25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

KPK Tetapkan Dirut PT Perindo Sebagai Tersangka Kasus Impor Ikan

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama
(Dirut) Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda (RSU) sebagai
tersangka penerimaan suap dalam kasus impor ikan. KPK menduga RSU menerima suap
dalam kasus tersebut.

Selain RSU, lembaga antirasuah
juga menetapkan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa (MMU) sebagai
tersangka. MMU diduga sebagai pemberi suap dalam kuota impor ikan yang bergulir
di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“KPK meningkatkan status
penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka, diduga
sebagai pemberi MMU dan diduga sebagai penerima RSU,” kata Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta
Selatan, Selasa (24/9).

Baca Juga :  Hal yang paling banyak dicari di Google selama Ramadan 2019

Saut menjelaskan, Perum Perindo
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki hak untuk melakukan
impor ikan. Perum Perindo dapat mengajukan kuota impor ke KPK.

“Setelah izin dikeluarkan PT
Perindo kemudian bisa melakukan impor langsung ke negara dituju,” ucap Saut.

Menurut Saut, pada 16 September
2019 MMU bertemu dengan RSU di salah satu hotel kawasan Jakarta Selatan. Karena
RSU menganggap MMU berhasil mendatangkan impor ikan. RSU menanyakan apakah MMU
sanggup jika diberikan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk Oktober
2019.

“MMU menyatakan kesanggupannya
dan diminta oleh RSU untuk menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang
diinginkan,” terang Saut.

Pada pertemuan tersebut, RSU
kemudian menyampaikan permintaan uang sebesar USD 30.000 kepada MMU untuk
keperluan pribadinya. RSU meminta MMU untuk menyerahkan uang tersebut kepada
perantaranya yang bernama ASL.

Baca Juga :  NU-Muhammadiyah Minta Menag Berhati-hati Lempar Wacana ke Publik

Sedangkan, sebagai pihak yang
diduga penerima, RSU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf
b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001. (jpc/kpc)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama
(Dirut) Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda (RSU) sebagai
tersangka penerimaan suap dalam kasus impor ikan. KPK menduga RSU menerima suap
dalam kasus tersebut.

Selain RSU, lembaga antirasuah
juga menetapkan Direktur PT Navy Arsa Sejahtera, Mujib Mustofa (MMU) sebagai
tersangka. MMU diduga sebagai pemberi suap dalam kuota impor ikan yang bergulir
di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“KPK meningkatkan status
penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka, diduga
sebagai pemberi MMU dan diduga sebagai penerima RSU,” kata Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta
Selatan, Selasa (24/9).

Baca Juga :  Hal yang paling banyak dicari di Google selama Ramadan 2019

Saut menjelaskan, Perum Perindo
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki hak untuk melakukan
impor ikan. Perum Perindo dapat mengajukan kuota impor ke KPK.

“Setelah izin dikeluarkan PT
Perindo kemudian bisa melakukan impor langsung ke negara dituju,” ucap Saut.

Menurut Saut, pada 16 September
2019 MMU bertemu dengan RSU di salah satu hotel kawasan Jakarta Selatan. Karena
RSU menganggap MMU berhasil mendatangkan impor ikan. RSU menanyakan apakah MMU
sanggup jika diberikan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk Oktober
2019.

“MMU menyatakan kesanggupannya
dan diminta oleh RSU untuk menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang
diinginkan,” terang Saut.

Pada pertemuan tersebut, RSU
kemudian menyampaikan permintaan uang sebesar USD 30.000 kepada MMU untuk
keperluan pribadinya. RSU meminta MMU untuk menyerahkan uang tersebut kepada
perantaranya yang bernama ASL.

Baca Juga :  NU-Muhammadiyah Minta Menag Berhati-hati Lempar Wacana ke Publik

Sedangkan, sebagai pihak yang
diduga penerima, RSU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf
b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001. (jpc/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru