JAKARTA – Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin mendukung ketegasan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menolak Permintaan PT Freeport terkait izin tambahan kuota ekspor konsentrat tembaga pada tahun 2025.
Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI ini mengatakan tidak ada rencana pemberian kelonggaran (relaksasi) ekspor mineral kepada perusahaan tambang PT Freeport tersebut merupakan Kebijakan yang tepat.
“Kita dukung, jangan ada lagi relaksasi diberikan kepada seluruh smelter yang meminta relaksasi ekspor,” tegas Mukhtarudin, Rabu 25 Desember 2024.
Mukhtarudin menekankan bahwa hilirisasi industri menjadi salah satu langkah penting bagi Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045
“Artinya, Freeport dalam hal ini harus berkomitmen untuk mendukung program hilirisasi yang yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto,” imbuh Mukhtarudin
Untuk itu, Mukhtarudin terus mendorong Pemerintah melalui Kementerian ESDM terkait program-program peningkatan nilai lebih melalui hilirisasi mineral.
“Sehingga dapat memberikan manfaat maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta memiliki jiwa kompetitif yang kuat dalam pengembangan industri nasional,” pungkas Mukhtarudin.
Izin Ekspor Konsentrat Ditolak
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa permintaan Freeport terkait izin tambahan kuota ekspor konsentrat tembaga pada tahun 2025, ditolak.
“Ini mungkin lagu lama Freeport sebenarnya. Sejak saya mahasiswa, sampai menjadi Menteri ESDM, tema Freeport ini begitu terus. Saya sudah banyak belajar sama Freeport. Masa dari S1 hingga jadi Menteri ESDM, hafal lagu Freeport,” ungkap Bahlil.
Bahlil tak menggubris alasan terbakarnya smelter tembaga milik Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Jawa Timur. Seharusnya, Freeport cepat memperbaiki smelter tersebut.
Ketum Golkar ini mengatakan Freeport mustinya menunjukkan komitmen dalam mendukung program hilirisasi yang dicanangkan pemerintahan Prabowo Subianto. Bukan malah dijadikan alasan untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga.
“Tapi berapa bulan memperbaiki? Kalau terbakar, berapa lama perbaikannya? Jangan begitu. Dia (Freeport) tidak memiliki komitmen, dia lama-lama ekspor terus. Ini kan kita tahu kelakuan manajemen sebagian Freeport ini kan. Ini lagu lama, bos,” tuturnya.
Bahlil mengakui pernah mendapatkan beasiswa dari Freeport saat melanjutkan pendidikan ke universitas. Namun, dia berjanji tetap berjanji adil untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi.
“Saya mendukung Freeport asal adil kepada bangsa dan negara ini. Kalau aku lebih milih RI, lebih milih cinta negara gue. Ketimbang gue korbankan negara. Sekalipun 51 persen saham Freeport sudah dalam genggaman Indonesia,” pungkas Bahlil Lahadalia. (tim)