25.6 C
Jakarta
Wednesday, May 21, 2025

Norwegia Melarang Penggundulan Hutan dengan Berbagai Program Ekstrem Ini

DI TENGAH dunia yang makin panas, literally, Norwegia baru saja bikin gebrakan yang patut ditiru—atau minimal bikin kita mikir ulang soal nasib hutan di negeri sendiri.

Negara Skandinavia ini resmi jadi negara pertama di dunia yang melarang deforestasi.

Bukan sekadar jargon kampanye atau janji saat debat publik, tapi diterjemahkan jadi kebijakan nyata: pemerintah Norwegia tidak akan membeli produk-produk dari rantai pasokan yang terbukti merusak hutan.

Bayangin, semua pengadaan barang dan jasa publik di sana disaring dulu: apakah barang ini berasal dari sawit, kedelai, atau daging sapi yang bikin hutan gundul?

Kalau iya, langsung diskualifikasi. Bukan cuma produk dari dalam negeri, tapi juga dari luar, termasuk negara-negara penghasil sawit seperti Indonesia.

Langkah ini bukan semata-mata demi tampak keren di forum internasional, tapi bagian dari komitmen Norwegia buat menjaga hutan tetap lestari, biodiversitas tetap kaya, dan bumi tetap bisa ditinggali.

Mereka paham betul bahwa hutan itu bukan cuma kumpulan pohon raksasa, tapi juga rumah bagi jutaan spesies, sekaligus tempat hidup komunitas adat yang sering kali justru paling setia menjaga kelestariannya.

Baca Juga :  Data Dikoreksi, Kematian Akibat Covid-19 di India Melonjak

Yang menarik, Norwegia juga memutuskan untuk menyetop penggunaan biofuel berbasis sawit.

Padahal sebelumnya, sawit sempat jadi alternatif “energi hijau” yang digadang-gadang bisa menyelamatkan bumi.

Tapi ternyata, kalau proses produksinya justru ngebabat hutan, ya percuma juga. Alih-alih menyelamatkan bumi, malah makin mempercepat kehancurannya.

Dan ini bagian paling nyentuh: Norwegia nggak cuma mikirin hutannya sendiri.

Mereka juga rela merogoh kantong buat bantu negara berkembang kayak Brasil dan Indonesia dalam menjaga hutan tropisnya.

Bahasa kerennya: solidaritas global.

Iya, Norwegia tahu, kalau hutan Amazon dan hutan Kalimantan rusak, dampaknya bakal dirasain semua orang, termasuk mereka yang tinggal ribuan kilometer jauhnya.

Pertanyaannya sekarang: Indonesia kapan?

Kita ini negara dengan salah satu tutupan hutan terbesar di dunia.

Baca Juga :  Dewan Berharap Program Bantuan Listrik Terealisasi Tahun Ini

Hutan kita bukan cuma rumah orangutan dan harimau Sumatera, tapi juga penyaring karbon raksasa yang menolong dunia.

Tapi tiap tahun, angka deforestasi kita masih tinggi. Alih-alih disayang, hutannya malah sering dikorbankan demi perluasan kebun, tambang, dan proyek-proyek mercusuar.

Memang, ada beberapa langkah positif yang sudah dilakukan.

Ada moratorium sawit, ada program perhutanan sosial, ada janji-janji restorasi lahan. Tapi apakah cukup?

Dan lebih penting lagi: apakah konsisten?

Mungkin kita belum bisa langsung kayak Norwegia, tapi kalau terus-menerus mengabaikan peringatan, ya jangan kaget kalau suatu saat, kita cuma bisa lihat hutan lewat dokumenter YouTube.

Atau lebih sedih lagi: lewat nama jalan.

Jadi, Norwegia hebat? Iya. Tapi Indonesia juga bisa. Asal ada niat, ada kebijakan, dan tentu saja, ada keberanian buat bilang: Cukup. Hutan bukan buat dibabat terus. (*/jpg)

 

DI TENGAH dunia yang makin panas, literally, Norwegia baru saja bikin gebrakan yang patut ditiru—atau minimal bikin kita mikir ulang soal nasib hutan di negeri sendiri.

Negara Skandinavia ini resmi jadi negara pertama di dunia yang melarang deforestasi.

Bukan sekadar jargon kampanye atau janji saat debat publik, tapi diterjemahkan jadi kebijakan nyata: pemerintah Norwegia tidak akan membeli produk-produk dari rantai pasokan yang terbukti merusak hutan.

Bayangin, semua pengadaan barang dan jasa publik di sana disaring dulu: apakah barang ini berasal dari sawit, kedelai, atau daging sapi yang bikin hutan gundul?

Kalau iya, langsung diskualifikasi. Bukan cuma produk dari dalam negeri, tapi juga dari luar, termasuk negara-negara penghasil sawit seperti Indonesia.

Langkah ini bukan semata-mata demi tampak keren di forum internasional, tapi bagian dari komitmen Norwegia buat menjaga hutan tetap lestari, biodiversitas tetap kaya, dan bumi tetap bisa ditinggali.

Mereka paham betul bahwa hutan itu bukan cuma kumpulan pohon raksasa, tapi juga rumah bagi jutaan spesies, sekaligus tempat hidup komunitas adat yang sering kali justru paling setia menjaga kelestariannya.

Baca Juga :  Data Dikoreksi, Kematian Akibat Covid-19 di India Melonjak

Yang menarik, Norwegia juga memutuskan untuk menyetop penggunaan biofuel berbasis sawit.

Padahal sebelumnya, sawit sempat jadi alternatif “energi hijau” yang digadang-gadang bisa menyelamatkan bumi.

Tapi ternyata, kalau proses produksinya justru ngebabat hutan, ya percuma juga. Alih-alih menyelamatkan bumi, malah makin mempercepat kehancurannya.

Dan ini bagian paling nyentuh: Norwegia nggak cuma mikirin hutannya sendiri.

Mereka juga rela merogoh kantong buat bantu negara berkembang kayak Brasil dan Indonesia dalam menjaga hutan tropisnya.

Bahasa kerennya: solidaritas global.

Iya, Norwegia tahu, kalau hutan Amazon dan hutan Kalimantan rusak, dampaknya bakal dirasain semua orang, termasuk mereka yang tinggal ribuan kilometer jauhnya.

Pertanyaannya sekarang: Indonesia kapan?

Kita ini negara dengan salah satu tutupan hutan terbesar di dunia.

Baca Juga :  Dewan Berharap Program Bantuan Listrik Terealisasi Tahun Ini

Hutan kita bukan cuma rumah orangutan dan harimau Sumatera, tapi juga penyaring karbon raksasa yang menolong dunia.

Tapi tiap tahun, angka deforestasi kita masih tinggi. Alih-alih disayang, hutannya malah sering dikorbankan demi perluasan kebun, tambang, dan proyek-proyek mercusuar.

Memang, ada beberapa langkah positif yang sudah dilakukan.

Ada moratorium sawit, ada program perhutanan sosial, ada janji-janji restorasi lahan. Tapi apakah cukup?

Dan lebih penting lagi: apakah konsisten?

Mungkin kita belum bisa langsung kayak Norwegia, tapi kalau terus-menerus mengabaikan peringatan, ya jangan kaget kalau suatu saat, kita cuma bisa lihat hutan lewat dokumenter YouTube.

Atau lebih sedih lagi: lewat nama jalan.

Jadi, Norwegia hebat? Iya. Tapi Indonesia juga bisa. Asal ada niat, ada kebijakan, dan tentu saja, ada keberanian buat bilang: Cukup. Hutan bukan buat dibabat terus. (*/jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/