31.4 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Waspadalah! Paham Radikal Kini Sasar Anak-anak

PAHAM radikalisme kini menyasar anak-anak. Kelompok ekstremis
menyasarnya sebagai target perekrutan. Baru baru ini polisi menangkap 34 orang
terduga teroris di Kalimantan Tengah. 
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian besar mereka
adalah anak-anak. 32 orang mengikuti program deradikalisasi yang difasilitasi
Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) tengah fokus menyikapi radikalisme, terorisme, dan ektremisme.
Terlebih sejumlah anak yang menjadi korban terorisme. Mendapati anak-anak yang
terpapar paham radikalisme menjadi masalah sekaligus tantangan tersendiri bagi
sejumlah orangtua.

“Sebetulnya yang kita waspadai
hari ini anak-anak tidak langsung dilibatkan dalam aksi terorisme. Walaupun ada
satu dua peran itu. Nah, yang kita waspadai saat ini tentu langkah langkah
menuju aksi teror, pertama radikalisme, indoktrinasi,” ujar Komisioner Bidang
Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI Ai Maryati di Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Menurutnya, langkah pencegahan
itu bisa dilakukan oleh semua kelembagaan maupun masyarakat. Mengingat
kurangnya edukasi keberagaman bisa melahirkan bibit-bibit terorisme. Maka
pencegahan menjadi penting sebelum mereka meyakini fase-fase di mana sudah
masuk dalam dunia terorisme. ”Saya kira banyak ke kekosongan. Maka salah
satunya adalah pemerintah harus menggandeng tempat-tempat yang sudah melakukan
gerakan deradikalisasi,” jelasnya.

Setidaknya ada beberapa tempat
yang sudah melakukan kemitraan dengan KPAI. Karena mereka melakukan
deradikalisasi tidak sebatas program. Mereka punya lembaga pendidikan yang
konsen terhadap itu. Contohnya pesantren yang berada di Sumatera Utara.

Baca Juga :  Dijerat TPPU Oleh Kejagung, Segini Total Harta Jaksa Pinangki

Mereka punya pesantren untuk
penanganan anak-anak korban terorisme dan napiter. ”Pesantren yang memfokuskan
pada pengikisan paham radikal tersebut. Cara-cara melalui pembiasaan kemudian
anak ini bisa kembali kepada yang lebih baik,” ucapnya.

Pemerintah belum mempunyai metode
yang canggih. Terkait tidak bisa memisahkan langsung dengan lingkungan dan cara
berpikir anak. Sementara metode pembelajaraan di pondok pesantren diintervensi.
Karena mereka bertemu dengan guru dan teman.

“Bertemu sistem pengajaran yang
berjiwa nasionalisme misalnya. Ini seharusnya yang diadaptasi pemerintah.
Maksud saya pemerintah tidak perlu membuat ponpes baru. Tapi cukup dengan
ponpes ini dapat perhatian maksimal dari pemerintah,” kata Ai Maryati.

Fase pencegahannya tetap membutuhkan
tokoh-tokoh agama yang memberikan pengajaran. Sebagaimana mereka berkeyakinan
tidak terpapar paham radikalisme. “Saya kira Kalteng pada posisi kritis
saat ini. Karena ada sekian puluh orang yang diantaranya anak anak.  Pemerintah tentu harus punya penanganan pada
anak anak ini. Kalau BNPT saat ini melakukan deradikalisasi negara gugur dalam
melakukan kewajibannya,” tuturnya.

Deputi Bidang Perlindungan Anak
Kementerian PPPA Nahar menyampaikan, pihaknya sedang berkoodinasi dengan
lembaga atau Kementerian teknis yang menangani sejumlah anak korban terorisme.
Untuk upaya pencegahan radikalisme terdapat program edukasi, membuka layanan
konseling, dan rehabilitasi.

Baca Juga :  Teroris FA Ngaku Pengurus Muhammadiyah, Kadiv Humas: Itu Tidak Benar!

“Rehabilitalisi ini sedang
kita koordinasikan dengan Kemensos dan melakukan pendampingan. KPAI tentu
memantau. kita sudah koordinasi juga dengan Pemda setempat untuk fokus di
Kalteng. dengan BNPT sudah koordinasi. serta dinas sosial,” beber Deputi
Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar.

Sementara Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jendral Dedi Prasetyo menyatakan, bahwa
32 orang yang dibawa ke Jakarta terdiri dari dua keluarga dengan sebagian besar
merupakan anak-anak dan dua orang dewasa yang dinyatakan sebagai saksi. ”Yang
32 orang itu menjalani program deradikalisasi. Yang dua orang sudah ditetapkan
tersangka menjalani proses penyidikan oleh Densus 88 Antiteror,”
terangnya.

Sebelumnya Densus 88 Antiteror
dan Polda Kalteng menangkap 34 orang terduga teroris yang terdiri dari
laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak. Penangkapan ini dilakukan setelah
Densus melakukan perburuan terhadap jaringan teroris selama tiga hari di
wilayah Kalteng.

Polisi menyebut jaringan ini
memilih Kalteng sebagai sarang jaringan teroris karena selain untuk
mengasingkan diri atau uzlah, juga bertujuan untuk membuat kekuatan baru dengan
cara melakukan pelatihan serta mencari dana. Hingga akhirnya saat tiba waktunya
mereka melakukan amaliyah di Pulau Jawa. (dan/indopos/kpc)

PAHAM radikalisme kini menyasar anak-anak. Kelompok ekstremis
menyasarnya sebagai target perekrutan. Baru baru ini polisi menangkap 34 orang
terduga teroris di Kalimantan Tengah. 
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian besar mereka
adalah anak-anak. 32 orang mengikuti program deradikalisasi yang difasilitasi
Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) tengah fokus menyikapi radikalisme, terorisme, dan ektremisme.
Terlebih sejumlah anak yang menjadi korban terorisme. Mendapati anak-anak yang
terpapar paham radikalisme menjadi masalah sekaligus tantangan tersendiri bagi
sejumlah orangtua.

“Sebetulnya yang kita waspadai
hari ini anak-anak tidak langsung dilibatkan dalam aksi terorisme. Walaupun ada
satu dua peran itu. Nah, yang kita waspadai saat ini tentu langkah langkah
menuju aksi teror, pertama radikalisme, indoktrinasi,” ujar Komisioner Bidang
Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI Ai Maryati di Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Menurutnya, langkah pencegahan
itu bisa dilakukan oleh semua kelembagaan maupun masyarakat. Mengingat
kurangnya edukasi keberagaman bisa melahirkan bibit-bibit terorisme. Maka
pencegahan menjadi penting sebelum mereka meyakini fase-fase di mana sudah
masuk dalam dunia terorisme. ”Saya kira banyak ke kekosongan. Maka salah
satunya adalah pemerintah harus menggandeng tempat-tempat yang sudah melakukan
gerakan deradikalisasi,” jelasnya.

Setidaknya ada beberapa tempat
yang sudah melakukan kemitraan dengan KPAI. Karena mereka melakukan
deradikalisasi tidak sebatas program. Mereka punya lembaga pendidikan yang
konsen terhadap itu. Contohnya pesantren yang berada di Sumatera Utara.

Baca Juga :  Dijerat TPPU Oleh Kejagung, Segini Total Harta Jaksa Pinangki

Mereka punya pesantren untuk
penanganan anak-anak korban terorisme dan napiter. ”Pesantren yang memfokuskan
pada pengikisan paham radikal tersebut. Cara-cara melalui pembiasaan kemudian
anak ini bisa kembali kepada yang lebih baik,” ucapnya.

Pemerintah belum mempunyai metode
yang canggih. Terkait tidak bisa memisahkan langsung dengan lingkungan dan cara
berpikir anak. Sementara metode pembelajaraan di pondok pesantren diintervensi.
Karena mereka bertemu dengan guru dan teman.

“Bertemu sistem pengajaran yang
berjiwa nasionalisme misalnya. Ini seharusnya yang diadaptasi pemerintah.
Maksud saya pemerintah tidak perlu membuat ponpes baru. Tapi cukup dengan
ponpes ini dapat perhatian maksimal dari pemerintah,” kata Ai Maryati.

Fase pencegahannya tetap membutuhkan
tokoh-tokoh agama yang memberikan pengajaran. Sebagaimana mereka berkeyakinan
tidak terpapar paham radikalisme. “Saya kira Kalteng pada posisi kritis
saat ini. Karena ada sekian puluh orang yang diantaranya anak anak.  Pemerintah tentu harus punya penanganan pada
anak anak ini. Kalau BNPT saat ini melakukan deradikalisasi negara gugur dalam
melakukan kewajibannya,” tuturnya.

Deputi Bidang Perlindungan Anak
Kementerian PPPA Nahar menyampaikan, pihaknya sedang berkoodinasi dengan
lembaga atau Kementerian teknis yang menangani sejumlah anak korban terorisme.
Untuk upaya pencegahan radikalisme terdapat program edukasi, membuka layanan
konseling, dan rehabilitasi.

Baca Juga :  Teroris FA Ngaku Pengurus Muhammadiyah, Kadiv Humas: Itu Tidak Benar!

“Rehabilitalisi ini sedang
kita koordinasikan dengan Kemensos dan melakukan pendampingan. KPAI tentu
memantau. kita sudah koordinasi juga dengan Pemda setempat untuk fokus di
Kalteng. dengan BNPT sudah koordinasi. serta dinas sosial,” beber Deputi
Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar.

Sementara Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jendral Dedi Prasetyo menyatakan, bahwa
32 orang yang dibawa ke Jakarta terdiri dari dua keluarga dengan sebagian besar
merupakan anak-anak dan dua orang dewasa yang dinyatakan sebagai saksi. ”Yang
32 orang itu menjalani program deradikalisasi. Yang dua orang sudah ditetapkan
tersangka menjalani proses penyidikan oleh Densus 88 Antiteror,”
terangnya.

Sebelumnya Densus 88 Antiteror
dan Polda Kalteng menangkap 34 orang terduga teroris yang terdiri dari
laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak. Penangkapan ini dilakukan setelah
Densus melakukan perburuan terhadap jaringan teroris selama tiga hari di
wilayah Kalteng.

Polisi menyebut jaringan ini
memilih Kalteng sebagai sarang jaringan teroris karena selain untuk
mengasingkan diri atau uzlah, juga bertujuan untuk membuat kekuatan baru dengan
cara melakukan pelatihan serta mencari dana. Hingga akhirnya saat tiba waktunya
mereka melakukan amaliyah di Pulau Jawa. (dan/indopos/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru