Site icon Prokalteng

Hasil Survei, Masyarakat Lebih Takut Lapar Dibanding Covid-19

hasil-survei-masyarakat-lebih-takut-lapar-dibanding-covid-19

JAKARTA – Sebagian besar masyarakat lebih takut kelaparan
dibandingkan tertular virus Corona (Covid-19). Merasa khawatir tidak dapat
bekerja dan menerima penghasilan.

“Sebagian masyarakat memang masih
mengkhawatirkan tertular Covid-19. Jumlahnya 25,3 persen. Tetapi, lebih banyak
yang merasa khawatir tidak dapat bekerja atau takut kelaparan. Jumlahnya
mencapai 67,4 persen,” kata Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center, Dika
Moehamad di Jakarta, Selasa (9/6).

Sementara sekitar 7,3 persen
tidak menjawab atau tidak tahu.

Terkait kehidupan normal baru di
tengah masih tingginya kurva penyebaran Covid-19, mayoritas publik
menyetujuinya. Temuan survei Voxpopuli menunjukkan 78,1 persen responden
menginginkan pemberlakuan normal baru. Hanya sebagian kecil atau 16,5 persen
yang tidak setuju. Sisanya 5,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Menurut Dika, persoalan kesehatan
atau ekonomi yang harus diutamakan harus dipecahkan oleh pembuat kebijakan.
Setelah hampir tiga bulan terdampak Covid-19, publik menginginkan aktivitas
ekonomi segera dibuka kembali. Situasi normal baru memang membolehkan
masyarakat untuk kembali beraktivitas. Namun, tetap harus menerapkan protokol
kesehatan. Di antaranya penggunaan masker, tetap melakukan jaga jarak (physical
distancing), hingga cuci tangan atau memakai penyanitasi tangan (hand
sanitizer).

“Secara mutlak masyarakat
bersedia memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan untuk mencegah penularan Covid-19.
Ini jumlahnya 84,3 persen. Hanya sebagian kecil yang tidak bersedia 13,6
persen. Sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 2,1 persen,”
paparnya.

Survei dilakukan pada 26 Mei
hingga 1 Juni 2020, melalui telepon kepada 1.200 responden yang diambil secara
acak. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95
persen.

Sementara itu, Wapres Ma’ruf Amin
menyatalam tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat di new normal akan
menjadi lebih berat dibanding masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Menurut Ma’ruf, masa penerapan
PSBB membuat sebagian besar masyarakat menghentikan kegiatannya. Namun, ketika
masa transisi dari PSBB menuju normal baru, sejumlah warga harus memulai
kembali aktivitas untuk bekerja. “Dalam rangka menjaga social distancing, belajar,
ibadah dan bekerja dari rumah itu relatif lebih mudah dibandingkan ketika mulai
berada kegiatan,” jelas Ma’ruf di Jakarta, Selasa (9/6).

Dia meminta masyarakat lebih
menaati protokol kesehatan di masa transisi maupun di era normal baru nanti.
“Sebab kalau tidak, ini bisa menimbulkan transmisi COVID-19 bisa meningkat
lagi. Jadi sekarang ini relatif sudah bisa terkontrol. Sehingga kita bisa
memasuki new normal. Tetapi kuncinya adalah kepatuhan masyarakat terhadap
protokol kesehatan,” paparnya.

Selain itu, ekonomi juga menjadi
tantangan lain yang harus dikerjakan. Menurutnya, persoalan tersebut harus
segera diatasi supaya tidak berkelanjutan menjadi krisis ekonomi. “Kalau
keterpurukan ekonomi ini tidak ditanggulangi sekarang, itu bisa sangat
berbahaya. Itu bisa jadi krisis. Untuk melakukan pemulihan terlalu berat,”
ucapnya. Ma’ruf mengatakan dua persoalan tersebut harus menjadi perhatian
bersama antara pemerintah dan masyarakat. Yakni bangkit dan produktif di era
normal baru pandemi COVID-19.

Hal senada disampaikan juru
bicara Presiden Fadjroel Rachman. Menurutnya, era normal baru hingga saat ini
masih dalam tahap persiapan. Dikatakan, ciri utama pemberlakuan kenormalan baru
adalah selalu memakai masker, selalu menjaga jarak, tidak berkumpul secara masif
dan selalu mencuci tangan. “Presiden memberi contoh kenormalan baru itu dengan
cara bertemu masyarakat,” ujar Fadjroel.

Exit mobile version