25 C
Jakarta
Thursday, November 28, 2024

Polisi Hongkong dan Tiongkok yang Kian Aktif Lakukan Penangkapan

Malam mulai
menyelimuti Tsuen Wan, Hongkong, Minggu (25/8). Namun, kota yang menghadap ke
teluk itu bukannya kian tenang. Situasi malah tambah panas. Ribuan demonstran
yang turun ke jalan tak mau pulang. Sebagian yang berada di garis depan memilih
untuk terus menyerang. Pihak kepolisian jadi sasaran pembalasan.

Sekelompok
polisi dikerumuni massa yang bersenjata batu dan benda-benda lainnya. Seorang
polisi tiba-tiba terjatuh. Yang lain berusaha melindungi. Merasa nyawa mereka
terancam, seorang petugas kepolisian akhirnya memberikan tembakan peringatan ke
udara. Itu adalah kali pertama peluru asli ditembakkan sepanjang aksi demo di
Hongkong.

“Sebanyak 15
anggota kepolisian terluka dalam bentrok malam itu.” Demikian bunyi pernyataan
Kepolisian Hongkong seperti dikutip Agence France-Presse.

Hari itu 36
demonstran ditangkap. Yang paling muda masih berusia 12 tahun. Sepanjang pekan
lalu, total 86 orang sudah dijebloskan di balik jeruji besi. Mereka ditangkap
karena memiliki senjata, menyerang polisi, dan menggelar pertemuan yang
melanggar hukum.

Tak ada yang
tahu pasti siapa yang mulai rusuh lebih dulu. Baik polisi maupun demonstran
saling klaim kebenaran. Tembakan peringatan polisi itu menjadi kecaman di
berbagai media sosial. Warganet menuding polisi telah gagal mengontrol emosi.

Baca Juga :  Segera Terbitkan Izin, WHO Akui Vaksin Sinovac Aman

Sering polisi
memang salah tangkap. Jan Bochenski pernah menjadi salah satunya. Mantan
petugas kepolisian itu tengah melihat aksi massa yang rusuh di Ka On Street,
Sai Wan, Minggu (4/8), pukul 09.00. Rumah pensiunan 62 tahun itu memang berada
di area yang sama. Tiba-tiba saja petugas kepolisian datang dan mengecek identi­tasnya.
Begitu tahu bahwa Bochenski bukan turis, polisi langsung mengamankan dia dengan
alasan menggelar perkumpulan yang melanggar hukum.

Bochenski
menegaskan bahwa saat itu ada beberapa remaja, pengantar pizza, chef asal India
yang masih memakai seragam, seorang ibu dan anaknya, serta beberapa orang
lainnya yang totalnya sekitar 30 orang. Mereka adalah orang-orang yang biasa
ada di jalanan Sai Wan di Minggu malam.

“Tidak ada
jam malam, bagaimana bisa ditahan karena berkumpul secara ilegal?” tanya dia
seperti dikutip South China Morning Post.

Para
pengacara yang mengurus orang-orang yang salah tangkap itu tak kalah pusing.
Polisi biasanya mengulur waktu sehingga mereka harus menunggu lama sebelum
bertemu dengan kliennya.

Pemerintah
Tiongkok melakukan hal serupa. Mereka mengintensifkan taktik intimidasi kepada
pengacara, jurnalis, aktivis, dan diplomat yang melakukan perjalanan dari dan
ke Tiongkok. Al Jazeera melaporkan bahwa beberapa pekan ini ada kenaikan
penahanan dan inspeksi telepon genggam pada individu yang diduga terlibat
dengan para demonstran. Kemarin Beijing juga mengancam akan mengintervensi
Hongkong jika demo terus rusuh.

Baca Juga :  Terkait Suntik Disinfektan, Trump Sebut Sebagai Pernyataan Sarkasme

Penduduk
Hongkong dan staf Konsulat Inggris Simon Cheng menjadi korban. Dia ditangkap
pada 8 Agustus, saat pergi ke Shenzhen untuk urusan bisnis. Dia diamankan
selama 15 hari. Pengacara HAM Chen Qiushi mengalami tekanan serupa. Dia ke
Hongkong untuk mengamati protes, tapi dipaksa untuk pulang. Videonya yang
mendokumentasikan aksi massa, lalu diunggah di Weibo, langsung dihapus otoritas
Tiongkok.

Hal yang sama
menimpa produser Sky News Asia Michael Greenfield dan dua rekannya. Dia
melakukan perjalanan darat dari Shenzhen ke Hongkong. Pihak imigrasi sempat
menahannya selama sejam dengan alasan ada masalah dengan visanya. Rekannya,
koresponden Sky News Asia Tom Cheshire, juga ditahan Kamis (22/8), ketika pergi
dari Beijing ke Hongkong. Petugas menggeledah telepon genggamnya dan melihat
isi galeri fotonya. Mereka juga melihat akun WeChat milik Cheshire.(jpg)

 

Malam mulai
menyelimuti Tsuen Wan, Hongkong, Minggu (25/8). Namun, kota yang menghadap ke
teluk itu bukannya kian tenang. Situasi malah tambah panas. Ribuan demonstran
yang turun ke jalan tak mau pulang. Sebagian yang berada di garis depan memilih
untuk terus menyerang. Pihak kepolisian jadi sasaran pembalasan.

Sekelompok
polisi dikerumuni massa yang bersenjata batu dan benda-benda lainnya. Seorang
polisi tiba-tiba terjatuh. Yang lain berusaha melindungi. Merasa nyawa mereka
terancam, seorang petugas kepolisian akhirnya memberikan tembakan peringatan ke
udara. Itu adalah kali pertama peluru asli ditembakkan sepanjang aksi demo di
Hongkong.

“Sebanyak 15
anggota kepolisian terluka dalam bentrok malam itu.” Demikian bunyi pernyataan
Kepolisian Hongkong seperti dikutip Agence France-Presse.

Hari itu 36
demonstran ditangkap. Yang paling muda masih berusia 12 tahun. Sepanjang pekan
lalu, total 86 orang sudah dijebloskan di balik jeruji besi. Mereka ditangkap
karena memiliki senjata, menyerang polisi, dan menggelar pertemuan yang
melanggar hukum.

Tak ada yang
tahu pasti siapa yang mulai rusuh lebih dulu. Baik polisi maupun demonstran
saling klaim kebenaran. Tembakan peringatan polisi itu menjadi kecaman di
berbagai media sosial. Warganet menuding polisi telah gagal mengontrol emosi.

Baca Juga :  Segera Terbitkan Izin, WHO Akui Vaksin Sinovac Aman

Sering polisi
memang salah tangkap. Jan Bochenski pernah menjadi salah satunya. Mantan
petugas kepolisian itu tengah melihat aksi massa yang rusuh di Ka On Street,
Sai Wan, Minggu (4/8), pukul 09.00. Rumah pensiunan 62 tahun itu memang berada
di area yang sama. Tiba-tiba saja petugas kepolisian datang dan mengecek identi­tasnya.
Begitu tahu bahwa Bochenski bukan turis, polisi langsung mengamankan dia dengan
alasan menggelar perkumpulan yang melanggar hukum.

Bochenski
menegaskan bahwa saat itu ada beberapa remaja, pengantar pizza, chef asal India
yang masih memakai seragam, seorang ibu dan anaknya, serta beberapa orang
lainnya yang totalnya sekitar 30 orang. Mereka adalah orang-orang yang biasa
ada di jalanan Sai Wan di Minggu malam.

“Tidak ada
jam malam, bagaimana bisa ditahan karena berkumpul secara ilegal?” tanya dia
seperti dikutip South China Morning Post.

Para
pengacara yang mengurus orang-orang yang salah tangkap itu tak kalah pusing.
Polisi biasanya mengulur waktu sehingga mereka harus menunggu lama sebelum
bertemu dengan kliennya.

Pemerintah
Tiongkok melakukan hal serupa. Mereka mengintensifkan taktik intimidasi kepada
pengacara, jurnalis, aktivis, dan diplomat yang melakukan perjalanan dari dan
ke Tiongkok. Al Jazeera melaporkan bahwa beberapa pekan ini ada kenaikan
penahanan dan inspeksi telepon genggam pada individu yang diduga terlibat
dengan para demonstran. Kemarin Beijing juga mengancam akan mengintervensi
Hongkong jika demo terus rusuh.

Baca Juga :  Terkait Suntik Disinfektan, Trump Sebut Sebagai Pernyataan Sarkasme

Penduduk
Hongkong dan staf Konsulat Inggris Simon Cheng menjadi korban. Dia ditangkap
pada 8 Agustus, saat pergi ke Shenzhen untuk urusan bisnis. Dia diamankan
selama 15 hari. Pengacara HAM Chen Qiushi mengalami tekanan serupa. Dia ke
Hongkong untuk mengamati protes, tapi dipaksa untuk pulang. Videonya yang
mendokumentasikan aksi massa, lalu diunggah di Weibo, langsung dihapus otoritas
Tiongkok.

Hal yang sama
menimpa produser Sky News Asia Michael Greenfield dan dua rekannya. Dia
melakukan perjalanan darat dari Shenzhen ke Hongkong. Pihak imigrasi sempat
menahannya selama sejam dengan alasan ada masalah dengan visanya. Rekannya,
koresponden Sky News Asia Tom Cheshire, juga ditahan Kamis (22/8), ketika pergi
dari Beijing ke Hongkong. Petugas menggeledah telepon genggamnya dan melihat
isi galeri fotonya. Mereka juga melihat akun WeChat milik Cheshire.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru