27.5 C
Jakarta
Friday, April 19, 2024

RS Covid-kan Pasien Agar Dapat Anggaran? Ini Penjelasannya

KALTENGPOS.CO – Kabar tak sedap tentang rumah sakit yang mengambil
keuntungan dengan “meng-covid-kan” pasien, sering terdengar. Keluarga pasien
suspek Covid-19 diminta tanda tangan, jika ingin biaya perawatan dibayar
negara. Jika tidak tandantangan, biaya perawatan harus dibayar sendiri.

Lewat Instagram Kawal Covid-19,
dokter Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan prosedur kesepakatan umum atau general
consent yang diberikan pihak RS pada keluarga pasien Covid-19. “Kenapa
pasien BPJS selesai perawatan (meninggal maupun sembuh) sebelum pulang diberi
dua pilihan, pertama kalau mau TTD Covid-19 bebas biaya, kedua kalau tidak mau
TDD harus bayar penuh,” tulis Kawal Covid-19.

Menurut dokter yang juga dosen di
Universitas Sebelas Maret (UNS) itu, surat yang ditandatangani tersebut adalah
persetujuan pasien atau keluarga yang mendapat kuasa dari pasien yang disebut
general consent.

“General consent ini
dilakukan di awal perawatan. Untuk kasus Covid-19, dilakukan setelah ada
keputusan diagnosis awal sebagai suspek atau probabel, atau jika setelah
dirawat beberapa hari ditemukan gejala atau tanda khas Covid-19,” katanya.

General consent juga dilakukan
sebelum masuk ruang isolasi khusus pasien Covid-19. Bentuknya berupa penjelasan
infeksi sebagai bagian dari edukasi pasien dalam konsep pelayanan berfokus pada
pasien. “Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
untuk tata laksana kasus dan manajemen perawatan,” lanjutnya.

Baca Juga :  500 Ribu Lebih Peserta SBMPTN Tak Lolos, 120 Orang Karena Foto

Sehingga, saat itu, rumah sakit
membutuhkan tanda tangan pasien atau keluarga pasien di atas formulir consent
atau consent form, sebagai tanda persetujuan dirawat sebagai pasien Covid-19.

“Bila pasien dan keluarga
tidak bersedia tanda tangan, RS tak bisa ajukan klaim, sehingga pasien harus
membayar sendiri,” lanjutnya.

Mengapa demikian? menurutnya,
pemegang kartu BPJS, tetap harus menandatangani consent form tersebut. Sebab,
anggaran perawatan Covid-19, khususnya wabah, dibiayai dengan anggaran
Covid-19, bukan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Selanjutnya, pasien suspek atau
probabel Covid-19 akan tetap dibiayai negara hingga status Covid-19 diketahui
dan negatif. “Nanti, kalau sudah terbukti negatif Covid-19, baru pindah ke
ruang biasa, dan kartu JKN bisa digunakan lagi,” imbuhnya.

Menurutnya, proses edukasi ini
yang sering disalahpahami. Pasien dan keluarga merasa dirayu, dibujuk, atau
bahkan merasa diancam agar mau “di-Covid-kan”. “Agar tak perlu
membayar. Padahal bukan seperti itu,” lanjut dosen Ilmu Patologi Klinik
itu.’

Baca Juga :  Presiden Ingatkan Instansi Beli Produk Dalam Negeri

Ia lantas menyarankan agar pasien
atau keluarga pasien menanyakan dengan jelas kepada rumah sakit, jika menemui
kejadian serupa. “Bila nanti terpaksa sakit dan di RS mendapati seperti
itu, tolong ditanyakan dengan jelas agar tidak salah paham,” tandasnya.

 

KALTENGPOS.CO – Kabar tak sedap tentang rumah sakit yang mengambil
keuntungan dengan “meng-covid-kan” pasien, sering terdengar. Keluarga pasien
suspek Covid-19 diminta tanda tangan, jika ingin biaya perawatan dibayar
negara. Jika tidak tandantangan, biaya perawatan harus dibayar sendiri.

Lewat Instagram Kawal Covid-19,
dokter Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan prosedur kesepakatan umum atau general
consent yang diberikan pihak RS pada keluarga pasien Covid-19. “Kenapa
pasien BPJS selesai perawatan (meninggal maupun sembuh) sebelum pulang diberi
dua pilihan, pertama kalau mau TTD Covid-19 bebas biaya, kedua kalau tidak mau
TDD harus bayar penuh,” tulis Kawal Covid-19.

Menurut dokter yang juga dosen di
Universitas Sebelas Maret (UNS) itu, surat yang ditandatangani tersebut adalah
persetujuan pasien atau keluarga yang mendapat kuasa dari pasien yang disebut
general consent.

“General consent ini
dilakukan di awal perawatan. Untuk kasus Covid-19, dilakukan setelah ada
keputusan diagnosis awal sebagai suspek atau probabel, atau jika setelah
dirawat beberapa hari ditemukan gejala atau tanda khas Covid-19,” katanya.

General consent juga dilakukan
sebelum masuk ruang isolasi khusus pasien Covid-19. Bentuknya berupa penjelasan
infeksi sebagai bagian dari edukasi pasien dalam konsep pelayanan berfokus pada
pasien. “Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
untuk tata laksana kasus dan manajemen perawatan,” lanjutnya.

Baca Juga :  500 Ribu Lebih Peserta SBMPTN Tak Lolos, 120 Orang Karena Foto

Sehingga, saat itu, rumah sakit
membutuhkan tanda tangan pasien atau keluarga pasien di atas formulir consent
atau consent form, sebagai tanda persetujuan dirawat sebagai pasien Covid-19.

“Bila pasien dan keluarga
tidak bersedia tanda tangan, RS tak bisa ajukan klaim, sehingga pasien harus
membayar sendiri,” lanjutnya.

Mengapa demikian? menurutnya,
pemegang kartu BPJS, tetap harus menandatangani consent form tersebut. Sebab,
anggaran perawatan Covid-19, khususnya wabah, dibiayai dengan anggaran
Covid-19, bukan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Selanjutnya, pasien suspek atau
probabel Covid-19 akan tetap dibiayai negara hingga status Covid-19 diketahui
dan negatif. “Nanti, kalau sudah terbukti negatif Covid-19, baru pindah ke
ruang biasa, dan kartu JKN bisa digunakan lagi,” imbuhnya.

Menurutnya, proses edukasi ini
yang sering disalahpahami. Pasien dan keluarga merasa dirayu, dibujuk, atau
bahkan merasa diancam agar mau “di-Covid-kan”. “Agar tak perlu
membayar. Padahal bukan seperti itu,” lanjut dosen Ilmu Patologi Klinik
itu.’

Baca Juga :  Presiden Ingatkan Instansi Beli Produk Dalam Negeri

Ia lantas menyarankan agar pasien
atau keluarga pasien menanyakan dengan jelas kepada rumah sakit, jika menemui
kejadian serupa. “Bila nanti terpaksa sakit dan di RS mendapati seperti
itu, tolong ditanyakan dengan jelas agar tidak salah paham,” tandasnya.

 

Terpopuler

Artikel Terbaru