Site icon Prokalteng

Pengacara Kini jadi Incaran Junta Militer, Ditangkap dan Diintimidasi

pengacara-kini-jadi-incaran-junta-militer-ditangkap-dan-diintimidasi

PROKALTENG.CO-Demokrasi dan penegakan hukum di Myanmar berada di titik nadir. Para pengacara yang berjuang menolong penduduk Myanmar ikut menjadi sasaran junta militer. Mereka juga ditangkap. Selama sebulan terakhir, sudah ada lima pengacara yang dijebloskan ke balik jeruji besi.

Salah satu korbannya adalah U Thein Hlaing Tun. Pengacara untuk Ketua Dewan Naypyidaw Myo Aung itu ditahan 24 Mei lalu. Saat itu dia akan menemui kliennya di pengadilan khusus Naypyidaw. Pengacara tersebut dijerat pasal 505A dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.

”Myo Aung tidak diberi tahu bahwa pengacaranya telah ditahan,” ujar Khin Maung Zaw, kepala tim pembela Aung San Suu Kyi, seperti dikutip Al Jazeera. Myo Aung baru tahu setelah bertemu dengan pengacara lain pada 7 Juni. Dia lalu meminta salah satu pengacara dari tim Khin Maung Zaw untuk membelanya.

Khin Maung Zaw merasa khawatir dengan nasib para pengacara. Situasinya saat ini sangat sulit karena mereka takut diusik ataupun ditangkap junta militer. Bukan hanya itu, saat ini ada ketidaksepakatan internal terkait bagaimana melanjutkan proses hukum dengan situasi yang ada saat ini.

Pengacara Thet Tun Oo juga ditahan pada 2 Juni lalu. Dia diamankan saat akan menghadiri sidang di Kachin. Thet Tun Oo adalah advokat untuk lebih dari 100 tahanan politik. Salah satu koleganya menyatakan bahwa para pengacara lain langsung bersembunyi. Tapi, mereka tidak diam. Para pengacara itu mencari cara untuk tetap bisa membela para kliennya.

Sejak kudeta militer 1 Februari lalu, ada 883 warga sipil yang tewas. Lebih dari 6 ribu orang ditahan. Mayoritas adalah demonstran dan tokoh politik. Salah satu pengacara yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan bahwa polisi tidak berseragam kerap memotret dan merekam mereka dengan cara yang mengintimidasi. Pengacara perempuan menjadi takut untuk pergi ke pengadilan sendiri. Bahkan, ada orang asing yang mengawasi rumah mereka.

”Kami merasa seperti tidak ada lagi aturan hukum,” ujar pengacara itu. Mereka yang ditangkap tidak diberi bantuan hukum dan menghilang begitu saja. ”Sekarang tidak ada yang bisa melindungi kami, bahkan hukum pun tidak bisa melindungi hak kami,” tambahnya.

Tahanan biasanya tidak bisa menghubungi keluarganya. Pengacara adalah jalan satu-satunya bagi mereka untuk berkabar dengan orang tercinta. Termasuk memberitahukan situasi terkini. Tidak jarang beberapa di antara mereka mengalami luka-luka karena dipukuli selama di dalam penjara. Biasanya satu tahanan memberikan informasi terkait beberapa tahanan lainnya kepada pengacaranya. Info itulah yang diteruskan ke keluarga masing-masing.

”Menjadikan pengacara sebagai target mungkin bakal memotong sumber informasi penting tentang tahanan lain di dalam penjara,” ujar Wakil Direktur Human Rights Watch Divisi Asia Phil Robertson.

Sementara itu, International Crisis Group, Senin (28/6) mengungkapkan bahwa kerusuhan di Myanmar melonjak akibat adanya pasukan pertahanan sipil yang mulai berani angkat senjata. Mereka memperingatkan kemungkinan tingginya korban jiwa jika situasi tidak berubah. Di satu sisi, junta militer tidak akan segan mengerahkan kekuatan untuk melumpuhkan siapa pun yang melawan. Perempuan, anak-anak, dan lansia tak luput jadi korban.

Situasi di Hongkong juga terus memburuk. Otoritas setempat menangkap mantan jurnalis Apple Daily Fung Wai-kong di bandara pada Minggu malam (27/6). Saat itu Fung ditengarai akan pergi ke Inggris. Dia didakwa melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional.

Fung adalah staf ke-7 Apple Daily yang dipenjara. Semuanya dijerat dengan dakwaan yang sama. Sebelum Apple Daily tutup, Fung adalah editor dan kolumnis di koran prodemokrasi tersebut.

Berita penangkapan itu muncul beberapa jam setelah Stand News menyatakan bakal menutup kolom komentar karena khawatir dengan langkah yang bakal diambil pemerintah. Pihak Stand News agaknya takut bernasib sama seperti Apple Daily. Ia saat ini menjadi satu-satunya media prodemokrasi di Hongkong yang tersisa.

Exit mobile version