Site icon Prokalteng

Eks Caleg PDIP Didakwa Suap Wahyu Setiawan Rp 600 Juta

eks-caleg-pdip-didakwa-suap-wahyu-setiawan-rp-600-juta

Mantan calon legislatif (Caleg) PDI
Perjuangan, Saeful Bahri didakwa menyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Wahyu Setiawan sebesar SGD 57.350 atau sekitar Rp 600 juta. Suap itu terkait
dengan permohonan penggantian antarwaktu (PAW).

“Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut,
memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Ferdinand Worotikan membacakan surat dakwaan
melalui video conference dari Gedung KPK, Kamis (2/4).

Jaksa menilai, perbuatan yang dilakukan Saeful
bersama-sama dengan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio
Fridelina. Uang suap tersebut akan diberikan kepada Wahyu secara bertahap.

Upaya memberikan uang itu dimaksudkan agar
Wahyu Setiawan dapat mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan penggantian
antarwaktu (PAW) PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah
Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1) kepada Harun Masiku. Perbuatan
itu bertentangan dengan kewajiban Wahyu selaku anggota KPU periode tahun
2017-2022

Dalam surat dakwaan dibeberkan, kasus PAW PDI
Perjuangan ini berawal pada 20 September 2018, KPU RI menetapkan daftar calon
tetap DPR RI dengan daftar calon tetap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Dapil
Sumsel 1. Kemudian, pada 11 April 2019 berdasarkan Surat Nomor:
2334/EX/DPP/IV/2019, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU RI bahwa Nazarudin
Kiemas yang merupakan Caleg DPR RI dari PDIP Dapil Sumsel I yang meliputi
Palembang, Lubuklinggau, Banyuasin, Musi Rawas serta Musi Rawas Utara telah
meninggal dunia pada Selasa, 26 Maret 2019.

Kemudian pada 21 Mei 2019, KPU RI melakukan
rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara
sebanyak 145.752 suara sesuai dengan Keputusan KPU RI Nomor
987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tanggal 21 Mei 2019.

Hasil rekapitulasi suara, Nazarudin Kiemas
dengan perolehan suara 0, Darmadi Djufri dengan perolehan suara sah 26.103
suara, Riezky Aprilia dengan perolehan suara sah 44.402 suara, Diah Oktasari
dengan perolehan suara sah 13.310, Doddy Julianto dengan perolehan suara sah
19.776, Harun Masiku dengan perolehan suara sah 5.878, Sri Suharti, dengan
perolehan suara sah 5.699 suara, Irwan Tongari dengan perolehan suara sah 4.240
suara.

Lantas, pada Juli 2019 dilaksanakan Rapat
Pleno DPP PDIP yang memutuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai Caleg
pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas dari
Dapil Sumsel-1, dengan alasan meskipun telah dicoret oleh KPU dari DCT Dapil
Sumsel 1 (meninggal dunia), namun Nazaruddin sebenarnya mendapat perolehan
suara sejumlah 34.276 suara dalam Pemilu.

“Harun Masiku kemudian melakukan pertemuan
dengan Terdakwa selaku kader PDIP di Kantor Pusat DPP PDIP.

Dalam kesempatan itu Harun Masiku meminta
tolong kepada Terdakwa agar dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan
cara apapun yang kemudian disanggupi oleh Terdakwa,” ujar Jaksa Ronald.

Pada 5 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan
surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, perihal Permohonan Pelaksanaan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya
meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazaruddin Kiemas Nomor urut
1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku,
nomor urut 6, Dapil Sumsel I.

Pada bulan yang sama, Harun Masiku datang ke
kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu
Harun Masiku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang secara
formal yang telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor
2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan.

Menindaklanjuti surat tersebut, pada 26
Agustus 2019 KPU RI mengirimkan Surat Nomor 1177/PY.01.1SD/06/KPU/VIII/2019
perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
57P/HUM/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP
PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Saeful didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1)
huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

 

Exit mobile version