26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mabes Polri Bantah Semena-mena Tangkap Masyarakat yang Beda Pendapat d

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Mabes Polri membantah bertindak
semena-menang dengan menangkap masyarakat yang beda pandangan politik dengan
pemerintah.

Demikian disampaikan Karo Penmas
Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri,
Jakarta, Senin (26/10/2020).

Awi menyatakan, penangkapan yang
dilakukan kepolisian terhadap masyarakat didasarkan adanya laporan yang masuk. Baik
laporan model A atau B. Selain itu, polisi juga berproses berdasarkan
konstruksi hukum yang ada.

“Jadi seseorang dapat dijerat
dalam suatu perkara pidana terkait dengan peristiwa pidananya itu sendiri
kemudian unsur apa yang telah dilakukan atau dilanggar, dari situlah konstruksi
hukumnya,” jelasnya.

Selain itu, Awi menegaskan,
institusi Polri merupakan pelaksana Undang-Undang. Dalam setiap proses hukum di
kepolisian, terangnya, masyarakat juga bisa melakukan fungsi kontrol.

Bagi yang tidak puas dengan
dengan langkah penegakan hukum yang dilakukan kepolisian, bisa mengajukan
gugatan praperadilan. “Jika dalam proses sistem peradilan pidana ada masyarakat
yang merasa tidak puas dengan tindakan Kepolisian tentunya di Pasal 77 KUHAP
telah diatur tentang sistem praperadilan,” ujarnya.

Baca Juga :  RS Covid-kan Pasien Agar Dapat Anggaran? Ini Penjelasannya

Praperadilan, sambungnya, bukan
hanya bisa diajukan pada satu proses hukum saja. “Apabila masyarakat tidak
setuju atau mau menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan bahkan di tingkat penuntutan juga dapat di praperadilankan,” ujar
Awi.

“Hal ini sebagai kontrol bahwa
Polisi sudah betul atau tidak,” pungkasnya.

Sebelumnya, hasil survei
Indikator Politik Indonesia menyebut, 57,7 persen masyarakat menganggap aparat
semakin semena-mena menangkap warga yang tak sejalan pandangan politiknya
dengan pemerintah.

Direktur Eksekutif Indikator
Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut, masyarakat juga menilai
Indonesia kini semakin tidak demoratis.

Selain itu, masyarakat juga
mengaku semakin takut menyatakan pendapat. Pun demikian dengan semakin sulitnya
masyarakat menggelar aksi demonstrasi atau penyampaikan pendapat di muka umum. “Dan
aparat dinilai semakin semena-mena, maka kepuasan atas kinerja demokrasi
semakin tertekan,” ujar Burhanuddin, kemarin.

Baca Juga :  Jokowi Reshuffle Kabinet, Ini Daftar Namanya

Untuk diketahui, survei Indikator
Poltik Indonesia itu dilakukan pada 24 September hingga 30 September 2020. Survei
dilakukan dengan menggunakan panggilan telepon karena pandemi Covid-19.

Sedangkan metode yang digunakan
adalah simple random sampling dengan 1.200 responden yang dipilih secara acak
berdasarkan data survei tatap muka langsung sebelumnya pada rentang Maret 2018
hingga Maret 2020.

Responden tersebut berasal dari
seluruh provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional dengan margin of error sekitar 12.9 persen
dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Mabes Polri membantah bertindak
semena-menang dengan menangkap masyarakat yang beda pandangan politik dengan
pemerintah.

Demikian disampaikan Karo Penmas
Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri,
Jakarta, Senin (26/10/2020).

Awi menyatakan, penangkapan yang
dilakukan kepolisian terhadap masyarakat didasarkan adanya laporan yang masuk. Baik
laporan model A atau B. Selain itu, polisi juga berproses berdasarkan
konstruksi hukum yang ada.

“Jadi seseorang dapat dijerat
dalam suatu perkara pidana terkait dengan peristiwa pidananya itu sendiri
kemudian unsur apa yang telah dilakukan atau dilanggar, dari situlah konstruksi
hukumnya,” jelasnya.

Selain itu, Awi menegaskan,
institusi Polri merupakan pelaksana Undang-Undang. Dalam setiap proses hukum di
kepolisian, terangnya, masyarakat juga bisa melakukan fungsi kontrol.

Bagi yang tidak puas dengan
dengan langkah penegakan hukum yang dilakukan kepolisian, bisa mengajukan
gugatan praperadilan. “Jika dalam proses sistem peradilan pidana ada masyarakat
yang merasa tidak puas dengan tindakan Kepolisian tentunya di Pasal 77 KUHAP
telah diatur tentang sistem praperadilan,” ujarnya.

Baca Juga :  RS Covid-kan Pasien Agar Dapat Anggaran? Ini Penjelasannya

Praperadilan, sambungnya, bukan
hanya bisa diajukan pada satu proses hukum saja. “Apabila masyarakat tidak
setuju atau mau menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan bahkan di tingkat penuntutan juga dapat di praperadilankan,” ujar
Awi.

“Hal ini sebagai kontrol bahwa
Polisi sudah betul atau tidak,” pungkasnya.

Sebelumnya, hasil survei
Indikator Politik Indonesia menyebut, 57,7 persen masyarakat menganggap aparat
semakin semena-mena menangkap warga yang tak sejalan pandangan politiknya
dengan pemerintah.

Direktur Eksekutif Indikator
Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut, masyarakat juga menilai
Indonesia kini semakin tidak demoratis.

Selain itu, masyarakat juga
mengaku semakin takut menyatakan pendapat. Pun demikian dengan semakin sulitnya
masyarakat menggelar aksi demonstrasi atau penyampaikan pendapat di muka umum. “Dan
aparat dinilai semakin semena-mena, maka kepuasan atas kinerja demokrasi
semakin tertekan,” ujar Burhanuddin, kemarin.

Baca Juga :  Jokowi Reshuffle Kabinet, Ini Daftar Namanya

Untuk diketahui, survei Indikator
Poltik Indonesia itu dilakukan pada 24 September hingga 30 September 2020. Survei
dilakukan dengan menggunakan panggilan telepon karena pandemi Covid-19.

Sedangkan metode yang digunakan
adalah simple random sampling dengan 1.200 responden yang dipilih secara acak
berdasarkan data survei tatap muka langsung sebelumnya pada rentang Maret 2018
hingga Maret 2020.

Responden tersebut berasal dari
seluruh provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional dengan margin of error sekitar 12.9 persen
dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Terpopuler

Artikel Terbaru