26.4 C
Jakarta
Thursday, September 19, 2024

Dewan Pers dan AJI Minta Pasal Tentang Pers di RUU Omnibus Law Dihapus

JAKARTA – Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya meminta
supaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Tentang Cipta Kerja yang
berhubungan dengan pers untuk dihapus. Adapun Badan Legislasi (Baleg) DPR
‎menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis
Indonesia (AJI) membahas mengenai RUU Omnibus Law Tentang Cipta Kerja pada,
Kamis (11/6).

“Usulan kami RUU Cipta Kerja
menghapus yang berkaitan dengan pengaturan sektor pers,” ujar Agung di Gedung
DPR, Kamis (11/6).

Agung menyoroti sejumlah pasal
yang berubah dari UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Dia menyebut ada pasal dalam
RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang bersinggungan dengan pers. Seperti
pada Pasal 11 UU Nomor 40/1999‎ semula disebutkan bahwa, “Penambahan modal
asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal”.

Baca Juga :  KIP Anugerahi Kemendag Sebagai "Badan Publik Informatif" Tahun 2021

Namun di RUU Omnibus Law Cipta
Kerja pada Pasal 11 berbunyi “Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal”.

Agung menuturkan dengan adanya
kata atau frasa ‘pemerintah’ dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Maka
bisa dinilai pemerintah terlalu ikut campur dalam UU Pers. Sehingga tidak ada
korelasinya pemerintah ikut campur mengenai penanaman modal bagi perusahaan
pers. “Jadi kami menilai tidak ada korelasinya di situ,” ungkapnya.

‎Sementara Ketua AJI, Abdul Manan
menyoal permasalahan soal kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja
pers, maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran.

Dalam Pasal 18 UU Nomor 40/1999
tentang Pers‎ menyebutkan “setiap orang yang secara melawan hukum dengan
sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kinerja
pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp 500 juta”.

Baca Juga :  Sambut Hari Suci Nyepi, KMHDI Ajak Umat Hindu Refleksi Diri

Namun di RUU Omnibus Law Cipta
Kerja pada Pasal 18 itu diubah mengenai denda yang diberikan menjadi Rp 2
miliar.

“Bagi
kami konsennya pemberian sanksi itu dengan semangat mendidik, bukan
membangkrutkan. Kalau sanksinya Rp 2 miliar maka semangatnya membumihanguskan
bukan mendidik,” tegas Abdul Manan.

Sementara terpisah, ‎Anggota
Baleg dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengatakan pasal-pasal yang menganggu
kebebasan pers untuk dihapuskan. Karena aturan mengenai pers sudah jelas di UU
Nomor 40/999 tentang Pers. “Kami menyampaikan secara resmi dari partai Golkar
melalui rapat kerja dengan pemerintahan untuk didrop dari RUU Cipta Kerja ini,”
ungkapnya.

JAKARTA – Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya meminta
supaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Tentang Cipta Kerja yang
berhubungan dengan pers untuk dihapus. Adapun Badan Legislasi (Baleg) DPR
‎menggelar rapat dengar pendapat dengan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis
Indonesia (AJI) membahas mengenai RUU Omnibus Law Tentang Cipta Kerja pada,
Kamis (11/6).

“Usulan kami RUU Cipta Kerja
menghapus yang berkaitan dengan pengaturan sektor pers,” ujar Agung di Gedung
DPR, Kamis (11/6).

Agung menyoroti sejumlah pasal
yang berubah dari UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Dia menyebut ada pasal dalam
RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang bersinggungan dengan pers. Seperti
pada Pasal 11 UU Nomor 40/1999‎ semula disebutkan bahwa, “Penambahan modal
asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal”.

Baca Juga :  KIP Anugerahi Kemendag Sebagai "Badan Publik Informatif" Tahun 2021

Namun di RUU Omnibus Law Cipta
Kerja pada Pasal 11 berbunyi “Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penanaman modal”.

Agung menuturkan dengan adanya
kata atau frasa ‘pemerintah’ dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Maka
bisa dinilai pemerintah terlalu ikut campur dalam UU Pers. Sehingga tidak ada
korelasinya pemerintah ikut campur mengenai penanaman modal bagi perusahaan
pers. “Jadi kami menilai tidak ada korelasinya di situ,” ungkapnya.

‎Sementara Ketua AJI, Abdul Manan
menyoal permasalahan soal kenaikan denda pada pihak yang menghalangi kinerja
pers, maupun perusahaan pers yang melakukan pelanggaran.

Dalam Pasal 18 UU Nomor 40/1999
tentang Pers‎ menyebutkan “setiap orang yang secara melawan hukum dengan
sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kinerja
pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp 500 juta”.

Baca Juga :  Sambut Hari Suci Nyepi, KMHDI Ajak Umat Hindu Refleksi Diri

Namun di RUU Omnibus Law Cipta
Kerja pada Pasal 18 itu diubah mengenai denda yang diberikan menjadi Rp 2
miliar.

“Bagi
kami konsennya pemberian sanksi itu dengan semangat mendidik, bukan
membangkrutkan. Kalau sanksinya Rp 2 miliar maka semangatnya membumihanguskan
bukan mendidik,” tegas Abdul Manan.

Sementara terpisah, ‎Anggota
Baleg dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengatakan pasal-pasal yang menganggu
kebebasan pers untuk dihapuskan. Karena aturan mengenai pers sudah jelas di UU
Nomor 40/999 tentang Pers. “Kami menyampaikan secara resmi dari partai Golkar
melalui rapat kerja dengan pemerintahan untuk didrop dari RUU Cipta Kerja ini,”
ungkapnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru