32.6 C
Jakarta
Monday, September 16, 2024

Pengumuman! Belajar Tatap Muka di Sekolah Dimulai Januari 2021

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya memutuskan untuk membuka kembali
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah mulai Januari 2021.

Keputusan tersebut diambil
berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang terbaru yang berisikan
izin pembukaan sekolah tidak lagi melihat status zona penyebaran covid-19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, bahwa dalam SKB 4 Menteri terbaru ini
pembukaan sekolah bukan lagi berdasarkan zona. Namun, tergantung keputusan dan
izin dari pemerintah daerah, kantor wilayah atau kantor Kementerian Agama
(Kemenag).

“Kebijakannya ini berlaku mulai
semester genap tahun ajaran 2020/2021. Teknisnya, Pemda lah yang paling tahu
kondisi kelurahan yang ada di wilayahnya. Pembukaan sekolah diterapkan secara
fleksibel, dalam artian tidak harus di satu wilayah serentak, tidak pula harus
bertahap,” kata Nadiem di Jakarta, Jumat (20/11).

Nadiem menambahkan, selain Pemda,
Kepala sekolah dan komite orang tua juga turut ambil peran dalam penentuan
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) itu. Jika tidak terpenuhi ketiga unsur tersebut,
maka mau tidak mau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) harus kembali dilanjutkan.

“Kalaupun sekolah dibuka, orang
tua masih bisa tidak memperkenankan anaknya untuk datang ke sekolah. Jadi hak
terakhir dari siswa individu masih ada di orang tua,” ujarnya.

Nadiem meminta kepada Pemda,
untuk melakukan pertimbangan yang matang dalam memberikan izin membuka sekolah.
Terlebih, risiko penyebaran covid-19 tak boleh dikesampingkan.

Selain itu, Pemda juga harus
memperhatikan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya. Kemudian, Pemda juga
harus menagih daftar periksa kesiapan PTM dari satuan pendidikan.

“Daftar periksa itu antara lain
ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses
fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, hingga
memiliki thermogun. Lalu sekolah juga wajib memiliki pemetaan tempat tinggal
warga satuan pendidikan,” terangnya.

Nadiem mengungkapkan, bahwa
terdapat beberapa pertimbangan atau alasan Kemendikbud untuk mengizinkan
sekolah kembali menggelar PTM. Alasan pertama terkait risiko ancaman putus
sekolah.

Menurutnya, potensi putus sekolah
ini dikarenakan banyak sekali anak-anak yang harus bekerja untuk membantu orang
tuanya di masa PJJ. Hal itu juga tak lepas dari situasi ekonomi keluarga yang
memburuk saat pandemi covid-19.

Baca Juga :  28 Korban Luka-luka Akibat Terbakarnya Kilang Balongan

“Angka putus sekolah itu juga
terjadi akibat persepsi orang tua yang menganggap bahwa sekolah tidak berperan
penting dalam peningkatan kompetensi anak saat PJJ. Akhirnya anak-anak banyak
yang diberhentikan pendidikannya,” katanya.

Kemudian, kata Nadiem, risiko
tumbuh kembang peserta didik. Tumbuh kembang dinilai menjadi tidak merata
akibat adanya kesenjangan pendidikan yang menguntungkan peserta didik yang
memiliki akses.

“Ada kesenjangan pembelajaran
diantara anak-anak dan harus mengejarnya, itu mungkin sebagian akan ketinggalan
dan tidak bisa mengejar kembali pada saat kembali sekolah,” tuturnya.

Terlebih lagi, lanjut Nadiem,
terait tekanan psikososial dan kekerasan dalam keluarga selama PJJ berlangsung.
Menurutnya, minimnya interaksi dengan guru, teman, lingkungan luar dan tekanan
akibat sulit dan besarnya beban PJJ dapat menyebabkan stres pada anak.

“Insiden kekerasan yang tidak
terdeteksi guru terjadi di dalam rumah tangga juga meningkat dan ini menjadi
salah satu pertimbangan kita yang terpenting,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Muhammad Tito Karnavian menyatakan mendukung dalam menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar dengan sistem tatap muka pada Januari 2021. Dalam waktu dekat,
pihaknya akan mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait proteksi Pembelajaran
Tatap Muka (PTM).

Surat edaran tersebut nantinya
akan ditujukan kepada kepala dinas yang membawahi dinas pendidikan, kesehatan,
komunikasi dan informasi, dinas perhubungan hingga Satgas covid-19 di daerah.

“Nanti dalam SE ini kami akan
menyakinkan bahwa yang dilakukan oleh berbagai SKPD dimasukkan dalam dokumen
rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD dan juga dokumen penganggarannya
dalam dokumen APBD, sehingga diyakinkan bahwa semua mekanisme untuk proteksi
tatap muka tidak menjadi klaster itu betul-betul diprogramkan dan dianggarkan
oleh tiap-tiap daerah,” kata Tito.

Di samping itu, kata Tito, Dinas
Kesehatan diharapkan dapat melakukan kegiatan testing di satuan pendidikan
termasuk pesantren dengan biaya dari pemerintah daerah. Selain itu, Mendagri
mengharapkan sosialisasi juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua.

“Dilakukan testing reguler dan
juga dengan meningkatkan kapasitas kesehatan terutama fasilitas karantina di
tiap-tiap daerah, kalau ternyata terjadi klaster baru, maka secepatnya
dilakukan karantina. Artinya tiap daerah, dinas kesehatannya harus menyiapkan
tempat karantina dan juga meningkatkan kapasitas untuk treatment rumah sakit
yang ada di kabupaten/kota maupun provinsi. Kita mengantisipasi jangan sampai
nanti terjadi lonjakan dari tatap muka ini,” tuturnya.

Baca Juga :  Vaksin Covid-19 Ada Gratis dan Berbayar, ini Penjelasan Erick

Senada, Menteri Kesehatan
(Menkes), Terawan Agus Putranto turut mendukung pelaksanaan pembukaan sekolah
tersebut. Dinas-dinas kesehatan di daerah juga bakal ikut memberikan edukasi
tentang protokol kesehatan dan layanan bagi sekolah.

“Kemenkes sepenuhnya akan
mendukung kebijakan ini, kami berkomitmen meningkatkan peran Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), melakukan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan
protokol kesehatan,” kata Terawan.

Terawan juga meminta kepada
seluruh warga pendidikan menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan (3M). Hal ini guna meningkatan
pengendalian covid-19 meski sekolah dibuka.

“Agar kita sehat dan selamat
dalam melewati pandemi covid-19 ini. Di samping terus meningkatkan kesiapan
fasilitas kesehatan dan pencegahan serta pengendalian covid-19,” ujarnya.

Sementara itu, Komisioner bidang
Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai,
bahwa izin pembukaan sekolah yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda)
justru berbahaya.

Menurutnya, di tengah pandemi
covid-19 saat ini banyak Pemda yang sangat tidak acuh terhadap sekolah. Bahkan,
Pemda sendiri dinilai banyak melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan.

“Kami tidak tahu apa maksud
Kemendikbud dan jajaran di pemerintah pusat ketika menyerahkan kepada daerah,
seolah-olah daerah akan benar-benar menerapkan, padahal daerah sendiri banyak
yang melanggar. Jelas ini bahaya,” kata Retno.

Dalam SKB 4 Menteri sebelumnya
saja, kata Retno, alih-alih memberikan sanksi kepada Pemda karena adanya
sekolah yang melanggar peraturan pembukaan sekolah di zona kuning dan hijau
tidak berjalan.

“Faktanya sekolah yang tetap
melanggar tadi, ya daerahnya enggak ngapa-ngapain, Satgas wilayah di situ
enggak ngapa-ngapain,” ungkapnya.

Untuk itu, Retno tetap menilai,
jika pembukaan sekolah diserahkan ke tangan Pemda justru akan berpotensi
menjadi satu masalah baru.

“Harusnya ada sinergi dari Dinas
Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat juga. Jangan main buka, dan enggak ada
perhatian dan diawasi, ini kontrolnya seperti apa,” pungkasnya.

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya memutuskan untuk membuka kembali
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah mulai Januari 2021.

Keputusan tersebut diambil
berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang terbaru yang berisikan
izin pembukaan sekolah tidak lagi melihat status zona penyebaran covid-19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, bahwa dalam SKB 4 Menteri terbaru ini
pembukaan sekolah bukan lagi berdasarkan zona. Namun, tergantung keputusan dan
izin dari pemerintah daerah, kantor wilayah atau kantor Kementerian Agama
(Kemenag).

“Kebijakannya ini berlaku mulai
semester genap tahun ajaran 2020/2021. Teknisnya, Pemda lah yang paling tahu
kondisi kelurahan yang ada di wilayahnya. Pembukaan sekolah diterapkan secara
fleksibel, dalam artian tidak harus di satu wilayah serentak, tidak pula harus
bertahap,” kata Nadiem di Jakarta, Jumat (20/11).

Nadiem menambahkan, selain Pemda,
Kepala sekolah dan komite orang tua juga turut ambil peran dalam penentuan
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) itu. Jika tidak terpenuhi ketiga unsur tersebut,
maka mau tidak mau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) harus kembali dilanjutkan.

“Kalaupun sekolah dibuka, orang
tua masih bisa tidak memperkenankan anaknya untuk datang ke sekolah. Jadi hak
terakhir dari siswa individu masih ada di orang tua,” ujarnya.

Nadiem meminta kepada Pemda,
untuk melakukan pertimbangan yang matang dalam memberikan izin membuka sekolah.
Terlebih, risiko penyebaran covid-19 tak boleh dikesampingkan.

Selain itu, Pemda juga harus
memperhatikan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya. Kemudian, Pemda juga
harus menagih daftar periksa kesiapan PTM dari satuan pendidikan.

“Daftar periksa itu antara lain
ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses
fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, hingga
memiliki thermogun. Lalu sekolah juga wajib memiliki pemetaan tempat tinggal
warga satuan pendidikan,” terangnya.

Nadiem mengungkapkan, bahwa
terdapat beberapa pertimbangan atau alasan Kemendikbud untuk mengizinkan
sekolah kembali menggelar PTM. Alasan pertama terkait risiko ancaman putus
sekolah.

Menurutnya, potensi putus sekolah
ini dikarenakan banyak sekali anak-anak yang harus bekerja untuk membantu orang
tuanya di masa PJJ. Hal itu juga tak lepas dari situasi ekonomi keluarga yang
memburuk saat pandemi covid-19.

Baca Juga :  28 Korban Luka-luka Akibat Terbakarnya Kilang Balongan

“Angka putus sekolah itu juga
terjadi akibat persepsi orang tua yang menganggap bahwa sekolah tidak berperan
penting dalam peningkatan kompetensi anak saat PJJ. Akhirnya anak-anak banyak
yang diberhentikan pendidikannya,” katanya.

Kemudian, kata Nadiem, risiko
tumbuh kembang peserta didik. Tumbuh kembang dinilai menjadi tidak merata
akibat adanya kesenjangan pendidikan yang menguntungkan peserta didik yang
memiliki akses.

“Ada kesenjangan pembelajaran
diantara anak-anak dan harus mengejarnya, itu mungkin sebagian akan ketinggalan
dan tidak bisa mengejar kembali pada saat kembali sekolah,” tuturnya.

Terlebih lagi, lanjut Nadiem,
terait tekanan psikososial dan kekerasan dalam keluarga selama PJJ berlangsung.
Menurutnya, minimnya interaksi dengan guru, teman, lingkungan luar dan tekanan
akibat sulit dan besarnya beban PJJ dapat menyebabkan stres pada anak.

“Insiden kekerasan yang tidak
terdeteksi guru terjadi di dalam rumah tangga juga meningkat dan ini menjadi
salah satu pertimbangan kita yang terpenting,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Muhammad Tito Karnavian menyatakan mendukung dalam menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar dengan sistem tatap muka pada Januari 2021. Dalam waktu dekat,
pihaknya akan mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait proteksi Pembelajaran
Tatap Muka (PTM).

Surat edaran tersebut nantinya
akan ditujukan kepada kepala dinas yang membawahi dinas pendidikan, kesehatan,
komunikasi dan informasi, dinas perhubungan hingga Satgas covid-19 di daerah.

“Nanti dalam SE ini kami akan
menyakinkan bahwa yang dilakukan oleh berbagai SKPD dimasukkan dalam dokumen
rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD dan juga dokumen penganggarannya
dalam dokumen APBD, sehingga diyakinkan bahwa semua mekanisme untuk proteksi
tatap muka tidak menjadi klaster itu betul-betul diprogramkan dan dianggarkan
oleh tiap-tiap daerah,” kata Tito.

Di samping itu, kata Tito, Dinas
Kesehatan diharapkan dapat melakukan kegiatan testing di satuan pendidikan
termasuk pesantren dengan biaya dari pemerintah daerah. Selain itu, Mendagri
mengharapkan sosialisasi juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua.

“Dilakukan testing reguler dan
juga dengan meningkatkan kapasitas kesehatan terutama fasilitas karantina di
tiap-tiap daerah, kalau ternyata terjadi klaster baru, maka secepatnya
dilakukan karantina. Artinya tiap daerah, dinas kesehatannya harus menyiapkan
tempat karantina dan juga meningkatkan kapasitas untuk treatment rumah sakit
yang ada di kabupaten/kota maupun provinsi. Kita mengantisipasi jangan sampai
nanti terjadi lonjakan dari tatap muka ini,” tuturnya.

Baca Juga :  Vaksin Covid-19 Ada Gratis dan Berbayar, ini Penjelasan Erick

Senada, Menteri Kesehatan
(Menkes), Terawan Agus Putranto turut mendukung pelaksanaan pembukaan sekolah
tersebut. Dinas-dinas kesehatan di daerah juga bakal ikut memberikan edukasi
tentang protokol kesehatan dan layanan bagi sekolah.

“Kemenkes sepenuhnya akan
mendukung kebijakan ini, kami berkomitmen meningkatkan peran Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), melakukan pengawasan dan pembinaan dalam penerapan
protokol kesehatan,” kata Terawan.

Terawan juga meminta kepada
seluruh warga pendidikan menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan (3M). Hal ini guna meningkatan
pengendalian covid-19 meski sekolah dibuka.

“Agar kita sehat dan selamat
dalam melewati pandemi covid-19 ini. Di samping terus meningkatkan kesiapan
fasilitas kesehatan dan pencegahan serta pengendalian covid-19,” ujarnya.

Sementara itu, Komisioner bidang
Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai,
bahwa izin pembukaan sekolah yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda)
justru berbahaya.

Menurutnya, di tengah pandemi
covid-19 saat ini banyak Pemda yang sangat tidak acuh terhadap sekolah. Bahkan,
Pemda sendiri dinilai banyak melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan.

“Kami tidak tahu apa maksud
Kemendikbud dan jajaran di pemerintah pusat ketika menyerahkan kepada daerah,
seolah-olah daerah akan benar-benar menerapkan, padahal daerah sendiri banyak
yang melanggar. Jelas ini bahaya,” kata Retno.

Dalam SKB 4 Menteri sebelumnya
saja, kata Retno, alih-alih memberikan sanksi kepada Pemda karena adanya
sekolah yang melanggar peraturan pembukaan sekolah di zona kuning dan hijau
tidak berjalan.

“Faktanya sekolah yang tetap
melanggar tadi, ya daerahnya enggak ngapa-ngapain, Satgas wilayah di situ
enggak ngapa-ngapain,” ungkapnya.

Untuk itu, Retno tetap menilai,
jika pembukaan sekolah diserahkan ke tangan Pemda justru akan berpotensi
menjadi satu masalah baru.

“Harusnya ada sinergi dari Dinas
Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat juga. Jangan main buka, dan enggak ada
perhatian dan diawasi, ini kontrolnya seperti apa,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru