PROKALTENG.CO – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai
pertanyaan-pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk peralihan status
pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN)
tidak layak. Karena mengganggu privasi dan tidak terkait dengan tugas yang
diemban oleh pegawai KPK.
“Hal ini juga melanggar Pasal 28D
ayat (2) UUD yang menekankan bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja,†kata Ketua Umum AJI, Sasmito Madrim dalam
keterangannya, Minggu (9/5).
Berdasarkan penelusuran AJI,
pelaksanaan tes tersebut diwarnai pertanyaan yang seksis dan melecehkan, serta
mengandung bias SARA, dan diskriminatif.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul
tersebut antara lain: Kenapa kamu belum menikah?, Mau tidak jadi istri kedua
saya?, Kalau pacaran ngapain saja?, Kamu masih ada hasrat seksual atau tidak?,
Kenapa kamu belum punya pacar?, Apa tidak punya teman laki-laki? dan Islam kamu
Islam apa?
Dia menduga, munculnya TWK adalah
rentetan bentuk pelemahan terhadap KPK yang terjadi sejak Novel Baswedan
disiram air keras. Serta propaganda tak berdasar yang disebar buzzer seperti
penggunaan narasi taliban di KPK.
Menurutnya, pengesahan revisi UU
KPK, atas terpilihnya Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri sebagai Ketua KPK,
hingga Mahkamah Konstitusi menolak uji formil revisi UU KPK sebagai bentuk
pelemahan.
AJI sebagai salah satu organisasi
pers di Indonesia yang memiliki misi terlibat dalam pemberantasan korupsi
mndesak Presiden Joko Widodo mengevaluasi proses asesmen yang melanggar HAM dan
tidak menjadikan hasil tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status
pegawai KPK.
“Karena itu AJI mendesak Presiden
dan DPR untuk mengevaluasi UU KPK hasil revisi yang semakin melemahkan KPK,â€
tegasnya.
Ditegaskan Sasmito, pihaknya
menduga sejak revisi UU KPK disahkan, terjadi kemunduran pemberantasan korupsi
sepanjang 2020. Salah satunya ditunjukkan dengan data Indeks Persepsi Korupsi
(CPI) dari Transparency International bahwa peringkat global Indonesia dari 85
dunia kembali turun menjadi 102 pada tahun 2020.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
mengklaim, tidak ada pegawai KPK yang dipecat imbas dari TWK peralihan status
menjadi aparatur sipil negara (ASN). Karena dikabarkan 75 pegawai KPK
tidak lolos seleksi dan dianggap tak memenuhi
syarat menjadi ASN.
“Kami hanya mengumumkan hasil
TWK, dan tidak ada pemecatan kepada siapapun pegawai KPK,†kata Ghufron
dikonfirmasi, Minggu (9/5).
Pimpinan KPK berlatar belakang
Jaksa ini memastikan tidak akan lepas tanggung jawab terkait 75 pegawai yang
tidak memenuhi syarat atau gagal lulus menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Puluhan pegawai itu dikabarkan tidak lulus mengikusi seleksi TWK yang digelar
KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Kami tegaskan bahwa langkah
lebih lanjut akan berkoordinasi dengan Kemenpan RB dan BKN, baik yang memenuhi
syarat bagaimana langkah administratifnya lebih lanjut serta termasuk yang
tidak memenuhi syarat. Hal ini bukan kami melempar tanggung jawab, namun untuk
menyamakan persepsi dan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga yang tugas
dibidang aparatur sipil negara,†ucap Ghufron.
Derasnya kritik peralihan pegawai
KPK menjadi ASN, sambung Ghufron, menyampaikan ucapan terimakasih. Karena
publik dinilai sangat konsen terhadap alih status pegawai KPK menjadi ASN. “Kami
akan melakukannya secara prosedural hukum dan untuk itu, kami akan terbuka
untuk menyampaikan dan menerima segala masukan dari masyarakat,†tegas Ghufron.
Sebagaimana diketahui, sejak 18
Maret sampai 9 April 2021, KPK bekerjasama dengan BKN RI telah melakukan
asesmen TWK terhadap 1.351 pegawai. Terdapat dua orang diantaranya tidak hadir
pada tahap wawancara.
Pelaksanaan asesmen pegawai KPK
bekerjasama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK Nomor
1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur
Sipil Negara. Hasilnya, pegawai yang memenuhi syarat sebanyak 1274 orang.
Sedangkan pegawai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang.