28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Tunda Proyek IKN, Pemerintah Fokus Tangani Pandemi

JAKARTA,
KALTENGPOS.CO
–Pemerintah memutuskan untuk menunda proyek pemindahan ibu
kota negara (IKN). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa memastikan
penundaan tersebut.

‘’Mengenai IKN, sampai
hari ini IKN programnya masih di-hold,’’ ujarnya  pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IX
DPR, kemarin (8/9).

Penundaan itu
disebabkan karena pemerintah masih fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Meski begitu, dia memastikan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
di sejumlah daerah penyangga IKN akan tetap berjalan.

Hal itu juga tertuang
dalam agenda masterplan yang telah disusun pemerintah. Namun, dia tak memerinci
sampai kapan penundaan itu dilakukan.

‘’Tapi kita tetap dalam
rangka persiapan, dan kita tetap melanjutkan masterplan (IKN). Seperti
pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga di Samarinda dan Balikpapan,’’
tutur dia.

Peneliti geografi
ekonomi dan pekotaan Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptekin LIPI
Galuh Syahbana Indraprahasta mengatakan keputusan pemerintah menunda proyek IKN
saat ini adalah langkah yang bijak. Menurut dia saat ini memang tepat untuk
menunda program-program yang bisa membebani keuangan negara. Sebab keuangan
negara sedang dikonsentrasikan untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya.

Menurut dia terlepas
dengan adanya Covid-19, pemindahan ibu kota negara perlu dirembuk lebih lanjut.
’’Karena selama ini pengalaman negara lain, termasuk di negara maju, proses
pemindahan ibu kota negara waktunya tidak sebentar,’’ jelasnya. Dia
mencontohkan di Korea Selatan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memindahkan
ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Galuh mengatakan ada
dua hal yang perlu dibahas lebih dalam terkait proyek IKN itu. Yaitu aspek
sosial dan lingkungan hidup. Menurut dia aspek sosial sangat penting untuk
dibahas lebih lanjut. Baginya sampai saat ini pembahasan aspek sosial terkait
ibu kota negara baru belum dibahas dengan matang.

’’Memindahkan sesuatu
yang baru di tempat baru akan berpotensi konflik,’’ katanya. Dia menjelaskan
proyek IKN sebagian besar menggunakan anggaran non APBN atau milik sektor
swasta. Galuh menjelaskan sektor swasta tentu dalam menggelontorkan dananya ada
aspek bisnis. Mereka menyasar kelompok ekonomi menengah atas supaya
investasinya cepat balik modal.

Padahal menurut Galuh
proyek IKN harusnya bersifat inklusi. Artinya semua golongan ekonomi masyarakat
bisa menikmatinya. Mulai dari lapisan masyarakat kelas bawah, menengah, sampai
atas. ’’Jangan sampai (proyek IKN, Red) jadi BSD (Bumi Serpong Damai, Red)
baru,’’ tuturnya. Seperti diketahui BSD adalah komplek kota mandiri yang
menyasar kelompok ekonomi tertentu.

 

Kemudian soal
lingkungan menuruntya juga penting. Galuh mengatakan kondisi di Jakarta atau
Jabodetabek sampai saat ini belum menunjukkan contoh pengelolaan lingkungan ibu
kota negara yang baik. Dia khawatir jika dipaksanakan membangun ibu kota baru
di Kalimantan, maka nasibnya sama seperti di Jakarta.

Baca Juga :  Diduga Sebabkan Kebakaran Lapas Tangerang, 3 Orang Jadi Tersangka

Galuh juga mengatakan
saat ini hutan lindung yang tersisa di Kalimantan Timur (Kaltim) hanya ada di
dekat lokasi proyek IKN. Dia tidak ingin kawasan itu rusak sebagaimana kondisi
di puncak Bogor yang terimbas pembangunan metropolitan Jabodetabek.

Ekonom Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan,
alangkah baiknya jika pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan IKN untuk
pos-pos yang lebih penting dan mendesak. Salah satunya yakni untuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

‘’Lebih baik dialihkan
ke PEN, khususnya ke stimulus kesehatan. Di tengah situasi resesi dan pandemi,
tidak ada urgensinya untuk melanjutkan proyek IKN,’’ tuturnya.

Bahkan, lanjut Bhima,
kalaupun kondisi tekanan ekonomi sudah mereda, dia tak melihat ada urgensi yang
benar-benar mendesak untuk melanjutkan proyek IKN. Data Bappenas pada 2019
mencatat, pemindahan ibu kota membutuhkan anggaran sebanyak Rp 466 triliun.

‘’Mungkin empat sampai
lima tahun ke depan pun nggak mendesak untuk pemindahan ibu kota. Bahkan,
alokasi PEN 2021 hanya Rp 356,5 triliun. Angka itu bahkan lebih kecil daripada
yang dialokasikan di tahun ini. Jadi ya proyek IKN nggak mendesak untuk
dilakukan,’’ kata Bhima.
JAKARTA,
KALTENGPOS.CO
–Pemerintah memutuskan untuk menunda proyek pemindahan ibu
kota negara (IKN). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa memastikan
penundaan tersebut.

‘’Mengenai IKN, sampai
hari ini IKN programnya masih di-hold,’’ ujarnya  pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IX
DPR, kemarin (8/9).

Penundaan itu
disebabkan karena pemerintah masih fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Meski begitu, dia memastikan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
di sejumlah daerah penyangga IKN akan tetap berjalan.

Hal itu juga tertuang
dalam agenda masterplan yang telah disusun pemerintah. Namun, dia tak memerinci
sampai kapan penundaan itu dilakukan.

‘’Tapi kita tetap dalam
rangka persiapan, dan kita tetap melanjutkan masterplan (IKN). Seperti
pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga di Samarinda dan Balikpapan,’’
tutur dia.

Peneliti geografi
ekonomi dan pekotaan Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptekin LIPI
Galuh Syahbana Indraprahasta mengatakan keputusan pemerintah menunda proyek IKN
saat ini adalah langkah yang bijak. Menurut dia saat ini memang tepat untuk
menunda program-program yang bisa membebani keuangan negara. Sebab keuangan
negara sedang dikonsentrasikan untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya.

Menurut dia terlepas
dengan adanya Covid-19, pemindahan ibu kota negara perlu dirembuk lebih lanjut.
’’Karena selama ini pengalaman negara lain, termasuk di negara maju, proses
pemindahan ibu kota negara waktunya tidak sebentar,’’ jelasnya. Dia
mencontohkan di Korea Selatan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memindahkan
ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Baca Juga :  171 Kasus Karhutla, Jaksa Agung: Tak Ada yang di-SP3

Galuh mengatakan ada
dua hal yang perlu dibahas lebih dalam terkait proyek IKN itu. Yaitu aspek
sosial dan lingkungan hidup. Menurut dia aspek sosial sangat penting untuk
dibahas lebih lanjut. Baginya sampai saat ini pembahasan aspek sosial terkait
ibu kota negara baru belum dibahas dengan matang.

’’Memindahkan sesuatu
yang baru di tempat baru akan berpotensi konflik,’’ katanya. Dia menjelaskan
proyek IKN sebagian besar menggunakan anggaran non APBN atau milik sektor
swasta. Galuh menjelaskan sektor swasta tentu dalam menggelontorkan dananya ada
aspek bisnis. Mereka menyasar kelompok ekonomi menengah atas supaya
investasinya cepat balik modal.

Padahal menurut Galuh
proyek IKN harusnya bersifat inklusi. Artinya semua golongan ekonomi masyarakat
bisa menikmatinya. Mulai dari lapisan masyarakat kelas bawah, menengah, sampai
atas. ’’Jangan sampai (proyek IKN, Red) jadi BSD (Bumi Serpong Damai, Red)
baru,’’ tuturnya. Seperti diketahui BSD adalah komplek kota mandiri yang
menyasar kelompok ekonomi tertentu.

 

Kemudian soal
lingkungan menuruntya juga penting. Galuh mengatakan kondisi di Jakarta atau
Jabodetabek sampai saat ini belum menunjukkan contoh pengelolaan lingkungan ibu
kota negara yang baik. Dia khawatir jika dipaksanakan membangun ibu kota baru
di Kalimantan, maka nasibnya sama seperti di Jakarta.

Galuh juga mengatakan
saat ini hutan lindung yang tersisa di Kalimantan Timur (Kaltim) hanya ada di
dekat lokasi proyek IKN. Dia tidak ingin kawasan itu rusak sebagaimana kondisi
di puncak Bogor yang terimbas pembangunan metropolitan Jabodetabek.

Ekonom Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan,
alangkah baiknya jika pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan IKN untuk
pos-pos yang lebih penting dan mendesak. Salah satunya yakni untuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

‘’Lebih baik dialihkan
ke PEN, khususnya ke stimulus kesehatan. Di tengah situasi resesi dan pandemi,
tidak ada urgensinya untuk melanjutkan proyek IKN,’’ tuturnya.

Bahkan, lanjut Bhima,
kalaupun kondisi tekanan ekonomi sudah mereda, dia tak melihat ada urgensi yang
benar-benar mendesak untuk melanjutkan proyek IKN. Data Bappenas pada 2019
mencatat, pemindahan ibu kota membutuhkan anggaran sebanyak Rp 466 triliun.

‘’Mungkin empat sampai
lima tahun ke depan pun nggak mendesak untuk pemindahan ibu kota. Bahkan,
alokasi PEN 2021 hanya Rp 356,5 triliun. Angka itu bahkan lebih kecil daripada
yang dialokasikan di tahun ini. Jadi ya proyek IKN nggak mendesak untuk
dilakukan,’’ kata Bhima.

JAKARTA,
KALTENGPOS.CO
–Pemerintah memutuskan untuk menunda proyek pemindahan ibu
kota negara (IKN). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa memastikan
penundaan tersebut.

‘’Mengenai IKN, sampai
hari ini IKN programnya masih di-hold,’’ ujarnya  pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IX
DPR, kemarin (8/9).

Penundaan itu
disebabkan karena pemerintah masih fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Meski begitu, dia memastikan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
di sejumlah daerah penyangga IKN akan tetap berjalan.

Hal itu juga tertuang
dalam agenda masterplan yang telah disusun pemerintah. Namun, dia tak memerinci
sampai kapan penundaan itu dilakukan.

‘’Tapi kita tetap dalam
rangka persiapan, dan kita tetap melanjutkan masterplan (IKN). Seperti
pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga di Samarinda dan Balikpapan,’’
tutur dia.

Peneliti geografi
ekonomi dan pekotaan Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptekin LIPI
Galuh Syahbana Indraprahasta mengatakan keputusan pemerintah menunda proyek IKN
saat ini adalah langkah yang bijak. Menurut dia saat ini memang tepat untuk
menunda program-program yang bisa membebani keuangan negara. Sebab keuangan
negara sedang dikonsentrasikan untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya.

Menurut dia terlepas
dengan adanya Covid-19, pemindahan ibu kota negara perlu dirembuk lebih lanjut.
’’Karena selama ini pengalaman negara lain, termasuk di negara maju, proses
pemindahan ibu kota negara waktunya tidak sebentar,’’ jelasnya. Dia
mencontohkan di Korea Selatan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memindahkan
ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Galuh mengatakan ada
dua hal yang perlu dibahas lebih dalam terkait proyek IKN itu. Yaitu aspek
sosial dan lingkungan hidup. Menurut dia aspek sosial sangat penting untuk
dibahas lebih lanjut. Baginya sampai saat ini pembahasan aspek sosial terkait
ibu kota negara baru belum dibahas dengan matang.

’’Memindahkan sesuatu
yang baru di tempat baru akan berpotensi konflik,’’ katanya. Dia menjelaskan
proyek IKN sebagian besar menggunakan anggaran non APBN atau milik sektor
swasta. Galuh menjelaskan sektor swasta tentu dalam menggelontorkan dananya ada
aspek bisnis. Mereka menyasar kelompok ekonomi menengah atas supaya
investasinya cepat balik modal.

Padahal menurut Galuh
proyek IKN harusnya bersifat inklusi. Artinya semua golongan ekonomi masyarakat
bisa menikmatinya. Mulai dari lapisan masyarakat kelas bawah, menengah, sampai
atas. ’’Jangan sampai (proyek IKN, Red) jadi BSD (Bumi Serpong Damai, Red)
baru,’’ tuturnya. Seperti diketahui BSD adalah komplek kota mandiri yang
menyasar kelompok ekonomi tertentu.

 

Kemudian soal
lingkungan menuruntya juga penting. Galuh mengatakan kondisi di Jakarta atau
Jabodetabek sampai saat ini belum menunjukkan contoh pengelolaan lingkungan ibu
kota negara yang baik. Dia khawatir jika dipaksanakan membangun ibu kota baru
di Kalimantan, maka nasibnya sama seperti di Jakarta.

Baca Juga :  Diduga Sebabkan Kebakaran Lapas Tangerang, 3 Orang Jadi Tersangka

Galuh juga mengatakan
saat ini hutan lindung yang tersisa di Kalimantan Timur (Kaltim) hanya ada di
dekat lokasi proyek IKN. Dia tidak ingin kawasan itu rusak sebagaimana kondisi
di puncak Bogor yang terimbas pembangunan metropolitan Jabodetabek.

Ekonom Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan,
alangkah baiknya jika pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan IKN untuk
pos-pos yang lebih penting dan mendesak. Salah satunya yakni untuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

‘’Lebih baik dialihkan
ke PEN, khususnya ke stimulus kesehatan. Di tengah situasi resesi dan pandemi,
tidak ada urgensinya untuk melanjutkan proyek IKN,’’ tuturnya.

Bahkan, lanjut Bhima,
kalaupun kondisi tekanan ekonomi sudah mereda, dia tak melihat ada urgensi yang
benar-benar mendesak untuk melanjutkan proyek IKN. Data Bappenas pada 2019
mencatat, pemindahan ibu kota membutuhkan anggaran sebanyak Rp 466 triliun.

‘’Mungkin empat sampai
lima tahun ke depan pun nggak mendesak untuk pemindahan ibu kota. Bahkan,
alokasi PEN 2021 hanya Rp 356,5 triliun. Angka itu bahkan lebih kecil daripada
yang dialokasikan di tahun ini. Jadi ya proyek IKN nggak mendesak untuk
dilakukan,’’ kata Bhima.
JAKARTA,
KALTENGPOS.CO
–Pemerintah memutuskan untuk menunda proyek pemindahan ibu
kota negara (IKN). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa memastikan
penundaan tersebut.

‘’Mengenai IKN, sampai
hari ini IKN programnya masih di-hold,’’ ujarnya  pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IX
DPR, kemarin (8/9).

Penundaan itu
disebabkan karena pemerintah masih fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Meski begitu, dia memastikan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur pendukung
di sejumlah daerah penyangga IKN akan tetap berjalan.

Hal itu juga tertuang
dalam agenda masterplan yang telah disusun pemerintah. Namun, dia tak memerinci
sampai kapan penundaan itu dilakukan.

‘’Tapi kita tetap dalam
rangka persiapan, dan kita tetap melanjutkan masterplan (IKN). Seperti
pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga di Samarinda dan Balikpapan,’’
tutur dia.

Peneliti geografi
ekonomi dan pekotaan Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptekin LIPI
Galuh Syahbana Indraprahasta mengatakan keputusan pemerintah menunda proyek IKN
saat ini adalah langkah yang bijak. Menurut dia saat ini memang tepat untuk
menunda program-program yang bisa membebani keuangan negara. Sebab keuangan
negara sedang dikonsentrasikan untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya.

Menurut dia terlepas
dengan adanya Covid-19, pemindahan ibu kota negara perlu dirembuk lebih lanjut.
’’Karena selama ini pengalaman negara lain, termasuk di negara maju, proses
pemindahan ibu kota negara waktunya tidak sebentar,’’ jelasnya. Dia
mencontohkan di Korea Selatan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memindahkan
ibu kota dari Seoul ke Sejong.

Baca Juga :  171 Kasus Karhutla, Jaksa Agung: Tak Ada yang di-SP3

Galuh mengatakan ada
dua hal yang perlu dibahas lebih dalam terkait proyek IKN itu. Yaitu aspek
sosial dan lingkungan hidup. Menurut dia aspek sosial sangat penting untuk
dibahas lebih lanjut. Baginya sampai saat ini pembahasan aspek sosial terkait
ibu kota negara baru belum dibahas dengan matang.

’’Memindahkan sesuatu
yang baru di tempat baru akan berpotensi konflik,’’ katanya. Dia menjelaskan
proyek IKN sebagian besar menggunakan anggaran non APBN atau milik sektor
swasta. Galuh menjelaskan sektor swasta tentu dalam menggelontorkan dananya ada
aspek bisnis. Mereka menyasar kelompok ekonomi menengah atas supaya
investasinya cepat balik modal.

Padahal menurut Galuh
proyek IKN harusnya bersifat inklusi. Artinya semua golongan ekonomi masyarakat
bisa menikmatinya. Mulai dari lapisan masyarakat kelas bawah, menengah, sampai
atas. ’’Jangan sampai (proyek IKN, Red) jadi BSD (Bumi Serpong Damai, Red)
baru,’’ tuturnya. Seperti diketahui BSD adalah komplek kota mandiri yang
menyasar kelompok ekonomi tertentu.

 

Kemudian soal
lingkungan menuruntya juga penting. Galuh mengatakan kondisi di Jakarta atau
Jabodetabek sampai saat ini belum menunjukkan contoh pengelolaan lingkungan ibu
kota negara yang baik. Dia khawatir jika dipaksanakan membangun ibu kota baru
di Kalimantan, maka nasibnya sama seperti di Jakarta.

Galuh juga mengatakan
saat ini hutan lindung yang tersisa di Kalimantan Timur (Kaltim) hanya ada di
dekat lokasi proyek IKN. Dia tidak ingin kawasan itu rusak sebagaimana kondisi
di puncak Bogor yang terimbas pembangunan metropolitan Jabodetabek.

Ekonom Institute for
Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menambahkan,
alangkah baiknya jika pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan IKN untuk
pos-pos yang lebih penting dan mendesak. Salah satunya yakni untuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

‘’Lebih baik dialihkan
ke PEN, khususnya ke stimulus kesehatan. Di tengah situasi resesi dan pandemi,
tidak ada urgensinya untuk melanjutkan proyek IKN,’’ tuturnya.

Bahkan, lanjut Bhima,
kalaupun kondisi tekanan ekonomi sudah mereda, dia tak melihat ada urgensi yang
benar-benar mendesak untuk melanjutkan proyek IKN. Data Bappenas pada 2019
mencatat, pemindahan ibu kota membutuhkan anggaran sebanyak Rp 466 triliun.

‘’Mungkin empat sampai
lima tahun ke depan pun nggak mendesak untuk pemindahan ibu kota. Bahkan,
alokasi PEN 2021 hanya Rp 356,5 triliun. Angka itu bahkan lebih kecil daripada
yang dialokasikan di tahun ini. Jadi ya proyek IKN nggak mendesak untuk
dilakukan,’’ kata Bhima.

Terpopuler

Artikel Terbaru