28.6 C
Jakarta
Sunday, December 22, 2024

Pantau Pengamanan Laut, Hari Ini Jokowi Kunjungi Natuna

Sembilan hari sejak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)
melayangkan nota protes diplomatik, belum ada tanda-tanda Tiongkok mematuhi
zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal ikan dan Coast Guard Tiongkok
masih bertahan di perairan Natuna Utara.

Bahkan, ada informasi mengenai tiga kapal lain milik Tiongkok
yang hendak dikirim ke ZEE Indonesia di wilayah Kepulauan Riau itu. Badan
Keamanan Laut (Bakamla) melihat hal tersebut sebagai potensi penguatan dari
Tiongkok.

”Kelihatannya ada perkuatan. Apakah perkuatan itu untuk
memperkuat atau mengganti, nanti kami lihat,” tutur Kepala Bakamla Laksamana
Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman di Jakarta kemarin (7/1). Tiga kapal tersebut
terdiri atas kapal Coast Guard dan kapal logistik.

Bakamla, kata dia, terus memantau pergerakan kapal-kapal
Tiongkok di Natuna Utara. Hingga kemarin, kapal-kapal tersebut belum keluar dan
masih berada di ZEE Indonesia. Pihaknya sudah melaporkan kondisi terkini kepada
Kemenlu. ”Bahwa masih ada dua Coast Guard mereka di sekitar situ. Ada satu di
luar,” ungkap pejabat yang akrab disapa Taufiq itu.

Pihak Indonesia tidak ingin kecolongan dan turut unjuk kekuatan.
Dua kapal Bakamla dari Batam dikirim untuk membantu kapal yang lebih dahulu
berada di Natuna Utara. ”Kita imbangi mereka (Tiongkok, Red),” tegasnya.

Kekuatan juga ditambah dengan pengerahan empat pesawat tempur
F-16 dari Skuadron Udara 16, Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
’’Iya, ada empat pesawat F-16 yang sudah diterbangkan,’’ kata Komandan Lanud
Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka di Pekanbaru, Riau,
kemarin, seperti dilaporkan Batam Pos.

Pengerahan pesawat tempur tersebut menindaklanjuti perintah
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Pesawat F-16 itu berpatroli di atas Laut
Natuna dengan sandi Operasi Lintang Elang 20. Ronny menjelaskan, empat jet
tempur F-16 tersebut diperkuat enam penerbang dan puluhan personel TNI-AU.

Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, kata dia, siap mengerahkan
seluruh kekuatan. Bahkan, dua skuadron tempur di pangkalan udara terlengkap di
Sumatera itu sudah berstatus siaga. Namun, Ronny menegaskan, pengerahan F-16
tersebut tidak ditujukan untuk memprovokasi pihak lain di sekitar Natuna,
tetapi murni untuk menjaga wilayah kedaulatan Indonesia. ’’Kami tidak
memprovokasi pihak mana pun. Kami murni menjaga wilayah negara kita,’’
tegasnya.

Baca Juga :  Mantan Kepala Rabi Yahudi Meninggal Terpapar Corona

Pangkogabwilham I Laksamana Madya TNI Yudo Margono membenarkan
adanya penambahan empat pesawat tempur tersebut. Juga, ada satu pesawat Boeing
dan satu pesawat CN-235 milik TNI-AL. ’’Ada tujuh KRI yang sudah berjaga di
perairan Natuna. Besok (hari ini, Red) juga datang dua kapal Bakamla untuk sama-sama
patroli di perairan Natuna,’’ ujar Yudo setelah meninjau kesiapan KRI yang akan
beroperasi hari ini di Fasilitas Labuh (Faslabuh) Lanal Ranai, Selat Lampa,
Natuna.

Hari ini (8/1) Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan
mengunjungi Natuna. Presiden direncanakan melihat pengamanan Laut Natuna Utara
yang diklaim Tiongkok.

Rencana kedatangan presiden itu ditandai keberangkatan Pangdam
Bukit Barisan Mayor Jenderal M. Sabrar Fadhilah, Kapolda Kepri Irjen Pol Andap
Budhi Revianto, Dandrem 033/WP Brigjen TNI Gabriel Lema, Danlantamal Laksamana
Pertama TNI R Eko Suyatno, dan Plt Gubernur Kepri Isdianto ke Natuna kemarin.
’’Kami ke sana (Natuna) dalam rangka pengamanan kunjungan Bapak Presiden,’’
kata Sabrar kemarin.

Dia memastikan bahwa situasi Natuna sangat kondusif. Meski
demikian, Sabrar tidak menampik bahwa pasukan yang ditempatkan di Natuna dalam
keadaan siaga perang. ’’Setiap satuan di sana stand by,’’ ujarnya.

Komandan Korem 033/Wira Pratama Brigjen Gabriel Lema menyatakan,
dalam kunjungan kerjanya di Natuna, presiden akan melakukan rapat terbatas.
Khususnya terkait dengan konflik di Laut Natuna Utara.

Di sisi lain, jenderal bintang tiga TNI-AL itu memastikan akan
memberikan perlindungan terhadap nelayan lokal. Termasuk nelayan dari pantai
utara (pantura) Jawa yang dikirim pemerintah ke Natuna Utara. Bakamla, kata
dia, bakal mengawal. ”Jadi, mereka beroperasi di sekitar kami (kapal Indonesia,
Red),” jelas Taufiq.

Meski demikian, pihaknya mengingatkan kesiapan para nelayan
beserta kapalnya. Sebab, saat ini cuaca kurang bersahabat. Ombak juga tinggi.
Kapal yang akan melaut di perairan Natuna Utara harus lebih dulu dicek.

Taufiq menegaskan, mengirim nelayan untuk menunjukkan bahwa
wilayah yang dimasuki kapal-kapal Tiongkok tersebut merupakan bagian dari Indonesia
tidak lantas mengesampingkan faktor keselamatan. ”Yang saya tahu bahwa kapal
ikan itu sudah lama nggak beroperasi,” kata dia.

Sebagaimana sikap pemerintah yang disampaikan Presiden Joko
Widodo, tidak ada tawar-menawar dalam urusan pelanggaran ZEE oleh kapal
Tiongkok. ”Kami tidak akan menegosiasi garis batas negara,” tambahnya. Klaim
nine dash line dari Tiongkok, kata dia, tidak akan nyambung dengan UNCLOS yang
menjadi pegangan Indonesia.

Baca Juga :  Rohingya Entitas yang Tak Pernah Ada

Mantan wakil kepala staf Angkatan Laut (KSAL) itu menyatakan
perlu kerja sama dalam menghadapi permasalahan tersebut. ”Harus ada orkestra
antara operasi dan diplomasi,” imbuhnya. Diplomasi oleh Kemenlu dan operasi
dilakukan Bakamla bersama TNI.

Menurut dia, diplomasi tanpa unjuk kekuatan tidak akan berjalan.
Demikian pula sebaliknya. ”Makanya, saya setiap pagi selalu laporan kepada
Menlu, situasinya begini. Beliau yang akan menganalisis,” jelasnya. Sebelum
kapal-kapal Tiongkok angkat kaki dari Natuna Utara, operasi akan terus
dilaksanakan Bakamla.

Omnibus Law Kelautan

Kemarin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD memanggil sejumlah pejabat di kementerian
dan lembaga yang punya kewenangan di laut. Mereka membicarakan perihal omnibus
law kelautan. ”Memang ada tumpang-tindih beberapa segi dalam penanganan laut
kita,” ungkap dia setelah memimpin rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko
Polhukam.

Tumpang-tindih itu harus diselesaikan. Dengan demikian, ketika
ada kasus seperti di Natuna, operasi bisa lebih efektif. Sejatinya, kata
Mahfud, perintah untuk membahas omnibus law kelautan disampaikan presiden jauh
sebelum terjadi ketegangan di Natuna Utara. Terakhir, presiden menyampaikan hal
itu dalam rapat kabinet awal Desember tahun lalu. ”Kebetulan saja sekarang ada
kasus Natuna,” imbuhnya.

Berdasar data, ada beberapa kementerian dan lembaga yang ketentuan
kelautannya tumpang-tindih. Mulai TNI-AL, Polri, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), sampai Bakamla.
”Secara operasional menimbulkan masalah dan kami akan tangani,” katanya.
Permasalahannya mencakup keamanan, pertahanan, kekayaan laut, dan beragam
problem lainnya.

Secara keseluruhan, Mahfud menyebutkan, sedikitnya 24
Undang-Undang (UU) Kelautan yang tumpang-tindih. ”Laporan pertama dulu 17.
Setelah dianalisis, muncul 24 ditambah 2 PP,” jelasnya.

Diharapkan, omnibus law kelautan tuntas tahun ini sehingga bisa
segera diterapkan. Dia belum memastikan apakah kewenangan Coast Guard akan
diserahkan seluruhnya kepada Bakamla atau tidak.(jpc)

Sembilan hari sejak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)
melayangkan nota protes diplomatik, belum ada tanda-tanda Tiongkok mematuhi
zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal ikan dan Coast Guard Tiongkok
masih bertahan di perairan Natuna Utara.

Bahkan, ada informasi mengenai tiga kapal lain milik Tiongkok
yang hendak dikirim ke ZEE Indonesia di wilayah Kepulauan Riau itu. Badan
Keamanan Laut (Bakamla) melihat hal tersebut sebagai potensi penguatan dari
Tiongkok.

”Kelihatannya ada perkuatan. Apakah perkuatan itu untuk
memperkuat atau mengganti, nanti kami lihat,” tutur Kepala Bakamla Laksamana
Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman di Jakarta kemarin (7/1). Tiga kapal tersebut
terdiri atas kapal Coast Guard dan kapal logistik.

Bakamla, kata dia, terus memantau pergerakan kapal-kapal
Tiongkok di Natuna Utara. Hingga kemarin, kapal-kapal tersebut belum keluar dan
masih berada di ZEE Indonesia. Pihaknya sudah melaporkan kondisi terkini kepada
Kemenlu. ”Bahwa masih ada dua Coast Guard mereka di sekitar situ. Ada satu di
luar,” ungkap pejabat yang akrab disapa Taufiq itu.

Pihak Indonesia tidak ingin kecolongan dan turut unjuk kekuatan.
Dua kapal Bakamla dari Batam dikirim untuk membantu kapal yang lebih dahulu
berada di Natuna Utara. ”Kita imbangi mereka (Tiongkok, Red),” tegasnya.

Kekuatan juga ditambah dengan pengerahan empat pesawat tempur
F-16 dari Skuadron Udara 16, Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
’’Iya, ada empat pesawat F-16 yang sudah diterbangkan,’’ kata Komandan Lanud
Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Ronny Irianto Moningka di Pekanbaru, Riau,
kemarin, seperti dilaporkan Batam Pos.

Pengerahan pesawat tempur tersebut menindaklanjuti perintah
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Pesawat F-16 itu berpatroli di atas Laut
Natuna dengan sandi Operasi Lintang Elang 20. Ronny menjelaskan, empat jet
tempur F-16 tersebut diperkuat enam penerbang dan puluhan personel TNI-AU.

Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, kata dia, siap mengerahkan
seluruh kekuatan. Bahkan, dua skuadron tempur di pangkalan udara terlengkap di
Sumatera itu sudah berstatus siaga. Namun, Ronny menegaskan, pengerahan F-16
tersebut tidak ditujukan untuk memprovokasi pihak lain di sekitar Natuna,
tetapi murni untuk menjaga wilayah kedaulatan Indonesia. ’’Kami tidak
memprovokasi pihak mana pun. Kami murni menjaga wilayah negara kita,’’
tegasnya.

Baca Juga :  Mantan Kepala Rabi Yahudi Meninggal Terpapar Corona

Pangkogabwilham I Laksamana Madya TNI Yudo Margono membenarkan
adanya penambahan empat pesawat tempur tersebut. Juga, ada satu pesawat Boeing
dan satu pesawat CN-235 milik TNI-AL. ’’Ada tujuh KRI yang sudah berjaga di
perairan Natuna. Besok (hari ini, Red) juga datang dua kapal Bakamla untuk sama-sama
patroli di perairan Natuna,’’ ujar Yudo setelah meninjau kesiapan KRI yang akan
beroperasi hari ini di Fasilitas Labuh (Faslabuh) Lanal Ranai, Selat Lampa,
Natuna.

Hari ini (8/1) Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan
mengunjungi Natuna. Presiden direncanakan melihat pengamanan Laut Natuna Utara
yang diklaim Tiongkok.

Rencana kedatangan presiden itu ditandai keberangkatan Pangdam
Bukit Barisan Mayor Jenderal M. Sabrar Fadhilah, Kapolda Kepri Irjen Pol Andap
Budhi Revianto, Dandrem 033/WP Brigjen TNI Gabriel Lema, Danlantamal Laksamana
Pertama TNI R Eko Suyatno, dan Plt Gubernur Kepri Isdianto ke Natuna kemarin.
’’Kami ke sana (Natuna) dalam rangka pengamanan kunjungan Bapak Presiden,’’
kata Sabrar kemarin.

Dia memastikan bahwa situasi Natuna sangat kondusif. Meski
demikian, Sabrar tidak menampik bahwa pasukan yang ditempatkan di Natuna dalam
keadaan siaga perang. ’’Setiap satuan di sana stand by,’’ ujarnya.

Komandan Korem 033/Wira Pratama Brigjen Gabriel Lema menyatakan,
dalam kunjungan kerjanya di Natuna, presiden akan melakukan rapat terbatas.
Khususnya terkait dengan konflik di Laut Natuna Utara.

Di sisi lain, jenderal bintang tiga TNI-AL itu memastikan akan
memberikan perlindungan terhadap nelayan lokal. Termasuk nelayan dari pantai
utara (pantura) Jawa yang dikirim pemerintah ke Natuna Utara. Bakamla, kata
dia, bakal mengawal. ”Jadi, mereka beroperasi di sekitar kami (kapal Indonesia,
Red),” jelas Taufiq.

Meski demikian, pihaknya mengingatkan kesiapan para nelayan
beserta kapalnya. Sebab, saat ini cuaca kurang bersahabat. Ombak juga tinggi.
Kapal yang akan melaut di perairan Natuna Utara harus lebih dulu dicek.

Taufiq menegaskan, mengirim nelayan untuk menunjukkan bahwa
wilayah yang dimasuki kapal-kapal Tiongkok tersebut merupakan bagian dari Indonesia
tidak lantas mengesampingkan faktor keselamatan. ”Yang saya tahu bahwa kapal
ikan itu sudah lama nggak beroperasi,” kata dia.

Sebagaimana sikap pemerintah yang disampaikan Presiden Joko
Widodo, tidak ada tawar-menawar dalam urusan pelanggaran ZEE oleh kapal
Tiongkok. ”Kami tidak akan menegosiasi garis batas negara,” tambahnya. Klaim
nine dash line dari Tiongkok, kata dia, tidak akan nyambung dengan UNCLOS yang
menjadi pegangan Indonesia.

Baca Juga :  Rohingya Entitas yang Tak Pernah Ada

Mantan wakil kepala staf Angkatan Laut (KSAL) itu menyatakan
perlu kerja sama dalam menghadapi permasalahan tersebut. ”Harus ada orkestra
antara operasi dan diplomasi,” imbuhnya. Diplomasi oleh Kemenlu dan operasi
dilakukan Bakamla bersama TNI.

Menurut dia, diplomasi tanpa unjuk kekuatan tidak akan berjalan.
Demikian pula sebaliknya. ”Makanya, saya setiap pagi selalu laporan kepada
Menlu, situasinya begini. Beliau yang akan menganalisis,” jelasnya. Sebelum
kapal-kapal Tiongkok angkat kaki dari Natuna Utara, operasi akan terus
dilaksanakan Bakamla.

Omnibus Law Kelautan

Kemarin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD memanggil sejumlah pejabat di kementerian
dan lembaga yang punya kewenangan di laut. Mereka membicarakan perihal omnibus
law kelautan. ”Memang ada tumpang-tindih beberapa segi dalam penanganan laut
kita,” ungkap dia setelah memimpin rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko
Polhukam.

Tumpang-tindih itu harus diselesaikan. Dengan demikian, ketika
ada kasus seperti di Natuna, operasi bisa lebih efektif. Sejatinya, kata
Mahfud, perintah untuk membahas omnibus law kelautan disampaikan presiden jauh
sebelum terjadi ketegangan di Natuna Utara. Terakhir, presiden menyampaikan hal
itu dalam rapat kabinet awal Desember tahun lalu. ”Kebetulan saja sekarang ada
kasus Natuna,” imbuhnya.

Berdasar data, ada beberapa kementerian dan lembaga yang ketentuan
kelautannya tumpang-tindih. Mulai TNI-AL, Polri, Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), sampai Bakamla.
”Secara operasional menimbulkan masalah dan kami akan tangani,” katanya.
Permasalahannya mencakup keamanan, pertahanan, kekayaan laut, dan beragam
problem lainnya.

Secara keseluruhan, Mahfud menyebutkan, sedikitnya 24
Undang-Undang (UU) Kelautan yang tumpang-tindih. ”Laporan pertama dulu 17.
Setelah dianalisis, muncul 24 ditambah 2 PP,” jelasnya.

Diharapkan, omnibus law kelautan tuntas tahun ini sehingga bisa
segera diterapkan. Dia belum memastikan apakah kewenangan Coast Guard akan
diserahkan seluruhnya kepada Bakamla atau tidak.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru