26.3 C
Jakarta
Wednesday, November 27, 2024

Mencari Jejak Buaya, Sang Predator di Sungai Sumber Air Bersih

            Kehidupan warga Kampung Tabalar Muara,
Kecamatan Tabalar, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) bak buah
simalakama. Setiap hari harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan air bersih di
sungai yang dihuni banyak predator raksasa. Tak sekadar menebar ancaman, buaya
penghuni Sungai Tabalar Muara sudah beberapa kali memangsa warga.

Jalalludin, kepala Kampung Tabalar Muara,
bercerita tentang ganasnya predator raksasa di daerah tersebut. Bagi warga
kampung menyebut sang predator dengan kata buaya adalah hal yang tabu. Mereka
menyebut dengan kata Nenek. “Kalau menyebut kata buaya itu pertanda akan ada
korban di kampung ini,” ungkap pria yang berusia 47 tahun itu kepada Berau
Post
.

Kampung Tabalar Muara berjarak sekitar 120
kilometer dari Kecamatan Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau. Butuh 3 jam
perjalanan darat untuk mencapainya dari Tanjung Redeb. Itu dengan menumpangi
mobil.

Kampung yang memiliki luas 2.044 hektare itu
dihuni 779 penduduk. Mereka tersebar di empat rukun tetangga (RT). Mayoritas
warganya bekerja sebagai nelayan.

Kampung Tabalar Muara, merupakan satu dari
enam kampung yang masuk wilayah Kecamatan Tabalar. Warga kampung yang
berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Biatan itu, mayoritas bekerja
sebagai nelayan.

Kembali kepada Jalalludin. Selama 20 tahun
tinggal di Tabalar Muara, warga setempat sudah menyadari betapa besarnya risiko
dalam mencari air bersih di sungai. Sejak 2012 sudah ada empat kasus warga
diterkam buaya. Umumnya para korban ketika beraktivitas di sungai. Dari keempat
korban itu, tiga di antaranya tidak pernah ditemukan jasadnya.

Seperti halnya Pendi, 17 tahun. Jasad pria itu
hingga kini belum pernah ditemukan. Kejadian yang menimpang pada 2012 silam.
Persis sekira pukul 18.00 Wita. Ketika itu Pendi melintas menggunakan perahu
ketinting di sungai. “Bahkan korban saat itu sempat menegur saya,” kenangnya.

Beberapa saat kemudian, seteah Jalalludin
selesai salat magrib, dirinya mendapat kabar bahwa Pendi telah dimangsa sang
nenek. Jalalludin pun langsung membuka tali perahu milik korban yang baru saja
ditambatkan. Bersama warga, Jalalludin pun langsung melakukan pencarian. Hingga
malam semakin larut, tanda-tanda kemunculan korban tidak ditemukan. Termasuk
sang nenek yang menjadi pemangsa, enggan menampakkan diri ke permukaan sungai.

 

“Pencarian terus dilakukan, tapi korban tidak
bisa ditemukan. Sampai semingguan dilakukan pencarian, tapi tidak ada hasil
juga. Bahkan sampai detik ini (pekan lalu, Red), jasad Pendi belum juga
ditemukan,” ungkapnya.

Baca Juga :  KLHK Borong Panen Petani Untuk Dibagikan ke Tenaga Medis Covid-19

Berselang 3 tahun, tepatnya Mei 2015, sang
nenek kembali ‘meminta’ korban. Yang menjadi korban kala itu seorang anak kecil
berusia 10 tahun bernama Muhammad Tang.

Saat kejadian, Muhammad Tang bersama
teman-temannya tengah berenang di tepi sungai, sekitar pukul 17.30 Wita. Jelang
magrib, teman-teman korban sudah selesai berenang di tepi sungai. Namun korban
tetap asyik berenang. Bahkan saat diajak temannya untuk berhenti dan naik ke
daratan, korban memang menurutinya. Namun sesampainya di daratan, korban kembali
menceburkan diri ke sungai dan kembali berenang.

“Saat melompat ke sungai, terjadi pusaran arus
yang cukup kuat. Korban seperti terbawa arus yang ternyata ada warga yang
kebetulan lewat, melihat korban dalam gigitan si nenek dan dibawa ke arah
hulu,” terang Jalalludin.

Tidak butuh waktu lama bagi si nenek untuk
kembali menghilangkan nyawa warga Tabalar Muara. Awal 2016 silam, seorang warga
bernama Bandu, 60, pun dimangsa buaya.

Kala itu Bandu yang tengah bersantai bersama
anaknya di rumah. Beberapa lama berselang, Bandu beranjak menuju kebun yang
hanya berjarak sekitar 250 meter dari rumah dia. Saat itu, dia mengaku hanya
ingin membuat api unggun di kebun untuk menakut-nakuti babi yang menjadi hama
bagi warga setempat. Ketika hendak pulang Bandu diduga diterkam buaya.

Karena, korban yang sebelumnya memang sering
menginap di gubuk kayu yang berada di kebunnya tak kunjung pulang hingga
keesokan harinya. Bahkan ketika istrinya, Intang, datang untuk membawakan
sarapan ke kebun hanya ditemukan pakaian dan parang milik korban.

“Saat itu air sungai tengah pasang besar dan
kebun korban itu melewati sungai. Kemungkinan korban mandi (di kebun, red),
karena baju, celana pendek, serta parang korban, ditemukan di atas jamban,”
katanya.

Karena panik, Intang langsung melapor ke warga
setempat bahwa suaminya hilang. Jalalludin bersama warga pun melakukan
pencarian. Namun yang ditemukan hanya tanda-tanda yang mengarah jika Bandu
telah jadi korban terkaman buaya.

“Nenek itu yang terkam. Buktinya, saat itu
saya menunjukkan ke warga, kalau di bibir sungai terdapat bekas seretan dan
jejak kaki sang nenek (buaya). Rumput di sepanjang bibir sungai juga rebah dan
tanaman akar sebagian terangkat. Bandu pun hingga kini hilang tanpa kabar,”
lanjutnya.

Baca Juga :  Indonesia Kembali Kedatangan 1,1 Juta Dosis Vaksin Produksi Sinopharm

Ketika Bandu diketahui menghilang, kejadian
mistis dialami menantu korban, Sidar 26. Malam harinya, Sidar tiba-tiba
kerasukan roh halus yang mengaku bahwa dirinya adalah penunggu sungai.

Saat kerasukan Sidar terus berteriak dan
berkata, “Dia telah banyak berjanji padaku, akan memberikan sebagian hasil
bumi. Empat hari lalu Aku mau mengambilnya, namun Aku kasihan dengan anak dan
istrinya. Tetapi pada malam kemarin, Dia (korban, red) seorang diri, jadi aku
ambil dia,” tutur Jalalludin, menirukan perkataan Sidar saat kerasukan.

Jalalludin yang mengaku melihat langsung Sidar
kerasukan masih sering terbayang-bayang jika hendak ke sungai. Namun apa daya,
tidak adanya sumber air bersih, dia dan warga lainnya harus beraktivitas di
sungai yang melintangi kampungnya.

Yang masih segar dalam ingatan Jalalludin
kejadian terakhir pada Selasa, 7 Mei lalu. Seorang anak berusia 8 tahun bernama
Andito. Dia menjadi korban keganasan buaya di kampung Tabalar Muara.
Kejadiannya sekitar pukul 07.30 Wita.

Ketika itu, korban disuruh orang tuanya untuk
membuang sampah. Namun ketika melihat teman-temannya berenang di sungai, korban
lantas menghampiri dan ikut bermain.

Jarak antara rumah korban dengan sungai cukup
dekat. Hanya sekitar 200 meter saja. Setelah asyik berenang, korban naik dan
duduk di atas papan kayu berukuran sekitar 40 sentimeter yang berada di tepi
sungai. Saat tengah bersantai di tepi sungai itulah korban diterkam dan dibawa
ke sungai oleh buaya.

Padahal, saat kejadian, di sepanjang sungai
banyak warga beraktivitas. Ada yang tengah mencuci pakaian, mencuci motor,
hingga mandi. Menurut Jalalludin, saat kejadian warga memang sempat mendengar
suara seperti benda yang jatuh ke sungai. Namun warga mengira itu hanya
buah kelapa yang jatuh, sampai akhirnya ada yang melihat Andito tengah diseret
buaya berukuran sekitar 4 meter ke tengah sungai.

“Warga yang melihat langsung menyalakan
ketinting dan perahu penyedot pasir untuk mengejar. Namun tidak membuahkan
hasil. Pencarian terus dilakukan hingga malam hari juga tidak ada hasil,”
ungkapnya.

Jasad Andito akhirnya baru ditemukan keesokan
harinya, pukul 14.00 Wita. Lokasi kemunculannya juga tak jauh dari tempat
korban diterkam. â€œDari keempat korban, hanya korban terakhir ini yang
berhasil kami temukan,” tutur Jalalludin mengenang kejadian tersebut.(jpc)

 

            Kehidupan warga Kampung Tabalar Muara,
Kecamatan Tabalar, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) bak buah
simalakama. Setiap hari harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan air bersih di
sungai yang dihuni banyak predator raksasa. Tak sekadar menebar ancaman, buaya
penghuni Sungai Tabalar Muara sudah beberapa kali memangsa warga.

Jalalludin, kepala Kampung Tabalar Muara,
bercerita tentang ganasnya predator raksasa di daerah tersebut. Bagi warga
kampung menyebut sang predator dengan kata buaya adalah hal yang tabu. Mereka
menyebut dengan kata Nenek. “Kalau menyebut kata buaya itu pertanda akan ada
korban di kampung ini,” ungkap pria yang berusia 47 tahun itu kepada Berau
Post
.

Kampung Tabalar Muara berjarak sekitar 120
kilometer dari Kecamatan Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau. Butuh 3 jam
perjalanan darat untuk mencapainya dari Tanjung Redeb. Itu dengan menumpangi
mobil.

Kampung yang memiliki luas 2.044 hektare itu
dihuni 779 penduduk. Mereka tersebar di empat rukun tetangga (RT). Mayoritas
warganya bekerja sebagai nelayan.

Kampung Tabalar Muara, merupakan satu dari
enam kampung yang masuk wilayah Kecamatan Tabalar. Warga kampung yang
berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Biatan itu, mayoritas bekerja
sebagai nelayan.

Kembali kepada Jalalludin. Selama 20 tahun
tinggal di Tabalar Muara, warga setempat sudah menyadari betapa besarnya risiko
dalam mencari air bersih di sungai. Sejak 2012 sudah ada empat kasus warga
diterkam buaya. Umumnya para korban ketika beraktivitas di sungai. Dari keempat
korban itu, tiga di antaranya tidak pernah ditemukan jasadnya.

Seperti halnya Pendi, 17 tahun. Jasad pria itu
hingga kini belum pernah ditemukan. Kejadian yang menimpang pada 2012 silam.
Persis sekira pukul 18.00 Wita. Ketika itu Pendi melintas menggunakan perahu
ketinting di sungai. “Bahkan korban saat itu sempat menegur saya,” kenangnya.

Beberapa saat kemudian, seteah Jalalludin
selesai salat magrib, dirinya mendapat kabar bahwa Pendi telah dimangsa sang
nenek. Jalalludin pun langsung membuka tali perahu milik korban yang baru saja
ditambatkan. Bersama warga, Jalalludin pun langsung melakukan pencarian. Hingga
malam semakin larut, tanda-tanda kemunculan korban tidak ditemukan. Termasuk
sang nenek yang menjadi pemangsa, enggan menampakkan diri ke permukaan sungai.

 

“Pencarian terus dilakukan, tapi korban tidak
bisa ditemukan. Sampai semingguan dilakukan pencarian, tapi tidak ada hasil
juga. Bahkan sampai detik ini (pekan lalu, Red), jasad Pendi belum juga
ditemukan,” ungkapnya.

Baca Juga :  KLHK Borong Panen Petani Untuk Dibagikan ke Tenaga Medis Covid-19

Berselang 3 tahun, tepatnya Mei 2015, sang
nenek kembali ‘meminta’ korban. Yang menjadi korban kala itu seorang anak kecil
berusia 10 tahun bernama Muhammad Tang.

Saat kejadian, Muhammad Tang bersama
teman-temannya tengah berenang di tepi sungai, sekitar pukul 17.30 Wita. Jelang
magrib, teman-teman korban sudah selesai berenang di tepi sungai. Namun korban
tetap asyik berenang. Bahkan saat diajak temannya untuk berhenti dan naik ke
daratan, korban memang menurutinya. Namun sesampainya di daratan, korban kembali
menceburkan diri ke sungai dan kembali berenang.

“Saat melompat ke sungai, terjadi pusaran arus
yang cukup kuat. Korban seperti terbawa arus yang ternyata ada warga yang
kebetulan lewat, melihat korban dalam gigitan si nenek dan dibawa ke arah
hulu,” terang Jalalludin.

Tidak butuh waktu lama bagi si nenek untuk
kembali menghilangkan nyawa warga Tabalar Muara. Awal 2016 silam, seorang warga
bernama Bandu, 60, pun dimangsa buaya.

Kala itu Bandu yang tengah bersantai bersama
anaknya di rumah. Beberapa lama berselang, Bandu beranjak menuju kebun yang
hanya berjarak sekitar 250 meter dari rumah dia. Saat itu, dia mengaku hanya
ingin membuat api unggun di kebun untuk menakut-nakuti babi yang menjadi hama
bagi warga setempat. Ketika hendak pulang Bandu diduga diterkam buaya.

Karena, korban yang sebelumnya memang sering
menginap di gubuk kayu yang berada di kebunnya tak kunjung pulang hingga
keesokan harinya. Bahkan ketika istrinya, Intang, datang untuk membawakan
sarapan ke kebun hanya ditemukan pakaian dan parang milik korban.

“Saat itu air sungai tengah pasang besar dan
kebun korban itu melewati sungai. Kemungkinan korban mandi (di kebun, red),
karena baju, celana pendek, serta parang korban, ditemukan di atas jamban,”
katanya.

Karena panik, Intang langsung melapor ke warga
setempat bahwa suaminya hilang. Jalalludin bersama warga pun melakukan
pencarian. Namun yang ditemukan hanya tanda-tanda yang mengarah jika Bandu
telah jadi korban terkaman buaya.

“Nenek itu yang terkam. Buktinya, saat itu
saya menunjukkan ke warga, kalau di bibir sungai terdapat bekas seretan dan
jejak kaki sang nenek (buaya). Rumput di sepanjang bibir sungai juga rebah dan
tanaman akar sebagian terangkat. Bandu pun hingga kini hilang tanpa kabar,”
lanjutnya.

Baca Juga :  Indonesia Kembali Kedatangan 1,1 Juta Dosis Vaksin Produksi Sinopharm

Ketika Bandu diketahui menghilang, kejadian
mistis dialami menantu korban, Sidar 26. Malam harinya, Sidar tiba-tiba
kerasukan roh halus yang mengaku bahwa dirinya adalah penunggu sungai.

Saat kerasukan Sidar terus berteriak dan
berkata, “Dia telah banyak berjanji padaku, akan memberikan sebagian hasil
bumi. Empat hari lalu Aku mau mengambilnya, namun Aku kasihan dengan anak dan
istrinya. Tetapi pada malam kemarin, Dia (korban, red) seorang diri, jadi aku
ambil dia,” tutur Jalalludin, menirukan perkataan Sidar saat kerasukan.

Jalalludin yang mengaku melihat langsung Sidar
kerasukan masih sering terbayang-bayang jika hendak ke sungai. Namun apa daya,
tidak adanya sumber air bersih, dia dan warga lainnya harus beraktivitas di
sungai yang melintangi kampungnya.

Yang masih segar dalam ingatan Jalalludin
kejadian terakhir pada Selasa, 7 Mei lalu. Seorang anak berusia 8 tahun bernama
Andito. Dia menjadi korban keganasan buaya di kampung Tabalar Muara.
Kejadiannya sekitar pukul 07.30 Wita.

Ketika itu, korban disuruh orang tuanya untuk
membuang sampah. Namun ketika melihat teman-temannya berenang di sungai, korban
lantas menghampiri dan ikut bermain.

Jarak antara rumah korban dengan sungai cukup
dekat. Hanya sekitar 200 meter saja. Setelah asyik berenang, korban naik dan
duduk di atas papan kayu berukuran sekitar 40 sentimeter yang berada di tepi
sungai. Saat tengah bersantai di tepi sungai itulah korban diterkam dan dibawa
ke sungai oleh buaya.

Padahal, saat kejadian, di sepanjang sungai
banyak warga beraktivitas. Ada yang tengah mencuci pakaian, mencuci motor,
hingga mandi. Menurut Jalalludin, saat kejadian warga memang sempat mendengar
suara seperti benda yang jatuh ke sungai. Namun warga mengira itu hanya
buah kelapa yang jatuh, sampai akhirnya ada yang melihat Andito tengah diseret
buaya berukuran sekitar 4 meter ke tengah sungai.

“Warga yang melihat langsung menyalakan
ketinting dan perahu penyedot pasir untuk mengejar. Namun tidak membuahkan
hasil. Pencarian terus dilakukan hingga malam hari juga tidak ada hasil,”
ungkapnya.

Jasad Andito akhirnya baru ditemukan keesokan
harinya, pukul 14.00 Wita. Lokasi kemunculannya juga tak jauh dari tempat
korban diterkam. â€œDari keempat korban, hanya korban terakhir ini yang
berhasil kami temukan,” tutur Jalalludin mengenang kejadian tersebut.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru