33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Gaungkan Jas Hijau, HNW Ajak Para Dai Jaga Indonesia

Wakil
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, ulama dan umat Islam di Indonesia
mempunyai peran yang sangat besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pernyataan
itu diungkapkannya di hadapan ratusan anggota Ikatan Dai Indonesia (IKADI) di
Jakarta, Minggu (8/3).

“Jas
Hijau, jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama dan ummat (Islam di
Indonesia)”, papar HNW dalam acara Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika itu.

Sehingga
dari peran yang ada, pria asal Klaten, Jawa Tengah itu menegaskan, jangan
sampai ulama dan umat Islam dibentur-benturkan atau diadudomba dengan kelompok
yang lain.

Karena
itu, para dai dan penceramah harus mengetahui dan memahami sejarah peran ulama
dan umat Islam di Indonesia agar para dai ikut dan dapat menguatkan dan menjaga
bangsa Indonesia.

Di
hadapan para dai yang datang dari seluruh Indonesia, HNW menceritakan demi
keutuhan bangsa Indonesia, para tokoh ummat Islam yang tergabung dalam Tim 9
BPUPKI rela menghilangkan 7 kata dari Pancasila yang telah disepakati pada 22
Juni 1945.

“Di
sinilah peran ummat Islam dalam ikut melahirkan Pancasila. Jadi peran ummat
Islam bukan asal-asalan,” ujarnya.

Baca Juga :  Peringatan Dini! Dalam 2 Hari ke Depan Banjir Berpotensi Terjadi di 22

Kesudian
para tokoh ummat Islam mengubah sila pertama Pancasila menurut Wakil Ketua
Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor itu menunjukan bahwa ummat Islam paham akan
arti keberagaman dan kebangsaan.

“Ulama
sepakat bahwa kemerdekaan harus menghadirkan kemaslahatan”, ujarnya.

Peran
umat Islam menurut HNW tak berhenti di situ. Ketika Indonesia merdeka, Belanda
tidak ingin bangsa ini kuat. Para penjajah itu ingin bentuk negara yang ada
sifatnya tidak kokoh. Mereka mendorong agar Indonesia berbentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS).

Setelah
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Desember 1949, bentuk negara
adalah RIS. “Sehingga saat itu banyak negara-negara bagian,” paparnya.

Kemudian,
lanjut HNW, ada kegundahan dari Ketua Fraksi Partai Masyumi di Parlemen, Muhammad
Natsir. Menurutnya, Natsir berpikir bahwa Indonesia merdeka bukan bertujuan
untuk membentuk RIS namun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Maka
pada 3 April 1950 di depan anggota parlemen, Natsir menyampaikan pidato Mosi
Integral,” tuturnya.

Mosi
integral adalah mengajak kepada semua untuk mengembalikan bentuk negara kepada
NKRI. Kemudian, mosi itu didukung oleh semua kekuatan politik yang ada. Hingga
pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali ke bentuk NKRI, bukan RIS lagi.

Baca Juga :  Obat Covid Langka, Menkes Bilang Begini

“Itulah
suatu fakta peran ummat Islam dalam mempertahankan NKRI,” tuturnya.

Diketahui,
sebelum Indonesia merdeka, di wilayah nusantara banyak berdiri kesultanan atau
kerajaan-kerajaan Islam. Ketika Indonesia merdeka, kesultanan yang ada tak
hanya sekadar menyatakan diri bergabung dengan Indonesia namun mereka juga
membantu secara finansial keuangan kepada negara yang baru.

“Sultan-sultan
yang ada membantu uang dan emas kepada pemerintah Indonesia jumlahnya hingga
triliunan rupiah,” paparnya.

Tak hanya
menyumbang dalam bentuk finansial, salah satu sultan yang ada, yakni Sultan
Hamid dari Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat, yang membuat lambang Garuda
Pancasila.

HNW dalam
kesempatan itu menceritakan peran dan jasa para ulama dan ummat Islam, meski
demikian dirinya mengakui para ulama dan ummat Islam dalam berjuang dan
mempertahankan Indonesia tidak berjuang sendirian namun juga bekerja sama
dengan tokoh-tokoh lain yang mempunyai tujuan yang sama, yakni Indonesia
merdeka.

“Bangsa
ini memberi kesempatan dan ruang yang sama kepada siapapun,” pungkasnya.(jpc)

 

Wakil
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, ulama dan umat Islam di Indonesia
mempunyai peran yang sangat besar dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pernyataan
itu diungkapkannya di hadapan ratusan anggota Ikatan Dai Indonesia (IKADI) di
Jakarta, Minggu (8/3).

“Jas
Hijau, jangan sekali-kali menghilangkan jasa ulama dan ummat (Islam di
Indonesia)”, papar HNW dalam acara Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika itu.

Sehingga
dari peran yang ada, pria asal Klaten, Jawa Tengah itu menegaskan, jangan
sampai ulama dan umat Islam dibentur-benturkan atau diadudomba dengan kelompok
yang lain.

Karena
itu, para dai dan penceramah harus mengetahui dan memahami sejarah peran ulama
dan umat Islam di Indonesia agar para dai ikut dan dapat menguatkan dan menjaga
bangsa Indonesia.

Di
hadapan para dai yang datang dari seluruh Indonesia, HNW menceritakan demi
keutuhan bangsa Indonesia, para tokoh ummat Islam yang tergabung dalam Tim 9
BPUPKI rela menghilangkan 7 kata dari Pancasila yang telah disepakati pada 22
Juni 1945.

“Di
sinilah peran ummat Islam dalam ikut melahirkan Pancasila. Jadi peran ummat
Islam bukan asal-asalan,” ujarnya.

Baca Juga :  Peringatan Dini! Dalam 2 Hari ke Depan Banjir Berpotensi Terjadi di 22

Kesudian
para tokoh ummat Islam mengubah sila pertama Pancasila menurut Wakil Ketua
Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor itu menunjukan bahwa ummat Islam paham akan
arti keberagaman dan kebangsaan.

“Ulama
sepakat bahwa kemerdekaan harus menghadirkan kemaslahatan”, ujarnya.

Peran
umat Islam menurut HNW tak berhenti di situ. Ketika Indonesia merdeka, Belanda
tidak ingin bangsa ini kuat. Para penjajah itu ingin bentuk negara yang ada
sifatnya tidak kokoh. Mereka mendorong agar Indonesia berbentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS).

Setelah
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Desember 1949, bentuk negara
adalah RIS. “Sehingga saat itu banyak negara-negara bagian,” paparnya.

Kemudian,
lanjut HNW, ada kegundahan dari Ketua Fraksi Partai Masyumi di Parlemen, Muhammad
Natsir. Menurutnya, Natsir berpikir bahwa Indonesia merdeka bukan bertujuan
untuk membentuk RIS namun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Maka
pada 3 April 1950 di depan anggota parlemen, Natsir menyampaikan pidato Mosi
Integral,” tuturnya.

Mosi
integral adalah mengajak kepada semua untuk mengembalikan bentuk negara kepada
NKRI. Kemudian, mosi itu didukung oleh semua kekuatan politik yang ada. Hingga
pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali ke bentuk NKRI, bukan RIS lagi.

Baca Juga :  Obat Covid Langka, Menkes Bilang Begini

“Itulah
suatu fakta peran ummat Islam dalam mempertahankan NKRI,” tuturnya.

Diketahui,
sebelum Indonesia merdeka, di wilayah nusantara banyak berdiri kesultanan atau
kerajaan-kerajaan Islam. Ketika Indonesia merdeka, kesultanan yang ada tak
hanya sekadar menyatakan diri bergabung dengan Indonesia namun mereka juga
membantu secara finansial keuangan kepada negara yang baru.

“Sultan-sultan
yang ada membantu uang dan emas kepada pemerintah Indonesia jumlahnya hingga
triliunan rupiah,” paparnya.

Tak hanya
menyumbang dalam bentuk finansial, salah satu sultan yang ada, yakni Sultan
Hamid dari Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat, yang membuat lambang Garuda
Pancasila.

HNW dalam
kesempatan itu menceritakan peran dan jasa para ulama dan ummat Islam, meski
demikian dirinya mengakui para ulama dan ummat Islam dalam berjuang dan
mempertahankan Indonesia tidak berjuang sendirian namun juga bekerja sama
dengan tokoh-tokoh lain yang mempunyai tujuan yang sama, yakni Indonesia
merdeka.

“Bangsa
ini memberi kesempatan dan ruang yang sama kepada siapapun,” pungkasnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru