JAKARTA– Meski masih ada peluang berubah,
pelaksanaan Pilkada 2020 ditetapkan berlangsung pada 9 Desember akhir tahun
nanti. Sebagai antisipasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan sejumlah
antisipasi jika tahapannya tetap dilangsungkan di musim pandemi COVID-19.
Komisioner KPU RI Viryan mengatakan, sejak
Perppu 2/2020 tentang Pilkada terbit selasa sore, pihaknya sudah beberapa kali
menggelar pleno. Salah satu agendanya adalah menyusun Peraturan KPU (PKPU) mana
saja yang harus disesuaikan ulang dengan kondisi saat ini.
Hingga pleno kemarin, lanjut Viryan, setidaknya
ada lima tahapan yang dinilai perlu disesuaikan teknisnya dengan kondisi
pandemi. Yakni tahap verifikasi faktual dukungan bakal calon perseorangan,
pencocokan dan penelitian data pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan
suara, serta rekapitulasi suara.
“Jadi paling tidak ada lima,†ujarnya dalam
diskusi virtual di Jakarta, kemarin (7/5).
Viryan menambahkan, penyesuaian yang dimaksud
adalah dengan menerapkan budaya baru yang sesuai dengan kondisi pandemi.
Sehingga tahapan harus disesuaikan dengan protokol kesehatan yang standar.
“Misal verifikasi faktual datang ke rumahnya tidak lama-lama, ga bersalaman dan
seterusnya,†imbuhnya.
Untuk detail bagaimana teknisnya Viryan
menyebut masih mengkajinya. Pasalnya, standar baru itu juga memiliki
konsekuensi dengan penganggaran. Berhubung kondisi keuangan negara tidak cukup
baik, maka harus cermat. Di sisi lain, Perppu juga tidak member ruang pihaknya
berkreasi penuh. Sebagian besar teknisnya masih menggunakan ketentuan UU
10/2016. “Rencana kita satu minggu ke
depan kita rampungkan,†kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi II Ahmad Doli
Kurnia mendukung rencana modifikasi tahapan. Sejak awal, pihaknya memang
berharap penyelenggara menyiapkan skema dalam berbagai situasi. “Kalau Juni
sudah ada penurunan curva, apa yang akan dilakukan KPU. Kalau flat apa yang
mereka lakukan,†ujarnya dalam diskusi.
Yang terpenting, lanjut dia, berbagai
modifikasi itu tidak mengurangi substandinya. “Apakah ada tahapan yang perlu
modifikasi? Tentu dengan tidak mengurangi kualitas,†kata politisi partai
Golkar itu.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua Komisi II
Arwani Thomafi mengatakan, sampai sekarang pihaknya belum menerima draf Perppu
Pilkada. Seperti biasanya, perppu harus diserahkan ke DPR untuk disahkan.
“Kami masih menunggu dari presiden,” terang Arwani saat dihubungi
Jawa Pos kemarin.
Jika sudah diserahkan ke DPR, kata dia, dewan
akan mengkajinya dan kemudian mengesahkannya dalam rapat paripurna. Kemungkinan
akan disahkan pada masa sidang berikutnya setelah reses selesai.
Wakil Ketua Umum PPP itu mengatakan, setelah
perppu disahkan DPR, tentu nanti akan ada pembahasan antara Komisi II dan KPU
terkait tahapan dan mekanisme pilkada sesuai dengan perppu yang
ditetapkan.”Dengan adanya Perppu Nomor 2 Tahun 2020, tentu harus ada
perubahan sejumlah PKPU,” papar dia.
Namun, lanjut legislator asal Dapil Jawa Tengah
itu, sebelum KPU merevisi PKPU sesuai dengan norma dalam perppu, maka KPU harus
memastikan dulu sejauh mana status seluruh daerah terkait kedaruratan kesehatan masyarakat di masa
Pendemi Covid-19.
Arwani menegaskan, implementasi dari Perppu
Pilkada harus selaras dengan seluruh regulasi dan kebijakan pemerintah terkait
percepatan penanganan Covid-19. Jadi, semua tahapan harus menyesuaikan dengan
kondisi pandemi. Sebab, kata dia, dalam tahapan pilkada pasti akan terjadi
kontak fisik. Misalnya, tahapan pedaftaran, kampanye, dan tahapan lainnya.
“Teknis tahapan tentu akan dibahas antara
Komisi II dengan KPU,” papar Arwani.
Sementara itu, Tim Pemantau Pilkada 2020 dari
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut buka suara atas perppu
pilkada yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Namun, mereka menilai perppu
tersebut belum mampu memberi kepastian secara tegas.
“Perppu yang menyatakan pilkada Desember
2020 itu tidak menyatakan kepastian,” ungkap Komisioner Komnas HAM Amiruddin
Al Rahab kepada Jawa Pos kemarin.
Keterangan itu disampaikan Amiruddin lantaran
dalam perppu itu ada pasal yang menyatakan pilkada bisa kembali ditunda jika
Covid-19 belum tuntas Desember tahun ini. Menurut dia, presiden tidak mengkaji
semua aspek sebelum menerbitkan perppu pilkada.
Dari kaca mata Amiruddin, lebih tepat apabila
pilkada dilaksanakan setelah kondisi darurat kesehatan berakhir. Paling cepat
pertengahan tahun depan. Amiruddin menyebutkan, beberapa alasan melatari
dirinya merekomendasikan hal itu.
Pertama supaya seluruh jajaran pemerintah di
daerah lebih konsentrasi menuntaskan dampak penyebaran Covid-19. Kedua, dia
menyatakan bahwa pilkada harus ditunda lebih lama agar masyarakat benar-benar
bisa merasa yakin, aman, dan terjamin keselamatannya saat memberikan hak suara.
“Terakhir petugas-petugas pilkada benar-benar siap dalam semua lini,”
jelasnya.
Melihat kondisi saat ini, Amiruddin menyebut,
salah satu aspek yang mesti jadi pertimbangan pemerintah adalah kesehatan. Pandemi
virus korona, lanjut dia, memaksa pemerintah untuk menyiapkan protokol
kesehatan yang ketat untuk menjamin pelaksanaan pilkada benar-benar lancar.
Jika belum mampu memberi jaminan itu, Komnas HAM menilai lebih baik pilkada
ditunda lebih lama.
“Komnas HAM menyampaikan alasan penundaan
tersebut berkaitan dengan hak fundamental,” imbuhnya.
Khususnya, kata Amiruddin, hak untuk hidup, hak
atas kesehatan, dan hak atas keamanan seluruh pihak. “Banyak wilayah yang
ikut menyelenggarakan pilkada masuk zona merah dan zona kuning,” beber
Amiruddin.
Karena itu, dia tegas
menyatakan bahwa keselamatan masyarakat adalah yang paling utama. Apalagi dalam
kondisi saat ini. Jaminan keselamatan untuk masyarakat menjadi sangat penting.
Jangan sampai pelaksanaan pilkada mengesampingkan hal itu.