Presiden
AS Donald Trump mundur satu langkah. Setelah berkoar siap membalas serangan
yang dilakukan Iran, taipan yang lahir pada 1946 itu melunak. Saat bertemu
dengan media Senin lalu (16/9), dia menegaskan bahwa Gedung Putih belum punya niat
untuk melakukan aksi militer kepada Iran.
’’Tentu
(kekuatan militer, Red) kami siap. Tetapi, saya tak mau berperang dengan siapa
pun,’’ ujar suami Melania itu kepada CNN.
Nada
Trump terkait dengan serangan yang terjadi pada kilang Abqaiq milik pemerintah
Arab Saudi sudah tak lagi tinggi. Memang, dia dan bawahannya masih ngotot bahwa
Iran-lah yang harus bertanggung jawab atas hilangnya 5 persen pasokan minyak
bumi dunia. Namun, mereka tak lagi memberikan sinyal bahwa Iran meluncurkan
drone dari tanah mereka.
Setali
tiga uang. Kerajaan Arab Saudi juga tak berani mengatakan bahwa Iran merupakan
pelaku serangan. Mereka sudah mengatakan bahwa serangan dilakukan dengan
menggunakan teknologi alutsista Iran. Mereka juga menyatakan bahwa arah
serangan bukan dari Yaman.
’’Kami
belum bisa memastikan lokasi asal serangan. Namun, serangan teroris ini jelas
tak seperti klaim dari milisi Houthi,’’ ujar Jubir Koalisi Arab Saudi Turki Al
Maliki sebagaimana dilansir Saudi Gazette.
Tak ada
pernyataan tegas bahwa Saudi akan membalas Iran. Pasalnya, mereka juga tak
menyatakan secara jelas bahwa Iran merupakan pelaku serangan. Mungkin
pernyataan langsung dari negara korbanlah yang membuat AS semakin tak percaya
diri.
Trump pun
mulai mengoreksi diri. Dia menjelaskan bahwa Gedung Putih bakal berkoordinasi
dengan Arab Saudi untuk menanggulangi masalah di Timur Tengah.
’’Mungkin sikap saya akan menguat atau mungkin tidak ada sikap sama sekali.
Bergantung kepada laporan yang kami terima,’’ papar Trump.
Sikap itu
merupakan gambaran polemik politik yang dialami Trump sejak lama. Trump
berhasil menarik simpatisan sayap kanan dengan menunjukkan ketangguhan militer
AS. Saat yang sama, dia juga tahu betapa sebuah perang di negara asing bakal
menyedot banyak kekayaan dan kekuatan AS.
Tahun lalu
Trump menegaskan bahwa AS bakal melepaskan lencana polisi dunia. Itu dibuktikan
dengan rencana dia mengurangi personel militer di negara Syria dan Afghanistan.
Saat yang sama, Partai Republik terus mendesak pemerintah AS agar tak
mengendurkan kekuatan militer.
’’Meski
fakta lapangan belum jelas, AS perlu mempertahankan opsi militer. Dengan
begitu, mereka bisa mencegah aksi pada masa depan,’’ ujar Senator Fraksi
Republik John Thune.
Ajaibnya,
Trump masih yakin bahwa Negara Para Mullah berminat membuat kesepakatan baru.
Sebelumnya, pejabat Gedung Putih mengabarkan bahwa Trump bakal melakukan
pertemuan bersejarah dengan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela sidang
umum PBB di New York akhir September tahun ini. (jpg)