25.6 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Dua Janji Ekonomi Jokowi yang Dinilai Gagal Sejak Periode Pertama

JAKARTA – Target Presiden Joko Widodo ingin menurunkan kemiskinan
ekstrem hingga 0 persen di 2024 dinilai terlalu muluk. Pasalnya masih ada tiga
janji besar di periode pertama yang hingga saat ini belum tercapai.

Direktur Eksekutif Center for
Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun
mengingatkan bahwa semua janji-janji di sektor ekonomi di pemerintahan Presiden
Jokowi sejak periode pertama hingga saat ini telah gagal tercapai.

Sehingga menjadi lucu jika
kemudian mantan walikota Solo tersebut kembali berjanji.

“Secara ekonomi Jokowi
sesungguhnya dapat dinilai gagal, karena hampir semua mimpinya atau janji-janji
ekonominya tak tercapai. Hal ini bisa dilihat dari data ekonomi saat ini,”
ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (8/3).

Setidaknya, analis sosial politik
dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mencatat ada dua janji Presiden Joko
Widodo di sektor ekonomi yang layak dipertanyakan kembali, sebelum sang
presiden membuat janji muluk lagi.

Baca Juga :  Peringati Hari Anak Nasional, BRI Renovasi Sekolah di Daerah Pelosok

Pertama, janji Presiden Jokowi
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen pada periode pertama. Faktanya
tersendat diangka sekitar 5 persen dan cenderung berpotensi nyungsep ke 4
persen.

“Data impor jauh lebih besar dari
ekspor, nilai ekspor mengalami penurunan kurang lebih 3 miliar dolar,” sambung
Ubed.

Selain itu, pendiri FKSMJ 1996
ini juga menyoroti tol laut yang diharapkan dapat menyumbangkan pendapatan
negara.

“Tol laut hasilnya ternyata tidak
sesuai yang diharapkan, justru sumbangannya pada pendapatan negara paling kecil
dibanding jalur transportasi darat dan udara dalam konteks perdagangan antar
pulau,” ungkapnya.

Dengan demikian, kata Ubedilah,
target Presiden Jokowi menurunkan kemiskinan hingga 0 persen sebatas mimpi di
siang bolong yang tidak jelas kapan targetnya tercapai.

“Jadi sesumbar Jokowi
menghilangkan kemiskinan sampai 0 persen itu bualan saja atau semacam ngigau di
siang bolong. Kalau mimpi itu ya biasa saja, karena tidak jelas kapan targetnya
itu terjadi dengan sejumlah indikator yang jelas,” pungkasnya.

Baca Juga :  Kasus Positif COVID-19 Jadi 1.155, Meninggal 102 Orang

Pernyataan serupa juga
dilontarkan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF), Bhima Yudhistira, Minggu (8/3).

Menurut Bhima, target Presiden
Jokowi menghapus kemiskinan ekstrem hingga 0 persen dinilai sangat muluk
lantaran saat ini kemiskinan di Indonesia berada di kerak paling bawah.

“Kemiskinan ekstrem ini ada di
kerak paling bawah dan tidak cukup bagi-bagi bansos. Perlu ada perbaikan
mendasar terkait fasilitas kesehatan dan yang lebih penting lagi pendidikan,”
ujarnya.

Selain itu, kata Bhima, persoalan
kemiskinan tidak bisa diatasi dengan investasi asing.

Seharusnya menurut Bhima, Presiden
Jokowi lebih mendorong UMKM dan menekan kesenjangan antara kaya dan miskin.

“Jadi agak nggak nyambung juga,
investasi asing disuruh masuk, tapi pingin kemiskinan ekstrem turun jadi 0
persen. Harusnya kan dorong UMKM, tekan kesenjangan aset kaya dan miskin,”
jelas Bhima.

“Ya ini akhirnya tanpa program
yang kongkret mirip mimpi siang bolong,” pungkasnya. (sta/rmol/pojoksatu/kpc)

JAKARTA – Target Presiden Joko Widodo ingin menurunkan kemiskinan
ekstrem hingga 0 persen di 2024 dinilai terlalu muluk. Pasalnya masih ada tiga
janji besar di periode pertama yang hingga saat ini belum tercapai.

Direktur Eksekutif Center for
Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun
mengingatkan bahwa semua janji-janji di sektor ekonomi di pemerintahan Presiden
Jokowi sejak periode pertama hingga saat ini telah gagal tercapai.

Sehingga menjadi lucu jika
kemudian mantan walikota Solo tersebut kembali berjanji.

“Secara ekonomi Jokowi
sesungguhnya dapat dinilai gagal, karena hampir semua mimpinya atau janji-janji
ekonominya tak tercapai. Hal ini bisa dilihat dari data ekonomi saat ini,”
ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (8/3).

Setidaknya, analis sosial politik
dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mencatat ada dua janji Presiden Joko
Widodo di sektor ekonomi yang layak dipertanyakan kembali, sebelum sang
presiden membuat janji muluk lagi.

Baca Juga :  Peringati Hari Anak Nasional, BRI Renovasi Sekolah di Daerah Pelosok

Pertama, janji Presiden Jokowi
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen pada periode pertama. Faktanya
tersendat diangka sekitar 5 persen dan cenderung berpotensi nyungsep ke 4
persen.

“Data impor jauh lebih besar dari
ekspor, nilai ekspor mengalami penurunan kurang lebih 3 miliar dolar,” sambung
Ubed.

Selain itu, pendiri FKSMJ 1996
ini juga menyoroti tol laut yang diharapkan dapat menyumbangkan pendapatan
negara.

“Tol laut hasilnya ternyata tidak
sesuai yang diharapkan, justru sumbangannya pada pendapatan negara paling kecil
dibanding jalur transportasi darat dan udara dalam konteks perdagangan antar
pulau,” ungkapnya.

Dengan demikian, kata Ubedilah,
target Presiden Jokowi menurunkan kemiskinan hingga 0 persen sebatas mimpi di
siang bolong yang tidak jelas kapan targetnya tercapai.

“Jadi sesumbar Jokowi
menghilangkan kemiskinan sampai 0 persen itu bualan saja atau semacam ngigau di
siang bolong. Kalau mimpi itu ya biasa saja, karena tidak jelas kapan targetnya
itu terjadi dengan sejumlah indikator yang jelas,” pungkasnya.

Baca Juga :  Kasus Positif COVID-19 Jadi 1.155, Meninggal 102 Orang

Pernyataan serupa juga
dilontarkan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF), Bhima Yudhistira, Minggu (8/3).

Menurut Bhima, target Presiden
Jokowi menghapus kemiskinan ekstrem hingga 0 persen dinilai sangat muluk
lantaran saat ini kemiskinan di Indonesia berada di kerak paling bawah.

“Kemiskinan ekstrem ini ada di
kerak paling bawah dan tidak cukup bagi-bagi bansos. Perlu ada perbaikan
mendasar terkait fasilitas kesehatan dan yang lebih penting lagi pendidikan,”
ujarnya.

Selain itu, kata Bhima, persoalan
kemiskinan tidak bisa diatasi dengan investasi asing.

Seharusnya menurut Bhima, Presiden
Jokowi lebih mendorong UMKM dan menekan kesenjangan antara kaya dan miskin.

“Jadi agak nggak nyambung juga,
investasi asing disuruh masuk, tapi pingin kemiskinan ekstrem turun jadi 0
persen. Harusnya kan dorong UMKM, tekan kesenjangan aset kaya dan miskin,”
jelas Bhima.

“Ya ini akhirnya tanpa program
yang kongkret mirip mimpi siang bolong,” pungkasnya. (sta/rmol/pojoksatu/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru