PROKALTENG.CO-Israel mengklaim, gedung media menara Al Jalaa selama ini sudah menjadi basis operasi intelijen Hamas. Atas alasan itu, Israel meluncurkan tiga rudal meluluh lantakkan gedung 11 lantai yang menjadi kantor Associated Press dan Al Jazeera. Itu disampaikan pasukan pertahanan Israel (IDF) melalui akun Twitter resminya.
“Pangkalan itu mengumpulkan intel untuk menyerang Israel, membuat senjata dan menempatkan peralatan untuk menghambat operasi IDF,” tulis IDF tanpa memberikan bukti.
Sebelum melancarkan serangan, IDF juga telah lebih dulu memberikan peringatan evakuasi satu jam sebelum meluncurkan tiga rudal.
“Kami memperingatkan warga sipil di gedung tentang serangan kami karena keprihatinan atas keselamatan mereka dan memberi mereka cukup waktu untuk mengungsi dengan aman,”
“Hamas dan Jihad Islam menggunakan waktu ini untuk mengambil barang-barang dari gedung. Kami bersedia membayar harga itu untuk tidak merugikan warga sipil mana pun,” kata IDF.
Akan tetapi, klaim sepihak Israel itu dibantah tegas sejumlah jurnalis. Mereka menyatakan, tidak ada indikasi Hamas di menara Al Jalla atau kegiatan intelijen sebagaimana klaim Israel.
“Saya telah bekerja di kantor ini selama lebih dari 10 tahun dan saya tidak pernah melihat sesuatu yang mencurigakan di gedung ini,” ujar jurnalis Al Jazeera, Safwat al-Kahlout.
“Kami memiliki banyak keluarga yang kami kenal selama lebih dari 10 tahun. Kami bertemu satu sama lain setiap hari dalam perjalanan keluar-masuk kantor,” tuturnya.
Israel Tutupi Kebrutalan
Israel harus menjelaskan serangan yang menargetkan menara Al Jalla di Kota Gaza yang menjadi kantor media Associated Press dan Al Jazeera. Pasalnya, serangan itu dianggap sengaja mengganggu kerja jurnalistik dan peliputan negar Zionis itu ke Palestina.
“Dunia akan tahu lebih sedikit tentang apa yang terjadi di Gaza karena apa yang terjadi hari ini,” kata presiden dan CEO AP Gary Pruitt.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya sedang mencari informasi dari pemerintah Israel dan Deplu AS untuk menyelidiki lebih lanjut serangan dimaksud.
Sementara, penjabat Direktur Jenderal Al Jazeera, Mostefa Souag menyebut serangan tersebut sebagai kejahatan perang dan tindakan yang jelas untuk menghentikan jurnalis melaporkan konflik.
“Penargetan organisasi berita sama sekali tidak dapat diterima, bahkan selama konflik bersenjata,” tegasnya.
Di sisi lain, direktur eksekutif Institut Pers Internasional, Barbara Trionfi menilai, tindakan ini jelas merupakan sebuah pelanggaran berat. “Ini merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia dan norma-norma yang disepakati secara internasional,” tegasnya.