa
dampak yang kurang baik dan kontra produktif terhadap kinerja pemerintah itu
sendiri di kemudian hari, saya mau KASN dapat memberikan rekomendasi yang baik
kepada pemerintah,” lanjutnya.

Ketua KASN Agus Pramusinto
memaparkan bahwa tugas KASN untuk menjaga netralitas ASN, melakukan pengawasan
atas pembinaan profesi ASN, dan melaporkan pengawasan dan evaluasi kebijakan
manajemen ASN langsung kepada Presiden.

“Sedangkan fungsi KASN mengawasi
pelaksanaan norma dasar, kode etik dan perilaku ASN juga mengawasi penerapan
sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah, selain
itu wewenang KASN adalah mengawasi tahapan dan proses pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi, meminta informasi mengenai laporan pelanggaran kode etik dan
perilaku pegawai ASN dan pemeriksaan terhadap laporan-laporan tersebut,”
paparnya. 

Menanggapai hal itu, Senator
Papua Otopianus P. Tebai meminta KASN lebih proaktif dalam melaksanakan
tugasnya dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan reformasi
birokrasi.

“Saya minta KASN harus turun ke
daerah-daerah dalam melakukan pengawasan, karena banyak sekali ASN yang kurang
berkinerja baik, jangan hanya menunggu laporan dan aduan saja. Karena saat
reses di empat kabupaten pedalaman, saya melihat sendiri para guru dan mantri
honorer sangat rajin-rajin sedangkan yang memiliki NIP malah kurang berkinerja,
harus ada tim dari KASN ke lapangan,” ujarnya.

Baca Juga :  Covid-19 Menurun di Juni, Juli Indonesia Sudah Normal Kembali

Lain halnya, Senator Kalimantan
Barat Maria Goretti menyoroti masalah netralitas ASN yang didengung-dengungkan
akan sangat sulit dicapai karena punya hak pilih, berbeda dengan TNI/Polri yang
tidak memiliki hak pilih.

“Saya melihat bahwa ASN harus
netral, kata netral ini menjadi sumir, karena mereka berbeda dari TNI/Polri
yang tidak memiliki hak pilih, jadi pasti akan memiliki pilihan politik. Apakah
ke depan bisa disamakan dengan TNI/Polri karena menurut saya, petahana di
manapun akan selalu diuntungkan kecuali hak pilih ASN dihilangkan,” ungkap Senator
Kalimantan Barat tersebut.

Dalam catatan dan temuan DPD RI
di lapangan, hal-hal tersebut di atas cukup menimbulkan persoalan signifikan.
DPD RI yang merupakan representasi daerah juga berkepentingan untuk
melaksanakan evaluasi isu-isu strategis terkait pengawasan terhadap pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut, agar
dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari UU ASN itu sendiri.

“Dalam kerangka melaksanakan
fungsi dan kewenangan DPD RI, maka Komite I DPD RI mengadakan Rapat Dengar
Pendapat dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, ini untuk menyamakan
persepsi dan menguatkan konsepsi awal terhadap isu-isu strategis terkait
rencana penyederhanaan birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah saat ini,”
pungkas Abdul Kholik. (hms/nto)

JAKARTA – Komite I DPD RI melihat bahwa
penyederhaan birokrasi belum cukup efektif mengatasi persoalan ASN Indonesia,
meskipun penyederhanaan birokrasi tersebut dalam rangka memperbaiki kinerja
birokrasi dan menyederhanakan rantai birokrasi pada pemerintahan.

Hal tersebut terungkap pada Rapat
Dengar Pendapat Komite I DPD RI dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
membahas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Program RB khususnya
terkait rencana penyederhanaan Birokrasi, di Ruang Rapat Komite I Komplek
Parlemen Senayan Jakarta, Senin (13/1/2020).

Ketua Komite I Agustin Teras
Narang mengungkapkan saat membuka rapat bahwa berbagai upaya dan kebijakan
telah dilaksanakan Pemerintah dalam rangka mewujudkan ASN yang yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

“Penyederhanaan birokrasi yang
digaungkan pemerintah diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang
baik, meski banyak kendala dalam pelaksanaannya.

Masih banyak kendala yang ditemui
di daerah ketika kami reses, di antaranya adalah penerapan sistem merit dan
netralitas ASN. Namun jika penyederhanaan jabatan struktural menjadi dua level
(Eselon I dan Eselon II) sedangkan Eselon III dan IV diganti dengan jabatan
fungsional, dan dengan itu mampu diwujudkan birokrasi yang dinamis dan efisien,
maka akan kami dukung,” ucapnya.

Senada dengan hal itu, Wakil
Ketua Komite I Abdul Kholik mengingatkan kepada KASN bahwa kebijakan
penyederhanaan birokrasi bukanlah hal yang sederhana, perlu pengawasan yang
kuat, mengingat hal yang akan diubah merupakan suatu tatanan yang telah lama
menjadi bagian dalam tata kerja birokrasi di Indonesia.

Baca Juga :  Wah! Sukmawati Sebut Ideologi PKI Adalah Pancasila

“Banyak regulasi yang harus
diubah dan diharmonisasi ulang yang apabila tidak tepat tentunya akan membawa
dampak yang kurang baik dan kontra produktif terhadap kinerja pemerintah itu
sendiri di kemudian hari, saya mau KASN dapat memberikan rekomendasi yang baik
kepada pemerintah,” lanjutnya.

Ketua KASN Agus Pramusinto
memaparkan bahwa tugas KASN untuk menjaga netralitas ASN, melakukan pengawasan
atas pembinaan profesi ASN, dan melaporkan pengawasan dan evaluasi kebijakan
manajemen ASN langsung kepada Presiden.

“Sedangkan fungsi KASN mengawasi
pelaksanaan norma dasar, kode etik dan perilaku ASN juga mengawasi penerapan
sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah, selain
itu wewenang KASN adalah mengawasi tahapan dan proses pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi, meminta informasi mengenai laporan pelanggaran kode etik dan
perilaku pegawai ASN dan pemeriksaan terhadap laporan-laporan tersebut,”
paparnya. 

Menanggapai hal itu, Senator
Papua Otopianus P. Tebai meminta KASN lebih proaktif dalam melaksanakan
tugasnya dalam melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan reformasi
birokrasi.

“Saya minta KASN harus turun ke
daerah-daerah dalam melakukan pengawasan, karena banyak sekali ASN yang kurang
berkinerja baik, jangan hanya menunggu laporan dan aduan saja. Karena saat
reses di empat kabupaten pedalaman, saya melihat sendiri para guru dan mantri
honorer sangat rajin-rajin sedangkan yang memiliki NIP malah kurang berkinerja,
harus ada tim dari KASN ke lapangan,” ujarnya.

Baca Juga :  Covid-19 Menurun di Juni, Juli Indonesia Sudah Normal Kembali

Lain halnya, Senator Kalimantan
Barat Maria Goretti menyoroti masalah netralitas ASN yang didengung-dengungkan
akan sangat sulit dicapai karena punya hak pilih, berbeda dengan TNI/Polri yang
tidak memiliki hak pilih.

“Saya melihat bahwa ASN harus
netral, kata netral ini menjadi sumir, karena mereka berbeda dari TNI/Polri
yang tidak memiliki hak pilih, jadi pasti akan memiliki pilihan politik. Apakah
ke depan bisa disamakan dengan TNI/Polri karena menurut saya, petahana di
manapun akan selalu diuntungkan kecuali hak pilih ASN dihilangkan,” ungkap Senator
Kalimantan Barat tersebut.

Dalam catatan dan temuan DPD RI
di lapangan, hal-hal tersebut di atas cukup menimbulkan persoalan signifikan.
DPD RI yang merupakan representasi daerah juga berkepentingan untuk
melaksanakan evaluasi isu-isu strategis terkait pengawasan terhadap pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tersebut, agar
dapat berjalan sesuai dengan tujuan dari UU ASN itu sendiri.

“Dalam kerangka melaksanakan
fungsi dan kewenangan DPD RI, maka Komite I DPD RI mengadakan Rapat Dengar
Pendapat dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, ini untuk menyamakan
persepsi dan menguatkan konsepsi awal terhadap isu-isu strategis terkait
rencana penyederhanaan birokrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah saat ini,”
pungkas Abdul Kholik. (hms/nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru