KETEGANGAN dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Pemerintah China secara resmi mengumumkan kenaikan tarif impor 84 persen terhadap produk asal AS sebagai respons atas kebijakan tarif tinggi yang lebih dulu diterapkan oleh Washington, dan mulai berlaku pada Kamis (10/4/2025).
Langkah ini diumumkan oleh Kementerian Perdagangan China, menyebut bahwa keputusan tersebut merupakan “langkah balasan yang diperlukan” atas tindakan sepihak Amerika Serikat yang dinilai tidak adil dan merugikan perdagangan global.
Dalam pernyataannya, China akan menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk asal AS, termasuk kendaraan listrik, produk pertanian, hingga barang-barang teknologi canggih.
Kenaikan tarif ini bervariasi, dengan beberapa produk dikenakan bea masuk hingga lebih dari 30 persen.
“Kami tidak mencari konflik dagang, namun kami juga tidak akan tinggal diam jika kepentingan ekonomi kami terus diserang,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (10/4/2025).
Langkah China ini diprediksi akan berdampak signifikan terhadap perusahaan-perusahaan Amerika yang menggantungkan ekspor mereka pada pasar Tiongkok, terutama produsen mobil listrik dan perangkat teknologi.
Menanggapi aksi balasan ini, Gedung Putih menyatakan keprihatinannya dan menyerukan dialog terbuka antara kedua negara.
Namun, belum ada tanda-tanda bahwa kedua belah pihak akan kembali ke meja perundingan dalam waktu dekat.
Analis menilai, kondisi ini berpotensi memicu gelombang baru perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, yang bisa memperlambat pemulihan ekonomi global.
“Situasi ini tidak menguntungkan siapa pun. Jika eskalasi terus berlanjut, dunia akan kembali dihantui ketidakpastian pasar,” ujar Liu Chen, seorang pakar ekonomi dari Tsinghua University.
Hingga saat ini, berbagai asosiasi dagang di kedua negara menyerukan de-eskalasi dan kebijakan yang lebih mengedepankan kerja sama daripada konfrontasi.
Tak hanya Tiongkok, beberapa negara Eropa juga melakukan hal yang sama terhadap Amerika Serikat. (adinda/jpg)