28.4 C
Jakarta
Saturday, May 31, 2025

Pendidikan Tak Akan Maju Tanpa Peran Keluarga

Sekolah kerap kali menjadi sasaran kritik dalam isu pendidikan. Banyak orang menilai institusi pendidikan tidak mampu memenuhi kebutuhan murid secara maksimal. Padahal, sebagian besar tugas itu sebenarnya berada di pundak keluarga.

Dikutip dari YourTango, seorang guru di Amerika Serikat memantik perdebatan dengan pernyataannya yang lugas, “Anak-anak membutuhkan orang tua yang benar-benar baik-baik saja.”

Pernyataan itu datang dari Tabitha, seorang guru sekaligus kreator konten di TikTok, yang menyampaikan keresahannya terhadap ekspektasi berlebihan yang ditujukan kepada sekolah dan guru. D

alam salah satu video viralnya, ia menyampaikan bahwa dunia pendidikan tidak akan membaik jika anak-anak tidak dibesarkan dalam keluarga yang mampu secara emosional dan mental untuk mengasuh mereka.

“Pendidikan tidak akan berkembang sampai siswa memiliki keluarga yang punya kapasitas dan sumber daya untuk menjadi orang tua,” ucap Tabitha tegas.

“Itu saja. Itu TikTok-nya,” lanjutnya.

Namun, video itu hanyalah awal dari percakapan yang lebih luas. Tabitha kemudian merespons berbagai komentar yang masuk, termasuk dari seorang pengguna TikTok yang berkata, “Sekolah dan guru bukan tempat penitipan anak gratis.” Komentar ini rupanya menuai banyak kritik, sesuatu yang tak lagi mengejutkan bagi Tabitha.

Baca Juga :  Presiden Brazil Jair Bolsonaro (Antara/Reuters)

Menurutnya, sebagian masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa sekolah harus memenuhi semua kebutuhan anak, mulai dari pendidikan hingga pengasuhan.

“Kita belum membangun komunitas yang benar-benar berbagi sumber daya dan bertanggung jawab bersama,” katanya.

Ia menyoroti adanya jurang antara kelompok masyarakat yang ingin saling berbagi dan yang merasa semua harus didapatkan sendiri.

Salah satu poin paling menarik yang diangkat Tabitha adalah perbandingan antara dua teori pendidikan, yakni “Maslow” sebelum “Bloom”. Mengacu pada laporan dari PACEs Connection, Maslow mengajukan bahwa kebutuhan dasar seperti rasa aman dan kenyamanan harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum anak-anak dapat menyerap pelajaran yang kompleks sebagaimana diajarkan dalam kerangka Bloom.

“Kalau orang tua mereka sendiri tidak bisa berdiri kokoh di dasar piramida kebutuhan itu, anak-anak tidak akan pernah bisa naik ke atas,” ujar Tabitha sambil menunjukkan diagram Maslow.

Ia menambahkan bahwa sekalipun sistem pendidikan memiliki guru terbaik, kurikulum sempurna, dan fasilitas yang memadai, semua itu tidak cukup jika kehidupan rumah tangga anak-anak berada dalam kekacauan.

Baca Juga :  Agustiar Berkomitmen Terus Memperjuangkan Nasib Para Guru

Meski begitu, Tabitha juga tidak menampik bahwa sistem pendidikan sendiri bermasalah. Ia mengakui bahwa sekolah-sekolah sering kali kekurangan dana atau salah alokasi anggaran, lamban dalam mengikuti perkembangan ilmu otak, dan kekurangan tenaga pengajar.

“Siapa juga yang ingin jadi guru sekarang?” sindirnya.

Namun pada akhirnya, ia kembali menegaskan bahwa banyak tugas guru yang bukan mengajar, melainkan “menangani krisis” karena kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.

Pernyataan Tabitha ini diamini pula oleh American Psychological Association. Dalam laporan mereka disebutkan bahwa hubungan yang sehat antara anak dan orang tua berdampak pada harga diri yang lebih tinggi, performa akademik yang lebih baik, serta penurunan risiko depresi dan penyalahgunaan obat-obatan.

Sekolah memang memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Namun, sebagaimana ditekankan Tabitha, sekolah bukanlah pengganti keluarga. Guru bukanlah orang tua kedua secara utuh, mereka adalah mitra, bukan pengganti. Dan untuk anak-anak bisa berkembang secara optimal, rumah adalah tempat yang pertama dan utama.(jpc)

Sekolah kerap kali menjadi sasaran kritik dalam isu pendidikan. Banyak orang menilai institusi pendidikan tidak mampu memenuhi kebutuhan murid secara maksimal. Padahal, sebagian besar tugas itu sebenarnya berada di pundak keluarga.

Dikutip dari YourTango, seorang guru di Amerika Serikat memantik perdebatan dengan pernyataannya yang lugas, “Anak-anak membutuhkan orang tua yang benar-benar baik-baik saja.”

Pernyataan itu datang dari Tabitha, seorang guru sekaligus kreator konten di TikTok, yang menyampaikan keresahannya terhadap ekspektasi berlebihan yang ditujukan kepada sekolah dan guru. D

alam salah satu video viralnya, ia menyampaikan bahwa dunia pendidikan tidak akan membaik jika anak-anak tidak dibesarkan dalam keluarga yang mampu secara emosional dan mental untuk mengasuh mereka.

“Pendidikan tidak akan berkembang sampai siswa memiliki keluarga yang punya kapasitas dan sumber daya untuk menjadi orang tua,” ucap Tabitha tegas.

“Itu saja. Itu TikTok-nya,” lanjutnya.

Namun, video itu hanyalah awal dari percakapan yang lebih luas. Tabitha kemudian merespons berbagai komentar yang masuk, termasuk dari seorang pengguna TikTok yang berkata, “Sekolah dan guru bukan tempat penitipan anak gratis.” Komentar ini rupanya menuai banyak kritik, sesuatu yang tak lagi mengejutkan bagi Tabitha.

Baca Juga :  Presiden Brazil Jair Bolsonaro (Antara/Reuters)

Menurutnya, sebagian masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa sekolah harus memenuhi semua kebutuhan anak, mulai dari pendidikan hingga pengasuhan.

“Kita belum membangun komunitas yang benar-benar berbagi sumber daya dan bertanggung jawab bersama,” katanya.

Ia menyoroti adanya jurang antara kelompok masyarakat yang ingin saling berbagi dan yang merasa semua harus didapatkan sendiri.

Salah satu poin paling menarik yang diangkat Tabitha adalah perbandingan antara dua teori pendidikan, yakni “Maslow” sebelum “Bloom”. Mengacu pada laporan dari PACEs Connection, Maslow mengajukan bahwa kebutuhan dasar seperti rasa aman dan kenyamanan harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum anak-anak dapat menyerap pelajaran yang kompleks sebagaimana diajarkan dalam kerangka Bloom.

“Kalau orang tua mereka sendiri tidak bisa berdiri kokoh di dasar piramida kebutuhan itu, anak-anak tidak akan pernah bisa naik ke atas,” ujar Tabitha sambil menunjukkan diagram Maslow.

Ia menambahkan bahwa sekalipun sistem pendidikan memiliki guru terbaik, kurikulum sempurna, dan fasilitas yang memadai, semua itu tidak cukup jika kehidupan rumah tangga anak-anak berada dalam kekacauan.

Baca Juga :  Agustiar Berkomitmen Terus Memperjuangkan Nasib Para Guru

Meski begitu, Tabitha juga tidak menampik bahwa sistem pendidikan sendiri bermasalah. Ia mengakui bahwa sekolah-sekolah sering kali kekurangan dana atau salah alokasi anggaran, lamban dalam mengikuti perkembangan ilmu otak, dan kekurangan tenaga pengajar.

“Siapa juga yang ingin jadi guru sekarang?” sindirnya.

Namun pada akhirnya, ia kembali menegaskan bahwa banyak tugas guru yang bukan mengajar, melainkan “menangani krisis” karena kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.

Pernyataan Tabitha ini diamini pula oleh American Psychological Association. Dalam laporan mereka disebutkan bahwa hubungan yang sehat antara anak dan orang tua berdampak pada harga diri yang lebih tinggi, performa akademik yang lebih baik, serta penurunan risiko depresi dan penyalahgunaan obat-obatan.

Sekolah memang memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Namun, sebagaimana ditekankan Tabitha, sekolah bukanlah pengganti keluarga. Guru bukanlah orang tua kedua secara utuh, mereka adalah mitra, bukan pengganti. Dan untuk anak-anak bisa berkembang secara optimal, rumah adalah tempat yang pertama dan utama.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/