Ibu kota baru rencananya akan dibangun di Kabupaten Penajam
Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Konsep yang diusung adalah
Green City yang mengutamakan pemanfaatan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Namun, untuk bisa memanfaatkan lahan dengan maksimal, Dosen
Universitas Mulawarman Paulus Matius memberikan usulan untuk membangun ibu kota
di lokasi bekas lahan tambang.
“Hutan-hutan yang masih baik sebaiknya dialokasikan untuk hutan
dan tidak dibuka. Jadi yang dijadikan perkotaan atau bangunan itu daerah yang
sudah gundul seperti bekas tambang, agar keberlangsungan ekosistem alam
terjaga,†terang dia di Gedung Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa
(11/2).
Kawasan lahan untuk ibu kota baru saat ini diperluas menjadi 256
ribu hektar (Ha). Karena sebelumnya lahannya hanya sebesar 120 ribu Ha. Dengan
begitu, pastinya akan ada lahan-lahan tambahan yang memiliki lahan bekas
tambang dan bisa dimanfaatkan untuk mendirikan ibu kota baru menggantikan DKI
Jakarta.
Selain itu, di wilayah Kalimantan Timur sendiri juga memiliki 15
ribu hingga 20 ribu jenis tumbuhan dan 4 ribu jenis pohon dengan 1.333
merupakan jenis endemik (langka).
“1.333 hanya ada di Kalimantan, tidak ada di wilayah lain di
dunia. Kemudian, satwa liar ada ratusan jenis satwa liar. Dan menurut
penelitian teman-teman saya, 80 persen satwa liar di Kalimantan Timur berada di
wilayah IKN,†ucapnya.
Pemerintah pun diharapkan untuk melakukan menginventarisasi
(pencatatan) lokasi hutan yang terdampak akibat pembangunan ibu kota baru
tersebut dan keterlibatan masyarakat lokal pun juga diperlukan dalam
perancangan ibu kota.
“Sebelum dilakukan pembangunan inventarisir dulu hutan-hutan
yang ada. Baik yang hutan, baik maupun hutan sekunder juga kawasan-kawasan yang
sudah gundul. Juga inventarisir jenis keanekaragaman hayati yang ada disitu,â€
tutup Paulus.(jpc)